Eh, benar saja. Tepat ketika saya kelar disuntik, saya dipanggil lagi. Jadi seperti film horor...beetlejuice, beetlejuice, beetlejuice, atau bloody mary, bloody mary, bloody mary... Semuanya harus dipanggil tiga kali.
Saya mendapat vaksin Pfizer. Vaksin pertama dan kedua adalah Sinovac.
Kelar disuntik, ketika menunggu untuk konfirmasi sertifikat, saya segera mendatangi petugas. "Pak, saya sudah selesai disuntik. Saya sudah jawab tadi ketika dipanggil pertama kali," kata saya sambil menepuk pundak si bapak.
Bapak petugas itu kaget. Lalu, nama saya dicentang (warna centangnya biru sih, seperti tinta bolpoin si bapak) tanda sudah selesai. Sebab, kalau nama dipanggil tiga kali dan tidak menanggapi, maka kita akan dipanggil kembali setelah 20 nama berikutnya.
Sepuluh menit menunggu dan saya sudah diperbolehkan untuk pulang. Hujan masih deras dan berarti saatnya payung saya beraksi. Saya berjalan keluar dari gang tempat RPTRA berada dan menunggu bajaj lewat. Lima menit kemudian, saya sudah tiba di rumah.
Tiba di rumah, saya mandi lagi. Lalu, makan pagi merangkap siang. Well, saya sudah sarapan sebelum berangkat ke RPTRA tadi, tapi lapar sekali rasanya. Satu jam setelah makan, saya tidak tahan lagi. Saya nggeblag! Tidur nyenyak. Hampir tiga jam lamanya. Mungkin lebih lama.
Lalu, setelah Maghrib, saya tidur lagi, dibangunkan untuk makan malam. Setelah memberi susu mama pada pukul 9 malam, saya tidur lagi. Belum mandi segala. Tidak tahan. Saya mengantuk kelas berat.
Perngantukan masih berlanjut keesokan hari. Saya tidak merasakan gejala lain. Bahkan, bekas suntikan masih kalah nyeri dibanding lutut kanan saya yang rasanya bukan main sakitnya ketika harus berdiri dari duduk. Hari kedua itu, setiap kali ada kesempatan, saya akan rebahan dan tertidur. Mirip orang mabuk. Tidur melulu.
Hari ketiga yang rada aneh. Tiba-tiba saya merasa sumeng. Badan tak karuan, makanan rasanya seperti basi semuanya. Badan meriang tak jelas begitu.
Lalu, adik saya mengingatkan kalau satu hari sebelumnya, saya berkumur dengan obat kumur anti-sariawan. Saya memang sedang sariawan di dalam mulut, dekat pangkal lidah. Sudah berkumur dengan air garam, tak juga reda sariawannya. Akhirnya saya beli obat sariawan di apotik, via daring tentunya.
Saya pun kumur dengan obat itu. Setelah kumur, seluruh mulut saya seperti kebas. Seperti yang saya tulis tadi, semua makanan menjadi berasa basi, bahkan ada yang tak berasa. Saya takut sekali, jangan-jangan saya terinfeksi Covid-19.