Mempertahankan tidaklah semudah ketika meraih. Hal ini sedang dirasakan oleh sang juara bertahan Liga Inggris, Liverpool. The Reds kini tengah dalam situasi yang cukup sulit. Mereka baru saja menelan kekalahan keempatnya secara beruntun di Liga setelah dibungkam di rumah sendiri, Anfield, oleh rival sekota Everton dengan skor 0-2.Â
Sumbangan gol dari Richarlison dan Gylfi Sigurdsson tersebut cukup untuk membuat Liverpool semakin terpuruk dengan berada di posisi enam klasemen sementara dengan 40 poin dari 25 laga dengan catatan 11 di antaranya berakhir dengan kemenangan, lalu 7 kali imbang, dan 7 laga sisanya berakhir dengan kekalahan. Tentunya hasil ini tidaklah baik bagi Liverpool yang notabene merupakan juara bertahan Liga Inggris, setelah beberapa musim terakhir cukup impresif dengan berhasil menyabet gelar Liga Champions-nya yang ke-6 dan gelar ke-19 Liga Inggris sekaligus yang pertama kalinya sejak 30 tahun silam.
Bisa dikatakan Liverpool mengalami penurunan yang cukup tajam jika dibandingkan dengan musim sebelumnya. Masih segar di ingatan kita bahwa betapa superiornya The Reds di musim lalu, di mana mereka baru menelan kekalahan pertamanya di Liga pada awal Maret setelah dibenamkan oleh tim yang kemudian harus terperosok ke divisi Championship, Watford dengan skor 3-0.Â
Pada akhirnya pun skuad asuhan Jurgen Klopp hanya menderita tiga kekalahan sepanjang musim, dan dua di antaranya pun terjadi setelah mereka memastikan gelar Liga Inggris ke-19-nya, yaitu kalah 4-0 di markas Manchester City dan kalah 2-1 di Stadion Emirates-nya Arsenal. Jika dibandingkan dengan musim ini, di mana liga masih menyisakan 13 laga, tim yang bermarkas di Anfield ini sudah mengemas tujuh kekalahan. Bahkan empat di antaranya diperoleh secara beruntun. Lebih parahnya lagi, tiga laga terakhir yang berlangsung di kandang mereka, Anfield yang dikenal cukup angker pun berakhir dengan kekalahan (lawan Brighton and Hove Albion, Manchester City, dan Everton).
Cedera di Lini Belakang Yang Membawa Malapetaka
Sebetulnya, penurunan dari Liverpool ini sudah terlihat sejak Liga Inggris kembali digulirkan pada Juni 2020 lalu setelah jeda akibat Pandemi COVID-19 yang mulai merebak di Inggris ketika itu. Walau demikian, mereka tetap menjadi juara pada akhirnya karena "tabungan poin" mereka yang cukup banyak sejak awal musim. Bahkan ketika liga kembali berjalan mereka masih hanya memiliki satu kekalahan dan gap sekitar 22 poin dengan posisi kedua pada musim tersebut, Manchester City, sehingga, pada saat itu bisa dikatakan hanya tinggal menunggu waktu saja untuk memastikan Liverpool memenangkan gelar Liga Inggris pada musim tersebut.
Penurunan tersebut makin berasa di musim ini. Kekalahan telak mereka atas Aston Villa dengan skor 7-2 cukup mengagetkan pencinta sepak bola ketika itu. Bisa dibilang, itu kekalahan yang cukup memalukan bagi sebuah tim yang berlabelkan juara bertahan. Walau demikian, itu bukanlah musibah terbesar yang dimiliki Liverpool. Musibah terbesar bagi The Reds justru baru dimulai pada pertandingan setelahnya, yaitu ketika melawat ke Goodison Park untuk berjumpa dengan Everton.
Laga yang kemudian berakhir sama kuat dengan skor 2-2 ini diwarnai dengan tekel "horor" dari penjaga gawang Everton, Jordan Pickford yang menerjang bek andalan Liverpool, Virgil van Dijk.Imbas tekel yang banyak dikatakan merupakan tekel yang berbahaya ini membuat van Dijk menderita cedera ACL yang kemudian berefek pada absennya ia hingga akhir musim ini.
Cederanya pemain asal Belanda ini tentunya cukup membuat kehilangan bagi lini belakang dari The Reds. Kita masih ingat begitu diandalkannya pemain ini pada musim lalu, sehingga pada akhirnya ikut berkontribusi membawa Liverpool merengkuh gelar juara Liga Inggrisnya, serta hanya membuat Liverpool kebobolan 33 gol saja, yang merupakan jumlah kebobolan terendah di musim itu.
Masalah tak berakhir sampai di situ saja, bek-bek lain yang biasa mendampingi Virgil van Dijk di sisi pertahanan Liverpool pun kemudian ikut terkena cedera, seperti Joe Gomez dan Joel Matip. Mungkin di musim lalu masih ada Dejan Lovren yang bisa dijadikan pengganti apabila di antara tiga pemain ini ada yang mengalami cedera. Akan tetapi, musim ini Dejan Lovren telah berpindah menuju Zenit st. Petersburg di Rusia. Tidak adanya pengganti dari Lovren yang didatangkan oleh manajemen pada bursa transfer musim panas kemarin membuat stok pemain belakang yang tersedia menipis (dan makin menipis setelah tiga bek tengah utama mereka cedera).
Ketidakhadiran tiga bek tengah utama mereka tentunya coba disiasati oleh Jurgen Klopp. Beberapa pemain muda coba diorbitkan oleh Klopp, seperti Neco Williams, Nathaniel Phillips, dan Rhys Williams. Selain itu, pada beberapa pertandingan ke belakang, Liverpool mencoba untuk bermain dengan dua bek "darurat", yaitu Jordan Henderson dan Fabinho. Faktor pengalaman mungkin bisa dijadikan alasan mengapa pada akhirnya dua pemain ini yang dicoba untuk mengisi kekosongan di lini belakang Liverpool, khususnya pada laga-laga besar seperti ketika mereka menjamu Manchester City pada awal Februari ini.Â
Akan tetapi, eksperimen yang dilakukan Jurgen Klopp ini tidak membuahkan hasil yang maksimal. Karena pemain-pemain pengganti yang coba digunakan Klopp ini belum memiliki pengalaman, sehingga kerap kali masih melakukan kesalahan, lalu bek darurat yang dicoba Klopp pun tidak bermain dengan baik karena memang bukan posisi aslinya.
Selain itu, pada jendela transfer musim dingin yang baru saja berakhir, Liverpool terpaksa merogoh koceknya guna menambal "lubang" di lini belakang mereka dengan meminjam Ozan Kabak dari Schalke 04 disertai dengan opsi pembelian serta membeli Ben Davies dari Preston North End yang berada di divisi Championship.Â
Banyak yang mengatakan ini adalah sebuah panic buying yang dilakukan oleh Liverpool. Kendati demikian, tetap saja kita tidak bisa menargetkan performa yang tinggi dari mereka berdua, mengingat Ozan Kabak masih amat muda dan Ben Davies berasal dari liga yang merupakan kasta di bawah Liga Inggris. Bahkan, Ozan Kabak sempat melakukan eror yang berujung gol pada saat Liverpool dikalahkan Leicester City dengan skor 1-3, sedangkan Ben Davies masih belum dapat menit bermain hingga saat ini karena cedera.
Lini Depan Liverpool Yang Tumpul Membuat Mereka Makin Terpuruk
Bagi tim yang memiliki masalah di lini pertahanan, jika mereka masih ingin memenangkan pertandingan, maka kuncinya adalah mencetak gol sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan kebobolan mereka. Karena di liga, menang 4-3 dan menang 10-0 pun akan tetap dihitung tiga poin, sehingga, yang paling penting adalah tim tersebut harus mampu memenangkan pertandingan sebanyak mungkin.Â
Terlebih bagi Liverpool yang menyandang status juara bertahan dan tentunya mereka ingin mempertahankan gelar liga sekaligus menyamai torehan gelar mereka dengan rival abadi Manchester United yang telah mengoleksi 20 gelar sejauh ini.
Sebetulnya, pasca kehilangan van Dijk, Liverpool pun masih dapat memenangkan pertandingan dan bahkan masih menduduki puncak klasemen sementara. Mohammed Salah dan Sadio Mane yang menjadi tumpuan Liverpool musim ini ditambah hadirnya Diogo Jota menegaskan Liverpool masih baik-baik saja ketika itu. Diogo Jota merupakan sebuah pembelian yang sangat brilian, mengingat Roberto Firmino sejak awal musim ini mengalami penurunan performa. Kontribusinya cukup baik bagi The Reds, ia mencetak beberapa gol, sehingga kehilangan Firmino yang tengah dalam kondisi penurunan ini tidak berpengaruh banyak.
Masalah yang kemudian harus dihadapi oleh Liverpool adalah bagaimana jika lini depan mereka tidak menampilkan performa yang maksimal? Hal inilah yang terjadi beberapa waktu belakangan. Sejak kemenangan telak mereka atas Crystal Palace dengan skor 7-0 pada pertengahan Desember lalu, praktis mereka cukup sulit untuk meraih kemenangan pada 11 laga selanjutnya di liga. Mereka hanya mampu mencatatkan kemenangan atas Spurs dan West Ham dengan skor yang sama, 3-1, sisanya berakhir dengan tiga hasil imbang, dan enam kekalahan. Dalam 11 laga itu, mereka hanya mampu mencetak 9 gol.Â
Dari sini dapat disimpulkan bahwa ada masalah di lini depan mereka juga. Mohammed Salah, Sadio Mane, dan Roberto Firmino tidak tampil maksimal. Selain itu, Diogo Jota juga sedang dibekap cedera, lalu pemain-pemain lain seperti Divock Origi dan Xherdan Shaqiri pun juga dirasa tidak memberikan impact yang besar. Tidak maksimalnya lini depan ini bisa dikatakan juga berpengaruh pada kekalahan mereka. Bahkan, Jurgen Klopp sendiri pun mengamini bahwa lini depannya tidak cukup baik atau klinis setelah post-match interview pada laga kontra Everton kemarin.
Pentingnya Kedalaman Skuad Yang Harusnya Dimiliki Oleh Tim Sekelas Liverpool
Bagi sebuah tim yang bermain dengan intensitas tinggi, kedalaman skuad yang cukup baik rasa-rasanya merupakan hal yang mutlak. Kita tahu bahwa Liverpool bermain di empat kompetisi. Selain itu, gaya bermain mereka yang mengandalkan gegenpressing juga cukup menguras stamina. Lalu, keadaan Pandemi COVID-19 yang cukup membuat jadwal pertandingan menjadi lebih padat sehingga jarak antar pertandingan bisa dikatakan cukup pendek. Hal ini menuntut mereka untuk selalu menampilkan yang terbaik di lapangan jika mereka ingin memenangkan laga.
Salah satu cara yang bisa dilakukan agar mereka bisa selalu tampil baik adalah dengan melakukan rotasi. Akan tetapi, rotasi bisa berjalan dengan baik jika kedalaman skuad yang dimiliki pun juga cukup baik. Sayangnya, Liverpool tidak mempunyai hal tersebut. Memang benar, mereka berhasil merengkuh gelar juara di musim lalu dengan komposisi skuad yang bisa dibilang praktis sama dengan musim ini, tetapi, di musim lalu mereka tidak mendapatkan badai cedera seperti sekarang.Â
Bahkan, pemain seperti Virgil van Dijk di musim lalu saja selalu tampil dalam seluruh pertandingan di liga yang berjumlah 38 laga. Lain halnya dengan saat ini, di mana ia hanya tampil pada 5 laga saja sebelum akhirnya harus menepi akibat cedera yang dialaminya. Selain itu, hampir sepanjang musim lini depan mereka juga cukup konsisten penampilannya.
Klopp yang harus mengorbitkan beberapa pemain muda serta menampilkan duet bek darurat saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa skuad yang dimiliki Liverpool ini sebetulnya tidaklah seimbang antar lapis pertama maupun lapis kedua.Â
Hal ini makin terbukti ketika lini depan Liverpool sendiri ikut-ikutan mempunyai masalah berupa inkonsistensi sekarang ini. Dua hal yang saat ini terjadi rasa-rasanya cukup disayangkan bagi tim juara bertahan seperti Liverpool.
Liverpool masih memiliki kans untuk juara, andaikan lini depan mereka bisa segera kembali membuat performa yang maksimal serta terus menang pada laga sisa. Itu saja pun tidak cukup, karena harus dibarengi keberuntungan jika tim-tim yang ada di atasnya "terpeleset". Maka, Liverpool harus mencoba menurunkan target mereka. Posisi yang paling realistis saat ini adalah mengincar posisi empat besar yang membuat mereka tetap aman untuk bermain di Liga Champions musim depan.
Sekarang yang harus dilakukan oleh Liverpool adalah mengakhiri musim di posisi empat besar dan harus berbelanja secara besar-besaran pada jendela transfer musim panas mendatang guna memperbaiki kedalaman skuad dari yang ada pada saat ini. Terlebih masih adanya kemungkinan bahwa musim 2021/2022 yang belum akan berubah secara signifikan dalam artian Pandemi COVID-19 yang masih melanda, sehingga, kedalaman skuad merupakan faktor penting bagi sebuah tim dalam mengarungi musim dalam kondisi seperti ini.Â
Manajemen mau tidak mau harus merogoh kocek jika Liverpool ingin kembali berprestasi di musim berikutnya. Tentunya, jika skuad Liverpool dalam kondisi yang baik seperti apa yang terjadi pada musim lalu ditambah dengan kedalaman skuad yang lebih mumpuni daripada apa yang ada sekarang, bukan tidak mungkin The Reds bisa kembali bangkit dan merengkuh gelar pada musim depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H