Mohon tunggu...
Irsyadul Umam
Irsyadul Umam Mohon Tunggu... Petani - Pelajar dengan keseharian ngopi dan sedikit melihat lingkungan sekitar

Corat Coret di toilet

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Hikayat Perkenalan Kopi

24 April 2020   00:22 Diperbarui: 24 April 2020   00:27 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar ; jatimnet.com

Ternyata sejauh ini aku belum benar bisa megetahui secara mendalam.  Belum mengetahui benar seluk beluknya. Belum mengetahui benar maknanya. Belum mengetahui benar apa hakikatnya. Belum mengetahui benar apa manfaatnya. Belum mengetahui benar apapula sebabnya. 

Belum mengerti benar siapapula pertamanya. Belum mengerti benar kapan aku mencoba mengerti. Sialnya sampai kapan aku mencoba mengerti, sedangkan aku belum mengerti bagaimana cara mengerti sendiri. Aku benar dibuatnya mencoba, tanpa tau apakah dia. Sudah kupikirkan sejak lama.

kuceritakan sebabnya , pada malam ke-enam saya tinggal di suatu pondokan agama. Kuketahui beberapa bulan setelahnya ternyata ibuku membuangku di sebuah pondok yang dinamai pesantren. Bukan, namanya pondok pesantren. Pondok dan psantren jadi satu. Istilah itu kudapat di depan kamarku. 

Tertempel besar sekali. Sekelebtan saja pasti nampak. Pondok itu persis di dekat pantai. Jikalau kau tidur tanpa selimut, bisa jadi telingamu tuli sebab deru ombaknya seperti lokomotif beradu  rel. Ketika itu masih hari ke-enam, belmumlah aku terbiasa dengan lingkungan baru itu. Dimana setiap pagi harus bangun tepat sejam sebelum fajar untuk istigotsah. Dingin sekali disana. Bukan karena suhunya yang dingin. Disana di dekat laut bung. 

Mana mungkin dinginya laut seperti dinginya bukit atau gunung. Disana benar-benar dataran rendah. Boleh jadi saat kau hitung secara matematis,kau temukan angka  5 mdpl. Betul sekali hanya 5. Ada yang 2 mdpl di lain tempat. Ada satu mdpl atau bahkan nol mdpl,itupun jika main ke bibir pantai. Tetapi di awal pengenalan dulu, mos istilahnya, kami haram  kepantai. Popol gundul hukumanya. Shaulin sejadinya jika kau nekat.

Kuraba lagi hari ke-enam. Hari keenam pertanda masa orientasiku telah usai . Itu bisa kubilang masa santai yang diapit masa sulit. Hari ke-enam,sebelumnya adalah orientasi yang mana aku belum tau apa-apa mengenai yang dibicarakan bapak-bapak tua di mimbar saat pengenalan sekolah . 

Tidak pernah kuingat siapa namanya. Kenapa pula harus tau sederet pembicara orientasi yang bicaranya saja tidak ada menariknya sama sekali. Ketika tetua-tetua itu dipersilakan berbicara. Seketika kantuk menyerang. Tak terhalangi. Kulirik teman sebelahkupun demikian, mulai mengayunkan kepala ke depan ke belakang, selaksa instruktur senam SKJ Sekolah dasar dulu. Hari ke-enam pun juga hari sebelum tiba hari selanjutnya. kutandai sebagai hari ke-tujuh. 

Kau diam saja,penamaan ini hanya sebuah kode rahasia antar agen rahasia. Hari ke-tujuh , aku mulai aktif belajar. Aku disuruh mempelajari  kitab-kitab. Buku-buku ajar dan semua yang menyangkut akademik itu. Mana kutau sederet nama kitab itu, mabadi fikih, alala, ro'sun sirah, aqidatul awam dan beberapa kitab lain. kala itu yang kukenal hanyalah ro'sun sirah. 

Sama sekali tak tau ro'sun. Sirah pasti tau, jawanya kepala . Karena kutau ia kepala kumaknai saja istilah asing itu dengan keramas. Ro'sun adalah keramas. Dan sirah adalah kepala. Keduanya kugabung seenaku jadi keramas kepala. Kuingat dua hari lalu telah kubeli shampo di koprasi, jadi tak repot nantinya saat praktek.

 Sampai lupa Hari ke-enam. Sadarlah nantinya kalau hari ke-enam adalah hari anara duka dan duka. Antara baru dan baru. Antara berat dan berat. Alangkah beruntung di hari itu diajaknya aku yang murung di pojok kamar karena kurindu rendang di rumah. Dialah aziz. Setelah lulus barulah kutau kalau dia buaya darat berbulu kelinci cap gajah. Azizlah yang mengajaku di hari ke-enam untuk pergi ke ats-tsuroya. kupikir nama tempat itu sembari melihat lorong dan bunga taman. 

Tak kutemukan ide tentang ats-tsuroya itu. Aku ikut dengannya saja. ternyata hanya sebuah tempat makan mie yang di desain panggung. Kenapalah disini banyak istilah arab tiada kutau maknanya, kupikir inilaht empat pendidikan yang banyak tersimpan misteri ddan segala keanehan. Warung saja namanya aneh. Kalaupun itu berdiri di samping rumahku. Tiada bukan namanya sukamaju atau sumber urip.

Sebagai senior setahun. dan sedaerah pula. Aziz yang sok kenal dan sombong itu menyodorkan segelas minuman. Hitam sekali warnanya. Pekat seperi rembulan yang tengah bersedih. Seperti kotoran kambing yang mirip sukro. Hanya warnanya saja,baunya tidak. Di pinggirran gelas masih menempel tak beraturan semacam pasir kali manjuto belakang rumah. Tak nikmat sekali minuman ini di pandang. Kenapa Aziz tak memesankan jus, ataupun susu yang sedap dipandng.

 Belum diantar saja tenggorokan sudak tersenyum kauitu susu. Dengan bangga ia sodorkan minuman itu, ini adalah kopi . Kopi semacam ini merupakan minuman ksatria-ksatria jaman dulu. ilmuan ilmuan jaman dulu. pemuka agama seperti Kyaimu juga minum ini. Kau mau bercita-cita tinggi? inilah minuman wajibmu. Dia berhenti membual sejurus saat dia meletakan kopi itu  dimejaku. Aku tau nama itu kopi  baru beberapa detikyang lalu.

Malam itu kulihat kopi itu, kucicicp sedikit hanya pahit yang kurasa. Suara Aziz si kelinci dari dalam terdengar sayup-sayup, semakin hitam semakin cepat kau jadi orang hebat. semakin Pahit kau semakin hebat, cerdas pula.  belum sempat kuminum,masih mencicip tepatnya, kuletakan lagi gelas di meja. Gara gara ucapan Aziz  tadi. Pada malamitu benar heran aku dengan segelas minuman raja jenis aneh ini. Apakah raja tak kuat membeli anggur . 

Apakah raja tak mampu memesan susu dari sapi-sapi paling berkualitas. Malam itu kuteguk kopi itu. Habis Tak bersisa. Aku dan Aziz pulang setelah lumayan larut. Aziz kembali membual, karna kau habiskan kopi itu,minuman raja itu, kuyakin kaujuga berpotensi jadi pembesar. Rutinlah  meminum minuman itu.Bual senior itu dengan menepuk pundaku.

Jam 11 malam. Di kamar aku masih mmikirkan raja dari mana yang meminum kopi. Minuman pahit itu siapa pula yang akan meminumnya. Saya teringat cerita raja-raja romawi yang menyukai anggur. tak pernah dari cerita apapun yang berbicara kalau raja suka kopi. Toh di tsuroya, kopi hanya seharga sepuluh permen kis. Tak mungkin raja meminum kopi hina itu . jelas sudah.

Jam 12 malam. Sebenarnya kopi tadi terbuat dari bahan apa saja. Apakah mungkin kotoran kambing dicampurkan disana. Atau mungkin pewaranaya adalah sari patinya. Boleh jadi dihargai murah karena benar dari  kotoran. Tidak mungkin, bantahku sendiri. Kotoran kambing pasti lembut . 

Di bibiran gelas, nampak serbuk yang keras seprti telah ditumbuk. Tidak mungkin kotoran kambing dicampurkanya. Aku menimbang, apakah mungkin pasirlah yang di campur di kopi tu. Pasir hitam dari pantai belakang pesantren. Bukan, bantahku kembali. Pasir tak mungkin larut dan melarutkan cairan pewarna.  Atau mungkin isi pena. Atau mungkin rambut manusia yang dibusukan . atau biji sejenis buah. Atau itu benar-benar kotoran kambing. 

Jam 1 malam ,1 pagi pasnya. Belum bisa tidur, Apakah minuman itu cuk, umpatku.

Jam 2 pagi, Kuumpati Aziz buaya yang mengajaku . Kumaki abis-abisan. Sumpah serapah kuhadiahkan padanya. Nama hewan kulekatan semua. Tiada absen barangkali satupun.

Jam 3 pagi, masih berpikir apa sebabnya aku trus memikirkan kopi itu. Apa kopi itu semacam cairan guna-guna yang membuatku berpikir untuk memikir kopi itu sendiri. Apa sebenarnya kopi itu, kuulangi lagi umpatan ke aziz, dialah peracunya tiada lain. Belum selesai  aku menghujani aziz dengan umpatan dari bangsa tumbuhan, sirine tanda bangun  istigotsah berbunyi. Mulai patrolilah keamanan pondok, kupaksa bangun dan kuangkat kaki dengan sempoyongan ke padasan tempat wudhu. 

Sialan, bangun Kesiangan. Kulihat arloji diperglanganku. Tepatjam 8. Ternyata aku tertidur selepas sholat tadi. Aku lari menuju kamar kemudian secepat kilat memasuki kamar mandi yang sedikit jorok itu. tak lama aku telah siap berangkat ke sekolah. Kulihat jam, 8;15 tepat. Takapalah berangkat. 

Tiada mungkin aku meninggalkan hari pertama belajaruku. Sialan sekali, waktu berlari ke sekolah, Kopi itu masih bersemayam di otaku. masing terngiang-ngiang. Masih mencari makna, apakah kopi itu sebuah singkatan. KOPI. Komplotan Pesihir. KOPI . Korban Peminum. KOPI. Kerahasiaan orang punya ilmu.KOPI. Prsetan dengan kopi.

Satpam bermuka singa itu telah menungguku seperti akan melahap mangsa baru. Tongkat hitam dipegang dan dikepak-kepakan di tangan satunya. kumisnya tak kalah meyeramkan dari tongkatnya. Dengan suara bergetar ia bertanya, Kenapa baru datang ke sekolah jam segini?Karena apa? Suaranya laksana kilat menyambar. Kucobalah menjawab, bukan mencoba menjawab. Karena memang di otaku sedari tadi hanya ada satu kata. Kuucapkan dengan lantang seperti mengumpati aziz, KOPI pak.

Setelah dua sapuan tongkat satpam jatuh dilenganku, Kudiwajibkan menghormati tiang tanpa bendera, kau tau yang kupikirkan dari saat itu sampai sekarang? Apa Itu Kopi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun