Mohon tunggu...
Irsyad Mohammad
Irsyad Mohammad Mohon Tunggu... Sejarawan - Pengurus PB HMI, Pengurus Pusat Komunitas Persatuan Penulis Indonesia (SATUPENA), dan Alumni Ilmu Sejarah UI.

Seorang aktivis yang banyak meminati beragam bidang mulai dari politik, sejarah militer dan sejarah Islam hingga gerakan Islam. Aktif di PB HMI dan Komunitas SATUPENA. Seorang pembelajar bahasa dan sedang mencoba menjadi poliglot dengan mempelajari Bahasa Arab, Belanda, Spanyol, dan Esperanto.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Boikot Produk Pro-Israel, Mungkinkah?

29 Februari 2024   19:23 Diperbarui: 29 Februari 2024   19:23 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita tidak bisa menyalahkan, sebab layanan-layanan medsos tersebut pada dasarnya gratis dan mereka menggunakan data kita sebagai bayarannya. Data ini diberikan kepada pihak pengiklan agar iklan mereka tepat sasaran.

Selama sudah ada medsos hingga mesin pencarian yang bisa menjadi pengganti dari medsos dan mesin pencarian yang ada. Untuk medsos video sudah ada penggantinya, medsos berbasis aplikasi pengirim pesan sudah ada penggantinya, bahkan mesin pencarian sudah ada. 

Namun hingga kini medsos-medsos tersebut tidak pakai, seandainya dipakai frekuensinya tidak sesering medsos yang dituding pro-Israel. Sekarang perlu kita pikirkan, satu ironi terbesar dari semua seruan boikot dan disinvestasi terhadap Israel menggunakan medsos ataupun mesin pencarian buatan Yahudi juga. 

Saya pernah mengajukan pertanyaan itu pada teman saya, lantas ia mengatakan tidak ada salahnya menggunakan senjata buatan musuh. Oke kalau begitu bagaimana dengan datamu yang selama ini dipergunakan untuk dimonetisasi? Ia kemudian terdiam. Bahkan satu fakta pahit, belakangan ini iklan di medsos saya didominasi oleh kaos Palestina dan juga kaos-kaos anti-Israel, padahal saya cuma searching dan diskusi soal Palestina serta mengecam Israel di medsos. 

Bahkan ketika saya menggunakan emoticon semangka, untuk menghindari censorship di medsos kemudian saya lihat iklan kaos semangka. Itulah kuasa kapitalisme, mereka tidak peduli soal ideologi. Bila menjual kaos anti-kapitalisme dan untung besar, para kapitalis ini siap melakukannya. Platform medsos dan mesin pencarian ini, melakukan apa saja asalkan keuntungan mereka meningkat.

Yang harus kita pikirkan bersama seandainya produk-produk yang diboikot itu lenyap, lantas bagaimanakah nasib karyawan Indonesia yang kebanyakan Muslim menggantungkan hidupnya di sana, sedangkan angka pengangguran tinggi dan mencari pekerjaan sulit? 

Bagaimana juga nasib supplier dan vendor yang bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan itu? Bagaimana pendapatan negara ini ke depannya? Mengingat perusahaan-perusahaan tersebut bayar pajak yang tidak sedikit untuk negara ini. 

Bila kemudian perusahaan-perusahaan ini lenyap di Indonesia paling tidak, Indonesia masih melakukan ekspor-impor dengan negara-negara pro-Israel, seperti Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa.

Negara-negara tersebut hingga hari ini menggunakan uangnya untuk mempersenjatai Israel hingga hari ini, terutama Amerika Serikat yang selalu memberi veto setiap kali ada sanksi PBB soal Israel. Bukan tidak mungkin, uang yang diberikan Amerika Serikat dan sekutunya kepada Israel, ada bagian dari uang itu bersumber dari uang kegiatan ekspor-impor dengan negara-negara Muslim. 

Bisa juga uang pembayaran hutang dari negara-negara Muslim yang selama ini membayar hutangnya ke Amerika Serikat dan sekutunya. Itulah masalah yang harus kita pikirkan bersama setelah aksi boikot ini dilakukan, kita jangan meniru kesalahan Jenderal Idi Amin, Presiden Uganda (1971 -- 1979) yang mengusir seluruh orang India dari negaranya dan menasionalisasi usaha mereka kemudian berakibat kepada kebangkrutan Uganda.

Semua ini tentunya sebuah dilema, terlebih bagi saya sendiri yang mengikuti Aksi Solidaritas Pro-Palestina di Monas, 5 November 2023. Saya pun tidak tahu, berapa kuat seruan boikot ini akan diserukan netizen. Juga berapa lamakah rakyat di negara mayoritas Muslim, khususnya Indonesia siap bertahan dengan aksi boikot ini? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun