Puisi Hal Al-‘Auja ini menyanjungnya sebagai orang yang punya keberanian dan semangat juang yang luar biasa, sehingga lawan-lawannya yang takut dan segan dengannya menyebutnya Al-‘Auja.
‘Ardah kemudian menjadi tradisi Arab Saudi, setiap tahun, saat perayaan berdirinya Arab Saudi ‘ardah dilakukan di Riyadh, dipimpin langsung oleh Raja Arab Saudi. Adik-adiknya serta putera mahkota Arab Saudi, serta keluarga besar kerajaan turut ikut ‘ardah. Bukan hanya saat berdirinya Arab Saudi, melainkan juga untuk pernikahan keluarga kerajaan ataupun menyambut tamu kepala negara dari negara lain. Dulu tarian ini dilakukan di sekitar istana, disaksikan khalayak ramai. Belakangan dengan munculnya tv, serta modernisasi kehidupan di Arab Saudi.
Tarian ini dilakukan di gedung pertemuan atau di stadion, lalu disiarkan langsung di TV. Dimana Sang Raja turut menari, diiringi oleh keluarganya dan menteri-menterinya.
Lalu di tingkat provinsi, hingga kota kemudian tarian ini dipimpin oleh gubernur ataupun walikota yang memang mereka juga masih bagian dari keluarga kerajaan. Keunikan ‘ardah ini membuat UNESCO menempatkannya sebagai “Warisan Budaya Takbenda” (UNESCO Intangible Cultural Heritage).
Tarian sejenis ‘ardah ada di berbagai dunia Arab, termasuk juga di Hadhramaut yang merupakan tanah Nenek Moyang etnis Arab di Indonesia; termasuk tanah Nenek Moyang saya sendiri.
Di Hadhramaut tarian semacam ini disebutnya tari samar, tarian ini sekarang ditarikan untuk acara pernikahan. Di berbagai negara Arab, banyak para pemimpin Arab baik itu dari negara berbentuk kerajaan ataupun republik turut memeriahkan tarian pedang ini. Bedanya di negara-negara Arab berbentuk republik umumnya tariannya menggunakan senapan, seperti di Irak pada masa Saddam Hussein.
Saddam Hussein biasanya menembakkan AK-47 atau shotgun atau bisa juga senapan (riffle) baru ia ikut menari, para penarinya biasanya adalah anak buahnya bersama Saddam sendiri ikut menari di tengah kerumunan bersama rakyat.
Mengapa di negara republik tarian ini menggunakan senapan? Jawabannya jelas agar menunjukkan bahwa mereka merupakan rezim yang lebih modern dan revolusioner serta berpikiran maju, ketimbang negara-negara kerajaan Arab yang dianggap mereka kontra-revolusioner.
Di berbagai negara kerajaan Arab seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, dll – mereka masih melakukan ‘ardah, namun untuk acara seremoni kenegaraan. Tarian ini yang semula untuk perang, fungsinya berubah untuk menjadi tarian di acara pernikahan Arab dan juga untuk menyambut tamu kenegaraan, serta untuk merayakan hari nasional suatu negara.
Tarian ini menarik perhatian publik, ketika Donald Trump disambut dengan ‘ardah oleh Raja Salman bin Abdul Azis Al-Saud, kemudian Trump ikut menari pedang bersama rombongannya dalam kunjungan diplomatik ke Arab Saudi 2017. Trump saat itu mengaku senang karena dirinya disambut dengan ‘ardah, ia menyebut tarian pedang tersebut sebagai sebuah tarian yang unik dan indah.
Memang sebagai sebuah tradisi, ‘ardah pun memiliki nilai dan maksud politis. Tidak banyak orang yang memahami ini, namun saya melihat ini sebagaimana teori semiotika, Roland Barthes dan menemukan hal ini.