Mohon tunggu...
Irsyad Mohammad
Irsyad Mohammad Mohon Tunggu... Sejarawan - Pengurus PB HMI, Pengurus Pusat Komunitas Persatuan Penulis Indonesia (SATUPENA), dan Alumni Ilmu Sejarah UI.

Seorang aktivis yang banyak meminati beragam bidang mulai dari politik, sejarah militer dan sejarah Islam hingga gerakan Islam. Aktif di PB HMI dan Komunitas SATUPENA. Seorang pembelajar bahasa dan sedang mencoba menjadi poliglot dengan mempelajari Bahasa Arab, Belanda, Spanyol, dan Esperanto.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Suara Muhammadiyah Menurun? Suatu Analisa Komperehensif

10 Oktober 2023   16:16 Diperbarui: 10 Oktober 2023   18:10 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Muhammadiyah. Sumber gambar: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Berkas:Logo_Muhammadiyah.svg

Argumen yang menentang praktek-praktek TBC terdapat rasionalisasinya dan yang mendukung pun juga punya rasionalisasinya. Yang jelas pada sebelum berdirinya Muhammadiyah, banyak orang yang mengamalkan tahlilan tanpa tahu dalilnya, sehingga banyak orang yang berasal dari keluarga miskin memaksakan diri melakukan tahlilan padahal warisan yang diberikan hanya pas-pasan. Mereka tahunya ini kewajiban agama, padahal bukan. K.H. Ahmad Dahlan punya niat memberangus praktek tahlilan karena melihat banyak orang miskin yang habis hartanya lantaran mereka melakukan tahlilan. Soal tahlilan sendiri pada akhirnya situasional juga, kalau dilakukan gak apa dan kalau enggak juga tidak apa-apa asalkan yang meninggal kita doakan.

Pemikiran semacam Muhammadiyah ini di kemudian hari kita kenal sebagai gerakan modernis Islam atau gerakan pembaharuan Islam, pembahasan lebih lanjut soal ini ada pada Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900 -- 1942 (1982) yang ditulis oleh Deliar Noer. Selain Muhammadiyah muncul juga Persatuan Islam (Persis) yang berdiri pada 1923, Persatuan Umat Islam (PUI) di Sukabumi pada 1917, Al-Irsyad pada 1914 di Jakarta. 

Gerakan-gerakan modernis Islam selain Muhammadiyah ini, pada umumnya memiliki misi yang hampir serupa dan juga memurnikan Islam dari pengaruh TBC menjadi tema utama gerakannya. Bermunculannya banyak organisasi modernis Islam yang membid'ahkan dan menyesatkan banyak praktek peribadatan yang dilakukan oleh kalangan pesantren membuat jengah para kyai-kyai pesantren, akhirnya mereka merespon kencangnya dakwah gerakan modernis Islam ini dengan mendirikan Nahdlatul Ulama (1926) di Surabaya.

Munculnya berbagai gerakan pembaharuan Islam ini memicu resistensi dari kalangan ulama dan pesantren yang mewaspadai munculnya gejala wahhabisme dari kaum Islam modernis ini. Terlebih banyak kelompok-kelompok modernis ini menyerukan untuk tidak bermazhab dan taqlid buta pada satu mazhab, sedangkan banyak kalangan pesantren yang menganut ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (Sunni) dengan mazhab fiqih Syafi'i, mazhab kalam (teologi) Asy'ari, dan tasawuf Al-Ghazali. Reaksi awal kelompok-kelompok yang menentang ide modernisasi Islam ini mulanya sangat reaktif, wajar saja karena saat Kota Mekkah dan Madinah ditaklukkan pada tahun 1924 oleh pasukan Ibn Saud yang beraliran wahhabi, banyak ulama beraliran non-wahhabi yang dibunuh termasuk ulama dari Indonesia. 

