Mohon tunggu...
Irsyad Mohammad
Irsyad Mohammad Mohon Tunggu... Sejarawan - Pengurus PB HMI, Pengurus Pusat Komunitas Persatuan Penulis Indonesia (SATUPENA), dan Alumni Ilmu Sejarah UI.

Seorang aktivis yang banyak meminati beragam bidang mulai dari politik, sejarah militer dan sejarah Islam hingga gerakan Islam. Aktif di PB HMI dan Komunitas SATUPENA. Seorang pembelajar bahasa dan sedang mencoba menjadi poliglot dengan mempelajari Bahasa Arab, Belanda, Spanyol, dan Esperanto.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memahami Tarian Pedang Cristiano Ronaldo: Suatu Analisa Semiotika

16 Oktober 2023   17:54 Diperbarui: 19 Oktober 2023   13:32 1159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semiotika membahas mengenai tafsir atas simbol-simbol, termasuk juga kita bisa menggunakannya untuk mengkaji ‘ardah. Saya melihat banyak sekali video Youtube tentang ‘ardah, mulai dari akun UNESCO yang menetapkan ‘ardah sebagai Warisan Budaya Takbenda hingga video ‘ardah dari Raja Ibnu Saud hingga Raja Salman.

‘Ardah sendiri dipertahankan sebagai sarana Arab Saudi untuk menegaskan identitasnya, untuk mengingatkan kepada rakyat bahwa raja mereka yang kini hidup dalam kemewahan dan keberlimpahan, dulunya adalah orang-orang badui yang tinggal di tenda-tenda di padang pasir kemudian berjuang hingga akhirnya bisa berkuasa.

Meski kini mereka hidup mewah dan modern, namun mereka tidak melupakan akar mereka sebagai orang bawah yang dulu berjuang oleh karenanya mereka tidak ubahnya seperti rakyat biasa yang bisa sukses dengan pencapaian mereka sendiri.

Trump bukan saja kepala negara yang pernah disambut dengan ‘ardah, namun juga Raja Charles dari Inggris, Shah Mohammad Reza Pahlevi dari Iran, Presiden Mongolia, banyak Presiden Amerika Serikat pernah disambut dengan tarian ini.

Belakangan yang mengejutkan banyak pihak, saat kunjungan diplomatik Xi Jinping ia pun turut disambut dengan ‘ardah. Tidak semua kepala negara disambut dengan ‘ardah, hanya kepala negara yang dianggap sangat-sangat dekat dan sahabat Arab Saudi saja yang disambut dengan ‘ardah, Donald Trump disambut dengan ‘ardah karena ia sudah berbisnis dengan keluarga Kerajaan Arab Saudi puluhan tahun sebelum ia menjadi Presiden AS. Saya belum pernah menemukan Presiden Indonesia yang disambut dengan ‘ardah dalam kunjungan ke Arab Saudi, bahkan juga Perdana Menteri Malaysia.

Itu berarti banyak kepala negara di dunia, terutama dari negara-negara Muslim seperti Indonesia yang hanya dianggap teman Arab Saudi, namun bukan sahabat dekat Arab Saudi. Tulisan yang pernah saya baca, bahwa Indonesia punya hubungan sangat dekat di Timur Tengah hanya dengan Uni Emirat Arab dan Mesir memang benar adanya.

Belakangan Arab Saudi mulai berganti orientasi politik luar negeri dari sebelumnya pro-Amerika Serikat dan Blok Barat, belakangan karena kecewa dengan sikap Presiden Joe Biden terhadap Arab Saudi. Bahkan Arab Saudi mulai masuk ke kelompok BRICS (Brazil, Rusia, India, China,& Afrika Selatan) dan telah dinyatakan sebagai anggota baru dalam KTT BRICS di Afrika Selatan 2023. Terlebih Arab Saudi tegas membela China dalam kebijakan mereka soal Uyghur dan juga belakangan Arab Saudi telah melakukan normalisasi hubungan diplomatik dengan Iran 2023 ini yang dimediasi oleh China. Sebelum normalisasi hubungan, tanda-tanda perubahan geopolitik sudah dimulai dengan disambutnya Xi Jinping dengan ‘ardah pada tahun 2022 dan membuatnya menjadi Presiden China satu-satunya yang disambut dengan ‘ardah.

Umumnya saat ‘ardah dilakukan rakyat pun bisa ikut menyaksikan ataupun ikut menari pedang bareng bersama raja mereka. Di sinilah Sang Raja bisa terlihat oleh rakyatnya sebagai seorang raja yang humble, serta mau membaur bersama dengan rakyatnya. Sang Raja pun bisa melihat antusiasme dan dukungan rakyat kepadanya, setiap ia menari pedang bersama rakyat. Di sini ‘ardah memegang peranan sebagai alat untuk unjuk kekuasaan raja di depan rakyatnya.

Citra Dinasti Saud sebagai “rajanya rakyat” tidak hanya ditunjukkan dengan ‘ardah. Namun juga disimbolkan dengan berbagai simbol-simbol budaya seperti pakaian tradisional Arab yang biasa mereka kenakan dan juga penggunaan bahasa Amiyah dialek Nejd (bahasa dialek/bahasa Arab pasar), ketika acara-acara kenegaraan di dalam negerinya. Tidak seperti pemimpin ataupun politisi Arab yang menggunakan bahasa Arab Fusha/Modern Standard Arabic (bahasa Arab formal yang biasa digunakan di Al-Qur’an, Hadits, hingga karya sastra serta karya ilmiah, ataupun acara formal) ketika berbicara dengan rakyatnya. Raja-raja Saudi hanya menggunakan bahasa Arab Fusha, ketika berbicara dengan pemimpin Arab dari negara lain ataupun Konferensi Liga Arab serta Organisasi Kerjasama Islam (OKI).

Pada akhirnya ‘ardah bukan saja sebagian tarian pedang biasa, sebagaimana di negeri-negeri Arab selain Arab Saudi. Namun juga ‘ardah adalah sebuah imaji yang membentuk Arab Saudi.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun