Mohon tunggu...
Irsyal Rusad
Irsyal Rusad Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Internist, FK UGM

Internist. Tertarik dng bidang Healthy Aging, Healthy Live, Diabetes Mellitus Twitter; @irsyal_dokter

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memberi Waktu untuk yang Terbaring Sakit

28 Januari 2023   20:15 Diperbarui: 28 Januari 2023   20:16 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hanna, seorang anak perempuan yang  cantik dan cerdas, masih berusia 11 tahun,suatu pagi dini hari   mengikuti Ibunya shalat subuh berjamaah di sebuah Masjid yang tidak begitu jauh dari rumahnya.

Selesai shalat subuh, seperti biasanya sang Imam meberikan tausiah untuk para jamaahnya. Materi yang  disampaikan waktu itu adalah tentang keutamaan, kekuatan memberi, sedekah, berbuat kebajikan terhadap orang lain. Inti tausiahnya adalah, memberi merupakan  perbuatan yang dianjurkan dalam Alquran. Anjuran yang yang mendapat ganjaran dari Allah, yakni  pahala dan syurga. Memberi tidak hanya bermanfaat untuk yang menerimanya, tetapi juga berbuah kebaikan bagi yang mengamalkannya. Memberi tidak terbatas pada materi, harta, tetapi cinta, kasih sayang, ilmu, tenaga dan waktu. Waktu  yang diberikan juga kadang-kadang lebih berharga dibandingkan dengan materi yang diberikan.

Kemudian, mendengar ceramah sang Imam ini, Hanna tertarik sekali  dan ingin menjadi bagian dari orang  yang dapat melakukan amal kebajikan ini, tapi dia agak ragu, masih kecil, belum punya harta sendiri, dan belum punya ilmu. Hanna kemudian minta izin kepada Ibunya untuk berbicara langsung dengan  sang Imam. Dengan izin dan dukungan Ibunya Hanna dengan berani menghadap sang Imam dan berkata, "terimakasih Pak  telah menerima kami. Saya hana, seorang siswi,  sebelas tahun, belum punya pekerjaan. Saya ingin memberi  tapi belum punya uang, belum punya ilmu, bagaimanana caranya saya dapat memberi, membantu orang lain?" Tanya hana ingin tahu.

Sambil senyum ramah sang Imam menjawab; "terimakasih atas ketertarikan dan keinginan kamu untuk menolong  orsng lain. Keinginan, niat itu saja sudah dihargai Allah sebagai memberi."

"Apa maksudnya Pak?" Tanya Hanan

"Kamu berpikir unruk memberi, untuk membantu orang lain saja berarti sudah dapat berkah dari Allah. Allah akan membuka banyak pintu kepadamu untuk memberi dan semakin banyak kamu memberi makan semakin banyak pula yang kamu akan dapatkan."

"Waah, ini hebat, tapi saya  tidak hanya ingin  sekedar berpikir. "Saya ingin benar-benar memberi dan membantu lebih banyak.Apa yang dapat saya lakukan?"

"Berikan waktu-mu,"  kata sang Imam

"Waktu? Maksud bapak apa?"   "Bagaimana saya bisa memberikan waktu kepada orang lain?" Sanggah Hanna

"Banyak orang yang mengharapkan orang lain untuk mendengarnya, banyak orang lain yang  kesepian ,dan ingin ada yang mwndampinginya. Kamu bisa ke rumah sakit, panti asuhan, penampungan orang-orang terlantar, usia lanjut yang tidak punya keluarga. Kalau kamu ke rumah sakit, banyak orang terbaring di sana sendiri yang membutuhkan teman, ingin didampingi, didengar keluhan-keluhanya, dan mungkin dibantu untuk menyuapinya, mengambilkan  obatnya. Memberi  kepada orang-orang seprti itu nilainya lebih besar daripada memberi uang," ungkap sang Imam

Tertarik dengan saran sang Imam, dalam perjalanan  pulang Hanna mengajak Ibunya mampir ke  sebuah rumah sakit. Sampai di rumah sakit, Hanna diantar oleh seorang perawat ke ruang perawatan pasien kanker. Hanna heran, banyak juga pasien kanker yang dirawat.  

