Mohon tunggu...
Dian S. Hendroyono
Dian S. Hendroyono Mohon Tunggu... Freelancer - Life is a turning wheel

Freelance Editor dan Penerjemah Kepustakaan Populer Gramedia | Eks Redaktur Tabloid BOLA | Eks Redaktur Pelaksana Tabloid Gaya Hidup Sehat | Eks Redaktur Pelaksana Majalah BOLAVAGANZA | Bekerja di Tabloid BOLA Juli 1995 hingga Tabloid BOLA berhenti terbit November 2018

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Rasanya Nonton Sepak Bola di Camp Nou

27 Oktober 2021   12:44 Diperbarui: 29 Oktober 2021   01:34 1645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stadion Camp Nou yang megah. (Sumber: Wallpaper Tag Online)

UEFA tega sekali. Saya memang mendapat predikat observer untuk final itu, tapi bukan berarti harus didudukkan di ujung sekali, 'kan? Meski berada di tribun utama, bukan berarti saya bisa melihat apa yang terjadi di bawah. Beda dengan lokasi untuk pers yang pemandangannya bisa lebih bebas, karena letaknya lebih rendah dan di tengah tribun.

Saya bertemu lagi dengan wartawan senior Jawa Pos, Wing Wiryanto. Sepekan sebelumnya, saya bertemu Mas Wing di final Piala Winner di Birmingham, tapi itu akan menjadi cerita yang lain. Mas Wing sudah wafat sekarang. Sedangkan Mas Angri (atau Angry) tidak ada di tribun, berarti dia memang berada di lapangan untuk memotret.

Ternyata, selama final berlangsung, saya sudah lupa bahwa saya berada di ketinggian lebih dari 40 meter. Tinggi Stadion Camp Nou adalah 48 meter, atau setara dengan gedung berlantai 16, jika tinggi satu lantai adalah 3 meter sesuai ukuran standar.

Saya sangat menikmati laga United versus Bayern, lupa betapa curamnya stadion itu. Berkali-kali saya berdiri tanpa rasa takut akan terlempar ke bawah, yang mestinya tidak akan terjadi, kecuali jika ada gempa besar. Amit-amit.

Setelah pertandingan kelar, saya turun dari tribun, yang jadi lumayan ribet gara-gara banyak orang yang juga ingin turun dengan lift. Usai jumpa pers dan sebagainya, saya bertemu Mas Angri (atau Mas Angry) dan kami pulang naik taksi ke rumah penginapan. Saat itu sudah pukul 3 pagi, tidak ada lagi kereta bawah tanah. Saya merasa sangat haus. Tukang jualan minum sudah kukut-kukut. Tidak ada lagi yang berjualan.

Saya tidak akan melupakan pengalaman nonton di Camp Nou. Saya sempat mengambil foto-foto selama di tribun. Hanya saja, saat itu kamera masih memakai rol film, bukan digital. Jadi, semua klise menjadi milik Tabloid BOLA, yang kini disimpan oleh Kompas Gramedia sejak tabloid bubar. Dan, saya tidak terpikir untuk mencetak foto-foto yang memorable.

Salah satu bos saya, almarhum Sumohadi Marsis, selalu mengatakan: "Don't tell, but show". Maaf, Pak Sumo, dengan sangat menyesal saya tidak bisa memenuhinya. Saya hanya bisa menceritakannya, tanpa bisa menunjukkan seperti apa Camp Nou malam itu di tulisan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun