Mohon tunggu...
Irsyal Rusad
Irsyal Rusad Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Internist, FK UGM

Internist. Tertarik dng bidang Healthy Aging, Healthy Live, Diabetes Mellitus Twitter; @irsyal_dokter

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tetaplah Damai dalam Keadaan Sakit

2 Mei 2017   13:51 Diperbarui: 2 Mei 2017   13:58 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam buku “Personal Power,” yang ditulis Dr. Ibrahim Elfiky, Ada suatu cerita kira-kita begini:

Seorang raja suatu ketika melakukan sayembara yang akan  memberikan hadiah  besar bagi seniman yang dapat membuat lukisan yang menggambarkan kedamaian

Banyak seniman yang memeperlihatkan lukisannya. Dari banyak lukisan itu sang raja memilih dua lukisan.

Lukisan pertama, sebuah danau yang indah, tenang, air yang bersih yang dikelilinga gunung yang indah, pepohonan rimbun, hijau dan bunga-bunga yang berwarna warni, dan langit yang biru. Kabut dan awan tipis yang menyeimuti pinggang gunung menambah keindahan pendangan dalam lukisan itu. Gambaran beberapa burung yang sedang bercengkrama dan berwarna-warni ikan yang berwarna-warni di permukaan danau membuat suasana danau kelihatan lebih Indah dan damai.

Melihat lukisan seperti itu, banyak orang yang me perkiraan sang raja akan memilihnya,

Karena ini lah lukisan paling sempurna yang mengganbarkan keindahan dan kedamaian.

Sementata itu, lukisan ke dua yang sangat berbeda. Juga sebuah pegunungan, tapi yang berbatu, tandus dan kering. Awan tebal yang hitam, petir, halilintar dan badai hujan terlihat menghiasi langit di atas gunung itu. Air terjun yang besar, bergemuruh dan, sungai yang kotor menghiasi bagian lain sisi gunung yang kelihatan menambah seramnya lukisan itu.

Setiap orang yang melihat sekilas, berpendapat yang sama dengan lukisan itu, tidak ada kedamaian sama sekali di dalamnya. Akan tetapi sang raja melihat lebih seksama. Dibalik air terjun dia melihat, ada sebuah semak kecil yang tumbuh di sebuah celah di dalam bebatuan. Di semak itu kelihatan seekor burung sedang mebangun sarangnya. Di tengah-tengah gambaran cuaca yang buruk, gemuruh air terjun sang induk burung memdekam dan mengerami telurnya dengan tenang.

Melihat lukisan ini para penghuni Istana yakin bahwa yang akan dipilih adalah lukisan pertama, tetapi ternyata tidak, sang raja memilh lukisan ke dua,

Ketika ditanya, mengapa sang raja memilih lukisan ke dua? Sang raja sambil tersenyum menjawab, “kedamaian tidak berarti berada di tempat bahwa segalanya harus sempurna, tidak ada suara, tak Ada persoalan atau kesulitan. Kedamaian berarti mendapati dirimu di tengah segala jenis tantangan dan hati tenang, memandang matahari terbit dan tersenyum, menemukan keindahan dalam warna sekuntum bunga, menemukan kesenangan dalam gerak-gerik seekor kupu-kupu. Bahkan, senyum seorang bocah bisa menghangatkan hatimu.”

Membaca cerita di atas, Saya teringat seorang pasien yang dirawat di ruang hmodialisa (cuci Sarah), seorang Ibu-Ibu usia mendekati 60 tahun. Sejak usia 35 tahun untuk pertama kali dia harus menjalani hemodialisa. Saya dapat membayangkan mungkin sudah puluhan kali pembuluh darah di lipat pahanya ditusuk, ribuan kali pembuluh darah di lengannya dimasukkan jarum yang cukup besar, dan pasti sudah pernah juga pembuluh darah dilehernya dipadasang alat khusus agar darah yang dalam pembuluh darahnya dapat mengalir ke luar ke dalam mesin cuci darah dan kembali lagi ke dalam pembuluh darahnya.

Nah, di tengah-tengah prosedur dialisa yang harus dijalaninya paling tidak Dua kali dalam seminggu yang sudah berlangsung lebih dari 20 tahun, Ibu ini kelihatan masih segar dan sehat sekali. Sementara barangkali banyak pasien lain yang sama-sama memulai hemodialisa dengan dia sudah meninggal. Ibu ini juga saya lihat berbeda dengan pasien kebabyakan pasien lain. Pertama masuk ke ruang hemodialisa dia sudah tersenyum sambil menyapa perawat yang ada di ruangan, wajah optimistik juga tergambar di raut mukanya. Dan, ketika prosedur hemodialisa dilakukan, jarum-jarum untuk akses darahnya dipasang, tidak tampak sedikitpun mimik kesakitan, kekawatiran, ketakutan di wajahnya. Bahkan senyuman saya lihat selali menghiasi bibirnya, dan ketika tidak berapa lama setelah mulai mengalir ke luar dalam alat dialisa, Ibu ini kelihatan sudah tertidur pulas, dan baru bangun kembali sekitar empat jam kemudian waktu hemodialisa sudah selesai.

Tertarik dengan pasien ini, kemudian saya menyakan, kira-kira apa yang membuat Ibu ini dapat bertahan menjalani hemodialisa yang cukup lama ini dengan penampilan tetap segar dan sehat. Apa jawabannya?…. “Tergantung di sini dokter sambil menunjuk ke arah kepala dan dadanya. Tergantung pikiran dan hati dokter. Saya berdamai dengan penyakit yang ini, dengan semua tindakan yang harus saya jalani, dan bahkan ancaman terburuk yang mungkin saya alami. Saya belajar menerima cobaan berat ini dengan sabar dan ikhlas. Dan, saya percaya bahwa Allah punya rencana baik di balik semua ini,” ungkap Ibu ini.

Jadi, tetaplah berdamai dengan penyakit yang anda derita. Seperti lukisan yang dipilih sang raja di atas, yang kelihatan seram, menakutkan, tetap ada kehidupan, kedamaian di sana. Insyaa Allah dengan kedamaian di pikiran, di hati  anda, andapun akan lebih sehat #irsyalrusad

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun