Sentralisasi ekonomi perkotaan seperti halnya Jakarta berdampak langsung pada tekanan kondisi ekonomi yang sulit, keterbatasan lapangan pekerjaan, serta masalah lingkungan seperti bencana alam dan degradasi lahan di pedesaan mendorong masyarakat untuk pindah ke Jakarta. Faktor ini sering kali menjadi pemicu utama migrasi dari wilayah pedesaan.
- Urbanisasi Informal Melalui Media Digital
Era digitalisasi dan globalisasi telah memutus berbagai batasan-batasan akses informasi bagi seluruh masyarakat yang terhubung secara maya. Media massa dan media sosial sering kali mempromosikan gemerlap kota Jakarta sebagai kota penuh peluang. Gambaran ini memengaruhi persepsi masyarakat desa tentang kemajuan di kota, yang akhirnya mendorong urbanisasi, meskipun dalam kehidupan realitasnya tidak selalu sesuai dengan apa yang di bayangkan.
Dampak Buruk Urbanisasi Berlebihan di Jakarta
Urbanisasi yang terjadi dari waktu ke waktu di Jakarta telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari transformasi kota ini menjadi pusat ekonomi dan budaya nasional. Tentunya sebagai kota yang dicita-citakan oleh jutaan penduduknya, terdapat banyak harapan pemenuhan kehidupan untuk setiap orang di dalamnya. Namun, seiring dengan bertambahnya penduduk, berbagai dampak yang signifikan muncul, memengaruhi kehidupan masyarakat dan keberlanjutan kota. Disampaikan oleh Harahap (2013) bahwasanya “over urbanisasi” terjadi di mana persentase penduduk kota yang sangat besar yang tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi. Kepadatan penduduk menyebabkan masalah seperti kemacetan, polusi udara, banjir, serta tekanan terhadap fasilitas umum dan layanan publik. Beberapa implikasi dalam bidang aspek lingkungan, sosial, ekonomi, dan infrastruktur yang ditimbulkan dari masifnya laju urbanisasi sebagai berikut:
- Kepadatan Penduduk dan Pemukiman Kumuh
Jakarta diketahui merupakan salah satu kota terpadat di dunia, dengan jumlah penduduk yang terus bertambah setiap periodenya akibat dari urbanisasi. Kepadatan ini menyebabkan tekanan luar biasa pada ruang pemukiman, terutama bagi pendatang dengan ekonomi terbatas. Banyak dari mereka tinggal di kawasan padat penduduk seperti kampung-kampung kota atau pemukiman informal di bantaran sungai dan pinggir rel kereta. Pemukiman kumuh, begitulah kawasan tersebut dikenal, Fauzi (2024) menjelaskan bahwa kawasan kumuh merupakan kawasan padat yang tidak tertata dan memilik tingkat sanitasi yang rendah. Pemukiman ini sering kali kekurangan akses ke fasilitas dasar seperti air bersih, dan listrik, sehingga memperburuk kualitas hidup penduduk di dalamnya.
- Rutinnya Kemacetan Lalu Lintas
Kemacetan di Jakarta bukan hal yang baru, agenda ini telah terjadi dengan intensitas yang sangat sering. Kemacetan ini menjadi cerminan nyata dampak yang ditimbulkan dari urbanisasi yang masif. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor tidak seimbang dengan kapasitas jalan yang tersedia. Pendapat ini diperkuat oleh (Fauzi, 2024), bahwasanya kepadatan penduduk yang tinggi di Jakarta menyebabkan peningkatan permintaan transportasi, kemacetan lalu lintas, dan peningkatan biaya transportasi. Hal ini dapat menurunkan aksesibilitas transportasi, baik dalam hal kemudahan, kecepatan, dan biaya. Setiap hari, jutaan orang bepergian dari daerah penyangga ibu kota seperti Bekasi, Depok, Tangerang, dan Bogor untuk bekerja di Jakarta, yang semakin membebani sistem transportasi kota. Meski pemerintah telah membangun infrastruktur moda transportasi umum seperti MRT, LRT, dan jalan tol, permasalahan ini tetap muncul dan menjadi tantangan besar yang memengaruhi produktivitas masyarakat dan menyebabkan kerugian dalam bidang ekonomi dan lingkungan yang signifikan.
- Permasalahan Polusi dan Sampah di Jakarta
Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi, Jakarta menghadapi tantangan besar dalam hal polusi udara dan pengelolaan sampah. Emisi dari kendaraan bermotor, pabrik, dan pembakaran sampah berkontribusi pada kualitas udara yang buruk, menjadikan Jakarta salah satu kota dengan tingkat polusi tertinggi di dunia. Januari (2024) menyampaikan bahwa Jumlah sampah di kota-kota besar dan wilayah metropolitan meningkat secara eksponensial, berkontribusi terhadap degradasi kualitas lingkungan. Namun, peningkatan produksi sampah tidak diimbangi dengan sistem pengelolaan yang efektif, berdasarkan Data Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta menyatakan bahwa Jakarta menghasilkan lebih dari 6.000 ton sampah setiap hari, tetapi hanya sekitar 50% yang dapat terkelola dengan baik.
- Bencana Alam Tahunan
Banjir adalah masalah klasik tahunan yang dihadapi Jakarta, dan dampak dari urbanisasi memperburuk situasi ini. Banyak kawasan hijau dan daerah resapan air telah beralih fungsi menjadi kawasan permukiman atau komersial. Selain itu, pemukiman ilegal di bantaran sungai sering menyebabkan pendangkalan dan penyumbatan aliran air. Ditambah lagi, curah hujan yang tinggi akibat perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut semakin memperburuk risiko banjir di kota ini. Harahap (2013) menjelaskan bahwa para urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman maupun lahan berdagang mereka. Hal ini tentunya akan membuat lingkungan tersebut yang seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi penyebab terjadinya banjir.
- Meningkatnya Kesenjangan Sosial dan Ekonomi
Dengan banyaknya kegiatan perekonomian yang tidak terdistribusi merata, menciptakan jurang kesenjangan yang mencolok di Jakarta. Di satu sisi, terdapat kelompok masyarakat yang menikmati fasilitas modern dan gaya hidup perkotaan, sementara di sisi lain, banyak penduduk kota yang hidup di bawah garis kemiskinan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prasodjo (2018), mencatat bahwa urbanisasi di Indonesia menyumbang lebih dari 50% kesenjangan tingkat nasional, yang mana semakin tinggi penduduk perkotaan, maka akan meningkatkan ketimpangan. Dampak dari ketimpangan ini menciptakan tantangan sosial, yang mengarah pada tingkat kriminalitas dan kerentanan sosial.
- Tekanan pada Infrastruktur dan Layanan Publik
Urbanisasi yang tidak terkelola dengan baik memberikan tekanan besar pada infrastruktur dan layanan publik di Jakarta. Rumah sakit, sekolah, transportasi umum, dan pasokan air bersih sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan penduduk yang terus bertambah. Misalnya, antrean panjang di fasilitas kesehatan atau sekolah yang kelebihan kapasitas adalah pemandangan umum di kota ini.
- Menurunnya Daya Dukung Lingkungan
Pertumbuhan perkotaan yang pesat sering mengabaikan prinsip keberlanjutan. Penebangan hutan kota, pencemaran air, serta hilangnya habitat alami telah mengurangi kualitas lingkungan di Jakarta. Sungai-sungai utama seperti Ciliwung dan Pesanggrahan tercemar oleh limbah domestik dan industri, mengancam kesehatan ekosistem lokal. Menurut Simamora (2024) dalam penelitiannya menyatakan bahwa urbanisasi menyebabkan degradasi lahan hijau, peningkatan polusi, dan risiko bencana seperti banjir. Lebih lanjut Ia menyampaikan bahwasanya terjadi konversi lahan hijau menjadi area permukiman atau industri, yang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan dan meningkatnya polusi udara serta air dari urbanisasi di perkotaan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!