NU malahan naik. Dalam video youtube dari akun Orasi Denny JA, dapat kita saksikan Denny JA memaparkan data survei dari lembaganya tentang penurunan massa Muhammadiyah dan naiknya massa NU.Â
Dalam hasil temuan survei LSI Denny JA terdapat satu hasil temuan survei yang menarik, dalam kurun waktu 20 tahun terakhir mereka yang mengafiliasi dirinya dengan Muhammadiyah menurun dan mereka yang mengafiliasi dirinya denganDipaparkan dalam video berjudul Denny JA: NU menaik, Muhammadiyah menurun, Mengapa?, bahwa dalam temuan survei LSI Denny JA jumlah public yang mengafiliasi dirinya dengan Muhammadiyah pada Agustus 2005 ada 9,4% dan pada Agustus 2023 menurun menjadi tinggal 5,70%. Hal berbeda terjadi pada NU yang mengalami kenaikan signifikan dari sebelumnya pada Agustus 2005 ada 27,5% yang mengafiliasi dirinya dengan NU, maka pada Agustus 2023 naik menjadi 56,9% orang yang mengafiliasi dirinya dengan NU.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Padahal Muhammadiyah dan NU sama-sama berdiri di zaman kolonial Belanda, Muhammadiyah berdiri pada 18 November 1912 dan Nahdlatul Ulama (NU) berdiri pada 31 Januari 1926. Namun mengapa Muhammadiyah yang berdiri lebih dahulu bisa kalah dari segi massa dengan NU? Malahan Muhammadiyah yang menghasilkan banyak tokoh bangsa, belakangan secara pengaruh mulai disalip oleh NU. Padahal pada awal kemerdekaan beberapa tokoh bangsa ini malahan menjadi kader Muhammadiyah, seperti: Bung Karno, Haji Agus Salim, Ki Bagus Hadikusumo, Siti Walidah, Jenderal Sudirman, Ir. Djuanda, Fatmawati.Â
Jejak Bung Karno sendiri di Muhammadiyah sangat jelas, Bung Karno menjadi pengurus Muhammadiyah di Bengkulu ketika ia dibuang ke sana oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Selama di sana Bung Karno aktif di Muhammadiyah, bahkan sampai dapat istri dari Muhammadiyah, Ibu Fatmawati yang merupakan anak tokoh Muhammadiyah Bengkulu. Bung Karno menganggap Muhammadiyah membawakan ajaran Islam yang progresif pada masanya.
Kiprah Muhammadiyah di negeri ini sangat besar bahkan hingga awal Reformasi, gerakan Reformasi digerakkan oleh Prof. Dr. Amien Rais yang saat itu adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah. Hingga kemudian gerakan ini didukung oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang saat itu menjabat sebagai Ketum NU, juga oleh bergai tokoh intelektual, aktivis, dan banyak politisi pada masa itu. Selain di bidang politik peran Muhammadiyah dalam bidang sosial dan kemasyarakatan sangat terasa, Muhammadiyah memiliki banyak sekali universitas, rumah sakit, tk hingga SMA, juga pesantren.
Namun pasca Pemilu 2004, sebagaimana dikutip dari data survei LSI Denny JA -- suara Muhammadiyah menurun. Survei tersebut tidak menjelaskan mengapa penurunan ini bisa terjadi? Ada beberapa penyebab mengapa suara Muhammadiyah bisa menurun, namun penyebab yang paling utama adalah Muhammadiyah kehilangan tema, sebab tema perjuangannya kemudian diambil alih oleh gerakan Islam transnasional (Salafi/Wahhabi, Tarbiyah/Ikhwanul Muslimin, dll) yang kebetulan memiliki kemiripan ajaran dengan Muhammadiyah dan mereka lebih militan mendakwahkan ajarannya. Selain itu juga ada beberapa faktor lain yang akan kita bahas lebih lanjut.
Quo Vadis Muhammadiyah: Dilema dan Tantangan.Â
Kita akan mendeskripsikan beberapa faktor menurunnya suara Muhammadiyah dari 2004 -- 2023, beberapa faktor tersebut ialah:
1. Muhammadiyah kehilangan tema dan basis massanya diambil oleh kelompok Islam transnasional. Sejak berdirinya pada tahun 1912 di Yogyakarta, Muhammadiyah memiliki raison d'etre memurnikan ajaran Islam dari pengaruh Takhayul, Bid'ah, dan Churofat (TBC) dan juga memodernisasi serta memajukan kehidupan umat Islam yang tertinggal oleh peradaban barat melalui modernisasi pendidikan, kebudayaan, dan ibadah sosial yang diwujudkan melalui tafsir Surah Al-Ma'un tentang menyantuni anak yatim.Â
Jadi ibadah bukan saja melulu soal sholat, namun juga ditekankan bagi orang yang sholat hendaknya mewujudkan ibadah ritualnya dalam kehidupan sosial dan mengangkat kaum mustadh'afin (kaum tertindas). Muhammadiyah menjadi pelopor pendidikan Islam modern dengan mendirikan sekolah dengan kurikulum agama namun juga memasukan pendidikan non-agama seperti matematika, bahasa Inggris, sejarah, sains, dll. Pada masa berdirinya Muhammadiyah pendidikan agama masih didominasi oleh pesantren tradisional, serta materi pembelajaran masih sebatas pelajaran agama.
Muhammadiyah meyakini penyebab ketertinggalan umat Islam di Indonesia karena banyak praktek keberislaman yang terpengaruh oleh TBC. Praktek TBC yang dimaksud ialah pengkeramatan kuburan, taqlid buta kepada kyai, talqin, tahlilan, tawasul, maulidan, dll. Soal praktek yang dituding TBC ini, saya sendiri menyerahkan kepada masing-masing keyakinan pembaca.Â