Awal pekan ini kita disuguhkan kabar bahwa termometer tembak yang digunakan oleh banyak orang saat ini untuk mengukur suhu dianggap berbahaya karena dapat merusak otak.Â
Statement itu disampaikan oleh Ichsanuddin Noorsy. Seorang... pengamat ekonomi. Ya, ekonomi, bukan kesehatan, bukan pula saintis. Ia mengungkapkan itu di salah satu video ketika ia mengobrol bersama Helmy Yahya melalui kanal youtube Helmy Yahya.Â
Hal yang kemudian kadung tersebar melalui Grup Whatsapp yang banyak dikenal sebagai sarang hoaks ini membuat banyak orang percaya akan hal tersebut. Setelah ramai dibahas, kemudian banyak ahli kesehatan seperti dokter bahkan Pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 membantah statement Ichsannudin Noorsy.Â
Hal ini juga ramai diperbincankan di media sosial seperti Twitter khususnya. Walau sudah ada statement dari pemerintah dan ahli-ahli kesehatan, nampaknya (belum ada) klarifikasi langsung dari dua tokoh POLITIKUS dan PENGAMAT EKONOMI tersebut. Sekali lagi, POLITIKUS dan PENGAMAT EKONOMI.
Statement-statement menyesatkan itu berbahaya jika disebarkan ke masyarakat, terlebih jika tidak berdasarkan data dan fakta. Kita tentu tahu bagaimana banyak public figure lain yang juga membuat statement menyesatkan ketika COVID-19 awal-awal menyebar di Indonesia. Saya rasa tak perlu sebut nama, tetapi anda para pembaca tentu mengetahui siapa public figure tersebut.Â
Public figure di Indonesia harusnya memahami bahwa apapun perkataan ia, bagaimana opininya, tentu akan mendapat perhatian luas di masyarakat kita. Tak jarang, bahkan akan diikuti oleh masyarakat kita.Â
Jika, pandangan atau opininya benar, tentu tak akan menjadi masalah, justru akan mendatangkan hal-hal baik ke depannya, tetapi jika opini atau pandangannya salah? Bukannya mendatangkan hal-hal baik, justru akan memperparah keadaan yang ada. Terlebih kita sedang menghadapi pandemi yang skalanya cukup besar.Â
Sudah banyak contoh statement konyol dari para public figure yang diikuti oleh masyarakat yang justru menambah parah kondisi COVID-19 ini, lihatlah jumlah kasus saat ini yang sudah hampir mencapai 90.000 jiwa, bahkan kita sudah melewati Tiongkok untuk hal ini.Â
Oleh karena itu, tolong lah, kepada para public figure di republik ini. Bicara saja sesuai kapasitasnya. Kita semua sedang sama-sama memerangi sesuatu yang amat besar (walau bentuknya kecil). Tolong berikan sesuatu yang baik sesuai dengan kapasitas anda. Apalagi, public figure yang (harusnya) terpelajar memahami bahwa literasi di negeri ini amatlah buruk.Â
Bukan berarti tidak boleh para public figure itu berbicara mengenai COVID-19, tetapi ya hendaknya normatif saja, bahkan jika tidak memahami, lebih baik jika public figure itu mengatakan seperti apa yang Jurgen Klopp katakan justru akan lebih baik dan patut diapresiasi, daripada statementnya salah atau asal-asalan, justru akan berakhir ngawur, konyol, dan terlihat sok tahu.
Selain itu, kita sebagai masyarakat juga harus melihat ketika ada statement-statement yang dikeluarkan, baik itu public figure atau mungkin pejabat. Kita harus melihat, apakah statement itu benar, dan (mungkin) ada data dan faktanya, atau bahkan tidak alias hoaks, misinformasi, ataupun disinformasi.Â