Laku, agak ragu, Hanna akhirnya menuju tempat tidur seorang nenek yang kelihatanyya sedang melamun duduk sendir di ruang paling ujung. Sambil mengucapkan salam hana duduk di atas kursi yang tersedia di samping tempat sang nenek. Hanna hanya diam,  tidak tahu harus bicara apa kepada nenek yang baru pertama kali dikenalnya itu. Tidak berapa lama setelah Hanna memegang tangannya, sang nenek terisak dan air  mata mulai mengalir di pipinya. "Kenapa menangis nek?" tanya Hanna heran.  "Saya besok akan menjalani operasi yang cukup berat, saya merasa ini barangkali menjjadi ooerasi saya yang terakhir. Dan, saya bahagia, doa saya dikabulkan Allah. Saya berdoa, di hari-hari terakhir hidup ku  ada seseorang yang kesini mendampingiku, yang dapat menghiburku dan memdengarkan  keluhan-keluhan ku."

Hanna akhirnya juga menangis dan memeluk perempuan tua yang baru dikenalnya itu dengan erat dan lama. Dalam pelukan itu Hanna merasakan kasiih sayang dan cinta yang tidak biasa yang dia berikan dan diterima dari sang nenek.

Tidak terasa waktu sangat  cepat berlalu, lebih dari satu jam dia bersma nenek itu dan  Hanna kemudian harus meninggalkan ruangan. Dengan mencium perempuan itu beberaoa kali Hanna minta izin pulang dan besok berjanji akan ke kembali lagi.

Besok sorenya, setelah pulang sekolah Hanna bergegas datang ke rumah sakit lagi ditemani Ibunya. Sampai di rumah sakit hanna langsung menuju ruangan tempat tidur sang nenek. Masih di pintu  masuk ruangan, Hanna tidak melihat nenek itu di sana lagi, jantungnya berdegup kencang, lemas dan dalam hati dia berbisik, jangan-jangan nenek itu sudah meninggal. Seperti tidak percaya dia tetap berjalan menuju ke arah tempat tidur  itu, dan baru yakin bahwa nenek tidak ada  berbaring di sana ketika sudah sampai dekat tempat tidurnya.

Lalu, menemui keadaan seperti itu, Hanna bergegas ke ruangan perawat jaga. "Nenek yang operasi tadi pagi di mana, tidak saya lihat di temoat tidurnya?"Tanya Hana kepada seorang perawat yang ada di ruang itu.

"Nenek itu sudah meninggal, tapi dia  ada meninggalkan sepucuk surat untuk kamu," jawab perawat sambil menyodorkan sebuah surat kepada Hanna.

Dengan berlinang air mata, Hanna membuka surat dari sang nenek, dan membacanya, isi suratnya,;  "untuk temanku satu-satunya di akhir hayat ku, terimakasih telah memberikan waktu yang sangat berharga bagiku, mendampingiku, mendengar keluhanku, kekhawatiran ku di saat bayangan kematianku semakjn dekat. Semogaga Tuhan memberkatimu, menyayangimu. Aku memcintaimu dan  selalu mengenangmu."

Kemudian, dengan hati pilu dan teesedu hana berlari ke pangkuan Ibunya. Sambil mengusap kepala Hana sang Ibunda  berkata, "kamu tahu sekarang sayang, betapa banyak dan berarti  yang tekah kamu berikan untuk nenek itu. pa yang sudah kamu berikan walau hanya waktu, dan cinta dapat  melebihi dari apa yang dapat dibeli dengan uang."

Menyimak cerita di atas, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak  memberi kepada siapapun juga. Memberi tidak harus dengan kekayaaan harta, ilmu, kekuatan yang kita punyai, kekayaan waktu dan cinta  sering lebih berharga dan tinggi nilainya. Berikanlah waktu, cinta anda kepada keluarga, orang tua yang sedang terbaring sakit, dan bahkan siapapun juga. Jangan biarkan mereka menghadapi kematian sendiri.  Waktu, cinta, perhatian itu lebih bermakna bagi mereka daripada apapun juga.

Catatan: Cerita di atas terinspirasi dari buku, " "Personal Power" (7 Secreat of Personal Power) karangan Ibrahim Elfiky.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun