Sekira dua pekan lalu, saya menulis di Kompasiana sebuah artikel berjudul Emporio Armani dan Marks & Spencer Juga Hadir di Euro 2020. Pada akhir artikel, saya menuliskan antara Italia dan Inggris, dua tim nasional yang di-endorse oleh Armani dan M&S, siapa yang akan melaju paling jauh di turnamen tersebut.
Ternyata, kedua tim bisa mendapatkan masing-masing satu tiket di final Euro 2020. Tinggal dinanti, apakah Italia atau Inggris yang bisa menjadi juara.
Akan tetapi, saya tidak akan membahas soal sepak bola di artikel ini. Saya akan menyoroti sepak terjang kedua butik tersebut menghadapi pandemi Covid-19, terutama soal revenue alias penghasilan.
Emporio Armani
Jauh sebelum Covid-19 melanda dunia, pihak Armani sudah memprediksi bahwa mereka akan mengalami penurunan penghasilan selama dua tahun, yaitu 2018 dan 2019, sebelum mengeruk keuntungan pada 2020. Itu didasarkan pada penurunan penjualan pada 2017.
Prediksi Armani tersebut sedikit meleset, tapi ke arah positif. Sebab, pada 2019, mereka mengalami kenaikan penghasilan di luar proyeksi. Menurut Reuters, pada 2019, penjualan bersih meningkat 2,3 persen menjadi 2,158 miliar euro atau lebih dari 37 triliun rupiah.
Kenaikan itu disebabkan oleh penjualan langsung di toko konvensional dan secara daring.
Dengan kata lain, keuntungan yang diperoleh Armani terjadi satu tahun lebih cepat, sebab pada tahun berikutnya, 2020, dunia dilanda pandemi dan semua rencana bisnis terpengaruh.
Sejak adanya pandemi Covid-19, Armani Group langsung mengimplementasikan semua langkah yang diperlukan untuk memastikan keselamatan pegawainya, pelanggan, dan operator. Itu dilakukan tidak hanya di markas besar mereka di kota Milano, namun juga di semua toko, restoran, dan hotel yang tersebar di seluruh dunia.
Selain "manajemen darurat" tersebut, Armani juga sudah mengatur waktu produksi dan pengiriman yang lebih ringkas. Selain itu, produk-produk yang dijual di toko juga memenuhi apa yang dibutuhkan oleh konsumen. Mereka juga membuang semua hal-hal yang tidak efisien dan mengurangi sisa produksi.
Belum ada laporan keuangan dari Armani Group untuk 2020.
Marks & Spencer
Pada November 2020, M&S melaporkan kerugian untuk pertama kalinya dalam 94 tahun toko retail itu sebagai perusahaan public. Dengan banyaknya toko yang ditutup atau dikurangi jam operasinya berkenaan dengan berkeliarannya virus corona, M&S mengalami kerugian sebanyak 87,6 juta pound, atau sekitar 1,8 triliun rupiah, sebelum pajak untuk periode 26 pekan hingga 26 September 2020. Berbanding terbalik dengan keuntungan yang diraih pada periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu 158,8 juta pound, nyaris 3,2 triliun rupiah.
Menurut The Insider Online, angka itu lebih sedikit dibanding yang diprediksi. Dengan demikian pihak M&S bisa mengatakan mereka masih bisa survive saat menghadapi pandemi.
Penghasilan total pada periode hingga 26 September 2020 tersebut turun 15,8 persen menjadi 4,09 miliar pound, atau lebih dari 82 triliun rupiah. Penurunan penghasilan itu terutama disebabkan oleh turunnya penjualan pakaian dan alat-alat rumah tangga.
Meski demikian, M&S memiliki tambahan "tabungan", yaitu dari hasil penutupan toko, sehingga biaya operasional bisa dihemat hingga 115 juta pound.
***
Covid-19 membuat sulit untuk membuat prediksi ekonomi berbagai bisnis. Semoga saja, dengan tampilnya Italia dan Inggris di final Euro 2020 bisa menambah penghasilan untuk masing-masing merek.
Nah, antara Emporio Armani dan Marks & Spencer, siapa yang akan melihat tim yang mereka dandani bisa sukses di Stadion Wembley?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI