Anak laki-laki jangkung itu menjelaskan bahwa anak-anak muda seumurnya tidak terlalu care dengan sejarah, kecuali jika konten itu menyajikan orang yang terlibat dalam sejarah itu. Yah, seandainya ada video Henri Delauney ketika pertama kali mencetuskan Piala Eropa, nah itu baru seru. Kalau hanya orang lain yang bercerita, nanti dulu.
Selain itu, mereka juga lebih suka masa kini, bahkan kalau bisa menerawang ke masa depan. Tapi, konten yang mereka pilih lebih disukai jika diceritakan, tidak harus membaca. Oleh sebab itu, YouTube menjadi pilihan mereka.
Saya? Saya sama sekali tidak suka nonton melalui YouTube. Apalagi harus menyumpal telinga dengan earphone. Gatal tak karuan rasanya, tidak nyaman pula. Kalau volumenya harus dikeraskan, saya juga tidak suka. Menurut saya, apa yang saya saksikan melalui smartphone saya, sifatnya adalah pribadi. Tidak perlu orang lain ikut mendengar apa yang saya sedang saya saksikan.
Untung saja, dalam kerja sama itu, saya akan selalu berada di balik layar. Saya hanya setor program terinci, sementara anak teman saya itu, beserta timnya, yang akan menterjemahkan program itu menjadi konten berupa tayangan.
Terus terang saja, ini pertama kalinya saya bekerja berdampingan dengan Gen Z. Di kantor saya dulu, jelas belum ada anak kelahiran 1997 yang bekerja. Karena itu, ini menjadi sebuah pengalaman yang benar-benar baru.
Itu membuat saya ingin tahu lebih banyak, seperti apa karakteristik Generasi Z ini.
Kenal teknologi sejak lahir
Menurut situs The Annie E. Casey Foundation, Gen Z adalah digital native. Jadi, sejak lahir mereka sudah terbiasa dengan kehadiran segala gawai; mereka tidak pernah tahu dunia tanpa gawai, juga internet. Sementara Gen Y alias milenial disebut sebagai "digital pioneer", mereka menyaksikan bagaimana meledaknya teknologi dan media sosial.
Gen Z lahir saat inovasi teknologi sedang membuncah, di mana informasi langsung bisa mereka akses dan media sosial menjadi santapan tiap detik.
Semua kemajuan teknologi itu membawa efek positif dan negatif untuk Gen Z. Di sisi positif, informasi yang tak terhingga banyaknya bisa diakses langsung, memungkinkan Gen Z melebarkan pengetahuan mereka dan menjadi proaktif dalam belajar.
Di sisi negatif, terlalu banyak screen time bisa membuat Gen Z menjadi terisolasi dari sekitarnya, sehingga kemampuan sosialnya tak terasah.