Terus terang tulisan ini tak bermaksud untuk mendeskreditkan orang atau suku lain di luar minang, dan juga tak anggap remeh orang di luar minang soal kemampuan mereka dalam meracik masakan lezat. Tulisan ini adalah bentuk keresahan kami warga minangkabau kepada para pemilik rumah makan padang yang ternyata juru masaknya mas-mas kalem.
Begini, sebelum anda menuduh saya sebagai orang yang memiliki standar sangat tinggi tentang keorisinalitasan masakan padang, anda harus memahami terlebih dahulu bahwa masakan padang ini menjadi salah satu kesakralan tradisi minangkabau yang wajib dijaga, termasuk tangan-tangan yang meracik atau yang memasaknya.
Juga, bukan maksud saya anggap remeh kemampuan orang di luar suku minang soal cita rasa dan cara memahami seluk beluk masakan padang dengan segala macam rahasia rempah-rempah di dalamnya, namun lagi-lagi prinsip ke-minang-an saya sedikit terusik jika ternyata ada tangan-tangan 'lain' yang tak memahami selera orang minang sesungguhnya.
Pengalaman Makan di RM Padang yang Ternyata Juru Masaknya Mas-mas Kalem
Kejadian ini sungguh nyata adanya. Sekira beberapa tahun yang lalu dalam perjalanan pulang kampung menuju Solok, Sumatera Barat, kami sekeluarga singgah di sebuah rumah makan Padang yang cukup besar untuk ukuran jalan lintas di wilayah Sumatera Selatan.
Sekilas tak ada yang salah dengan tampilan menu-menu masakannya yang di pajang di bagian depan pintu masuk. Semua tersusun sangat rapi, lengkap dengan berbagai menu pilihan yang sangat menggugah selera, apalagi kami sangat lapar karena perjalanan melelahkan dengan pemandangan perkebunan sawit di kanan kiri di sepanjang jalan.
Semua berjalan normal, selepas berberes badan di toilet rumah makan, kami memilih meja yang tak jauh dari jendela agar tetap mendapatkan udara segar alami. Seperti rumah makan Padang pada umumnya, semua menu di sajikan di atas meja, dengan tujuan agar pengunjung dapat memilih mana masakan yang akan di pilih dan di makan. Tapi hati-hati juga, mitos cuma ambil kuah saja masuk dalam rincian biaya, itu benar adanya.
Belum sempat kami menyendok nasi ke dalam piring, seorang pelayan pria datang menghampiri.
" Minumnya apa mas? Es teh? Es jeruk? atau Jeruk anget? " tanya pelayan ini dengan logat Jawanya yang medok.
Hmm, mulailah kecurigaan awal terjadi. Soalnya, setelah menulis pesanan minuman kami di secarik kertas, ia lalu menuju arah dapur, dan berteriak cukup keras dengan bahasa Jawa kepada petugas pembuat minuman dan para juru masak di dapur.