Oleh karenanya Nahdlatul Ulama (NU) didirikan sebagai respon atas penaklukan Kota Mekkah dan Madinah oleh kaum wahhabi. Pengaruh ajaran wahhabi memang ada dalam gerakan modernis Islam, sebab mereka membahas hal yang kurang lebih sama dengan wahhabi dalam hal pemurnian Islam dari unsur-unsur tidak Islami. Juga banyak literatur wahhabi turut diterjemahkan juga ke Bahasa Indonesia, serta buku-buku tokoh modernis Islam dari Timur Tengah seperti Sayyid Jamaluddin Al-Afghani, Syekh Muhammad Abduh, dan Sayyid Rasyid Ridha. Sehingga ada kekhawatiran modernisme Islam di Indonesia membawa ajaran wahhabisme. Di kemudian hari kelompok-kelompok yang menentang ide modernisme Islam ini, seperti NU, Nahdlatul Wathan (NW), Jami'at Kheir, seringkali dianggap sebagai kelompok Islam tradisionalis.

Dalam perjalanannya kelompok modernis Islam dengan kelompok Islam tradisionalis pada mulanya memang beberapa kali bergesekan, namun pada akhirnya mereka mulai bersatu dan memperjuangkan kemerdekaan Islam sebagai cita-cita bersama. Hal ini juga terjadi karena pada tahun 1943, ketika Jepang menjajah Indonesia kemudian Jepang mempersatukan semua ormas Islam dalam wadah federasi ormas Islam, Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), yang diketuai oleh K.H. Hasyim Asy'arie (pendiri NU) yang di kemudian hari pasca kemerdekaan berubah menjadi partai. 

Tujuan pendirian Masyumi untuk menghimpun kekuatan umat Islam demi kemenangan Perang Asia Timur Raya (1937 -- 1945), hal ini dibahas dengan baik oleh Harry J. Benda dalam bukunya Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam di Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang (1980). Penyatuan secara paksa ini oleh Jepang ini turut membuat kelompok Islam tradisionalis dan Islam modernis ada wadah untuk saling mengenal dan pada akhirnya mereka memiliki satu tujuan bersama Indonesia merdeka.

Pasca kemerdekaan hubungan antara gerakan modernis dengan tradisionalis Islam mengalami pasang surut, awal muncul konflik karena NU tidak diberi jabatan Menteri Agama pada Kabinet Wilopo (1952 -- 1953). Masyumi tidak menghendaki memberikan Kementerian Agama kepada NU, sedangkan NU merasa harus mempertahankan Kementerian Agama untuk melindungi praktek tradisionalis Islam dari derasnya arus modernis Islam di Masyumi. Oleh karena NU tidak diberi kemudian NU keluar dari Masyumi dan membentuk partai sendiri, partai NU menang urutan no.3 setelah Masyumi yang menempati urutan no.2 di Pemilu 1955. 

Setelahnya hubungan antara kelompok Islam tradisionalis dan modernis mengalami pasang surut hingga sekarang. Namun relatif antara kelompok tradisionalis dan modernis sudah ada saling tenggang rasa, kelompok modernis sendiri sudah mengalami moderasi dan bisa menerima praktek-praktek yang sebelumnya dianggap TBC. Kurang lebih sikap kelompok modernis sekarang: "Kami meyakini tidak melakukan tahlilan, talqin, qunut, dll. Cuma kalau mau ada yang melaksanakan, monggo silahkan. Itu semua keyakinan masing-masing, selama masih Islam jangan saling menyesatkan dan mengkafirkan." 

Sikap moderat pun dilakukan oleh kelompok tradisionalis, Banser NU turut menjaga keamanan pelaksanaan sholat Idul Fitri yang dilakukan Muhammadiyah di sejumlah kota, hal ini terjadi ketika NU dan Muhammadiyah melakukan sholat ied di tanggal berbeda. Jadi bisa kita simpulkan gerakan modernis Islam telah mengalami moderasi serta sudah jauh meninggalkan semangat memurnikan ajaran Islam dari pengaruh TBC.

Pasca Reformasi kelompok Islam transnasional seperti salafi/wahhabi, Ikhwanul Muslimin (IM) atau mewujud di Indonesia sebagai Gerakan Tarbiyah yang menjadi cikal bakal PKS, Hizbut Tahrir (kini sudah dibubarkan), Salafi Jihadi (Taliban, ISIS, Al-Qaeda). Mereka mengusung tema-tema yang sebelumnya diusung oleh kelompok modernis Islam, seperti memurnikan Islam dari TBC dan juga semangat Pan-Islamisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun