Mohon tunggu...
Irsyad Mohammad
Irsyad Mohammad Mohon Tunggu... Sejarawan - Pengurus PB HMI, Pengurus Pusat Komunitas Persatuan Penulis Indonesia (SATUPENA), dan Alumni Ilmu Sejarah UI.

Seorang aktivis yang banyak meminati beragam bidang mulai dari politik, sejarah militer dan sejarah Islam hingga gerakan Islam. Aktif di PB HMI dan Komunitas SATUPENA. Seorang pembelajar bahasa dan sedang mencoba menjadi poliglot dengan mempelajari Bahasa Arab, Belanda, Spanyol, dan Esperanto.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memahami Tarian Pedang Cristiano Ronaldo: Suatu Analisa Semiotika

16 Oktober 2023   17:54 Diperbarui: 19 Oktober 2023   13:32 1159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puisi Hal Al-‘Auja ini menyanjungnya sebagai orang yang punya keberanian dan semangat juang yang luar biasa, sehingga lawan-lawannya yang takut dan segan dengannya menyebutnya Al-‘Auja

‘Ardah kemudian menjadi tradisi Arab Saudi, setiap tahun, saat perayaan berdirinya Arab Saudi ‘ardah dilakukan di Riyadh, dipimpin langsung oleh Raja Arab Saudi. Adik-adiknya serta putera mahkota Arab Saudi, serta keluarga besar kerajaan turut ikut ‘ardah. Bukan hanya saat berdirinya Arab Saudi, melainkan  juga untuk pernikahan keluarga kerajaan ataupun menyambut tamu kepala negara dari negara lain. Dulu tarian ini dilakukan di sekitar istana, disaksikan khalayak ramai. Belakangan dengan munculnya tv, serta modernisasi kehidupan di Arab Saudi.

Tarian ini dilakukan di gedung pertemuan atau di stadion, lalu disiarkan langsung di TV. Dimana Sang Raja turut menari, diiringi oleh keluarganya dan menteri-menterinya.

Lalu di tingkat provinsi, hingga kota kemudian tarian ini dipimpin oleh gubernur ataupun walikota yang memang mereka juga masih bagian dari keluarga kerajaan. Keunikan ‘ardah ini membuat UNESCO menempatkannya sebagai “Warisan Budaya Takbenda” (UNESCO Intangible Cultural Heritage).

Tarian sejenis ‘ardah ada di berbagai dunia Arab, termasuk juga di Hadhramaut yang merupakan tanah Nenek Moyang etnis Arab di Indonesia; termasuk tanah Nenek Moyang saya sendiri.

Di Hadhramaut tarian semacam ini disebutnya tari samar, tarian ini sekarang ditarikan untuk acara pernikahan. Di berbagai negara Arab, banyak para pemimpin Arab baik itu dari negara berbentuk kerajaan ataupun republik turut memeriahkan tarian pedang ini. Bedanya di negara-negara Arab berbentuk republik umumnya tariannya menggunakan senapan, seperti di Irak pada masa Saddam Hussein.

Saddam Hussein biasanya menembakkan AK-47 atau shotgun atau bisa juga senapan (riffle) baru ia ikut menari, para penarinya biasanya adalah anak buahnya bersama Saddam sendiri ikut menari di tengah kerumunan bersama rakyat.

Mengapa di negara republik tarian ini menggunakan senapan? Jawabannya jelas agar menunjukkan bahwa mereka merupakan rezim yang lebih modern dan revolusioner serta berpikiran maju, ketimbang negara-negara kerajaan Arab yang dianggap mereka kontra-revolusioner.

Di berbagai negara kerajaan Arab seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, dll – mereka masih melakukan ‘ardah, namun untuk acara seremoni kenegaraan. Tarian ini yang semula untuk perang, fungsinya berubah untuk menjadi tarian di acara pernikahan Arab dan juga untuk menyambut tamu kenegaraan, serta untuk merayakan hari nasional suatu negara.

Tarian ini menarik perhatian publik, ketika Donald Trump disambut dengan ‘ardah oleh Raja Salman bin Abdul Azis Al-Saud, kemudian Trump ikut menari pedang bersama rombongannya dalam kunjungan diplomatik ke Arab Saudi 2017. Trump saat itu mengaku senang karena dirinya disambut dengan ‘ardah, ia menyebut tarian pedang tersebut sebagai sebuah tarian yang unik dan indah.

Memang sebagai sebuah tradisi, ‘ardah pun memiliki nilai dan maksud politis. Tidak banyak orang yang memahami ini, namun saya melihat ini sebagaimana teori semiotika, Roland Barthes dan menemukan hal ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun