Gula darah yang terkontrol dengan baik merupakan salah satu bagian paling penting dalam penanganan penderita Diabetes Mellitus. Gula darah yang tidak terkontrol atau tidak terkendali akan meningkatkan risiko pasien mengalami komplikasi akut maupun kronis.
Kecuali pada pada pasien-pasien tertentu, modifikasi pola makan dan olahraga adalah pendekatan pertama untuk mengontrol gula darah pasien DM tipe-2. Kalau pendekatan ini gagal, gula darah yang diinginkan tidak tercapai, obat-obat baru digunakan, Dan, bila ini juga  gagal, Insulin biasanya baru digunakan. Tetapi, dengan berjalannya penyakit, bisa dalam beberapa tahun, modikasi gaya hidup, obat-obatan, sering tidak memberikan hasil terapi yang diinginkan, gula darah tidak dapat terkontrol sesuai dengan target, Insulin dari luar diperlukan.
Dan, bahkan menurut perkembangan terakhir, semakin cepat Insulin digunakan, semakin cepat dan mudah pula  gula darah terkontrol dan tentunya kemungkinan komplikasi Diabetes Mellitus yang ditakutkan berkurang pula.
Sayangnya, pemberian Insulin itu tidak mudah, penuh tantangan baik dari pasien maupun dari keluarganya. Banyak alasan pasien untuk menolaknya, mulai dari rasa takut, sakit, tidak ada yang akan menyuntikkan, menganggap bahwa Insulin menyebabkan ketergantungan, takut komplikasi- banyak pasien yang beranggapan bahwa Insulin dapat menyebabkan cuci darah, kaki diamputasi, serangan jantung, stroke dan sebagainya--- sampai kepada keyakinan bahwa Insulin adalah akhir dari segalanya.
Sebagai illustrasi adanya ketakutan terhadap penggunaan Insulin ini, Saya kemarin sore baru saja menerima seorang pasien Diabetes Mellitus tipe-2. Pasien, wanita usia 48 tahun, baru saja didiagnosis menderita Diabetes waktu dirawat beberapa hari yang lalu karena infeksi saluran kemih. Gula darah yang sangat tinggi, infeksi saluran kemih dengan gejala yang cukup berat pasien mendapatkan injeksi insulin untuk mengontrol gula darahnya. Setelah infeksi membaik, gula darahnya juga terkontrol pasien diperbolehkan pulang
Nah, waktu pasien kontrol setelah rawat inap ini, gula darahnya kembali tinggi sekali.
Agak heran, saya bertanya, "kok gula darah ibu tinggi lagi, apa insulinnya tidak digunakan?"
"Ya, dokter, beberapa hari terakhir saya tidak suntikan lagi."
"Mengapa?" tanya Saya tidak percaya.
"Takut dokter, insulinnya itu, ada apa-apa nanti. Tetangga saya, menggunakan Insulin, sekarang cuci darah dokter. Ada juga teman saya yang juga menderita Diabetes, mendapatkan terapi Insulin mengalami serangan jantung dan bahkan ada yang kemudian diamputasi,"
"Ya, bu, ketakutan seperti ini sering disampaikan pasien. Tapi, sebenarnya bukan karena Insulin yang menyebabkan tetangga Ibu harus menjalani cuci darah. Tapi kemungkinan karena faktor lain, bisa saja gula darah yang sudah lama tidak terkontrol, sudah ada komplikasi sebelumnya, baru kemudian mendapatkan Insulin,"
Tujuan pemberian Insulin ini adalah agar gula darah yang optimal dapat dicapai sebelum komplikasi terjadi. Kebanyakan pasien memang begitu, setelah gula darah tidak terkontrol dengan bermacam upaya sebelumnya, sudah banyak keluhan terkait yang disebabkan oleh komplikasi yang sudah terjadi. Seperti pasien yang kemudian menjalani cuci darah itu, kemungkinan besar sebelum mendapatkan terapi insulin, sudah terjadi gangguan fungsi ginjal. Kalau tidak mendapatkan Insulin mungkin sudah lama tetangga Ibu itu menajalani cuci darah, Saya mencoba menjawab secara sederhana.
Seperti Saya singgung di atas, pemberian terapi Insulin itu tidak mudah. Beban psikologis pasien cukup berat. Ketakutan karena ada stigma terhadap pemberian Insulin juga tak bisa ditolak. Rasa takut karena nyeri waktu disuntik, khawatir efek samping, akan mengganggu aktivitas sehari-hari pasien, pada sebagian kasus tidak bisa ditolak. Hanya saja ketakutan, kekhawatiran itu tidak seperti yang dibayangkan pasien. Nyeri bisa saja ada, terutama terjadi  bila jarum yang digunakan sudah tumpul, atau terbentuknya jaringan parut, suntikan terlalu dalam yang mengenai otot.
Perlu diketahui bahwa alat untuk suntikan Insulin sekarang tidak seperti dulu lagi, kemasan bagus, mudah dibawa, digunakan, jarumnya halus juga burlapis slicone, sehingga tidak menyebabkan nyeri waktu disuntikan. Karena kemasan yang sederhana, seperti sebuah pulpen yang sudah ada jarum siap pakai, Insulin, dan takarannya,dan di mana, kapan saja dapat digunakan, bahkan orang buta pun bisa menggunakannya. Karena itu, kekhawatiran bahwa akan mengganggu aktivitas sehari-sehari dan kesulitan menggunakannya seharusnya tidak perlu.
Lalu, seperti pasien di atas, banyak lagi pasien yang takut atau tidak bersedia diberikan Insulin karena beranggapan bahwa kalau penderita sudah mendapatkan terapi Insulin berarti penyakitnya sudah parah, Insulin adalah awal dari akhir. Pasien merasa divonis, penyakitnya sudah sangat berat, tidak ada harapan lagi. Pasien takut, tidak memerima keadaan seperti itu dan timbul reaksi penolakan.
Saya takut ketergantungan Insulin dokter, ujar seorang Ibu hamil yang baru diketahui menderita diabetes mellitus, yang dikenal dengan debates gestational. Terapi Insulin pada diabetes gestational adalah pilihan terbaik untuk mengendalikan gula darah penderitanya. Tapi sayangnya banyak menolaknya karena anggapan keliru seperti itu. Padahal, kala pasien sudah melahirkan sebagian besar gula darahnya akan terkendali tanpa Insulin.
Jadi, banyak alasan penderita diabetes menolak terapi Insulin, mulai dari perasaan takut disuntik, nyeri, tidak bisa menggunakan, mengganggu aktivitas sehari-hari, takut akan ketergantungan, penyakit yang sudah tidak ada harapan lagi, bahkan sampai pada annggapan bahwa Insulin sebagai penyebab terjadinya komplikasi diabetes mellitus. Semua alasan di atas adalah mitos yang tidak perlu diikuti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H