Anyway, ketika berada di kereta bawah tanah, isinya sudah padat dengan suporter United. Mungkin suporter Bayern juga ada. Tapi, yang pasti saya berada satu gerbong dengan suporter United. Saya terjepit di sela-sela tubuh mereka yang besar-besar.
Keluar dari stasiun kereta, berjalan sejenak ke kompleks Camp Nou, bukan main ramainya. Para penonton sedang berjalan ke stadion. Suasana sangat berbeda dengan ketika saya datang beberapa hari sebelumnya.
Saya berjalan secepat mungkin. Saat itu, saya belum pasti akan didudukkan di mana di dalam stadion, sehingga saya harus gerak cepat agar tidak terlambat menyaksikan kick-off gara-gara hanya cari bangku.
Semakin mendekati stadion, semakin terdengar chanting para suporter. Semakin lama semakin keras suaranya. Membuat stadion bergemuruh. Camp Nou berkapasitas lebih dari 90 ribu penonton, stadion terbesar di Eropa menurut UEFA.
Secara otomatis saya mencari petunjuk arah ke pintu masuk stadion. Saat tiba, saya dihentikan oleh petugas. Botol air mineral, yang saya kantongi di blazer, diminta oleh si petugas. Botol air mineral dilarang masuk stadion. Lha, bagaimana kalau saya haus nanti? Menyesal juga mengapa botol itu tidak saya masukkan ke tas.
Sekalian saja saya tanya arah menuju tribun tempat duduk saya. Untung saja saya tidak salah arah. Bangku saya ada di tribun utama, tribun yang letaknya berseberangan dengan tribun "Mes Que Un Club". Hanya saja, saya tidak bisa lagi melihat tulisan itu, karena sudah tertutup penonton.
Saya mengikuti arah menuju tribun. Untung saja ada lift. Saya menekan tombol yang sesuai dengan lokasi bangku. Bagusnya, sebagian besar penonton sudah ada di bangku masing-masing, sehingga lift tidak berebut.
Akhirnya saya tiba di lantai yang sesuai. Saya langsung mencari lokasi bangku. Tidak perlu jauh saya berjalan. Ada satu bangku kosong di antara bangku-bangku lain yang sudah terisi. Saya sibuk minta maaf, karena harus melewati beberapa orang.
Setelah beres, barulah saya memandang ke lapangan. Masya Allah! Ternyata saya duduk di barisan paling atas! Tinggi sekali dari tanah. Curam pula. Rasanya saya butuh seatbelt supaya bisa duduk dengan aman, tanpa tiba-tiba terlempar ke bawah.
Saya bukan orang yang takut ketinggian, namun malam itu saya rasanya gamang sekali. Asli, tinggi banget! Saya mendongak dan melihat bahwa di atas kepala saya adalah atap tribun. Walah, berarti saya benar-benar duduk di pojokan bersama beberapa orang yang duduk di sebelah kanan saya.