Mohon tunggu...
Irsan Nur Hidayat
Irsan Nur Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Jakarta, Indonesia

Pencinta Sepak Bola yang juga Penikmat Dinamika Politik.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Yang Harus Dicontoh Public Figure Indonesia dari Jurgen Klopp: Berbicara Sesuai Kapasitas

21 Juli 2020   21:42 Diperbarui: 22 Juli 2020   05:38 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: indonesia.liverpoolfc.com

Jurgen Klopp merupakan salah satu pelatih hebat di era ini. Kita bisa lihat bagaimana ia sempat membawa Borrusia Dortmund menjadi juara dua kali berturut-turut. Setelah tak melatih Dortmund, ia pun berlabuh ke Merseyside Merah pada penghujung 2015. Ia pun berjanji bahwa akan mendatangkan trophy ke publik Anfield dalam empat tahun. 

Benarlah pada akhirnya di tahun ke empat, ia sukses membawa Liverpool kembali menjadi raja Eropa setelah pada gelaran sebelumnya dikalahkan Real Madrid. 

Bahkan pada tahun berikutnya alias musim ini, Ia telah sukses meraih trophy Piala Super Eropa, Piala Dunia Antarklub, dan yang terkini adalah Premier League, yang akan diserahkan pada Kamis dinihari waktu Indonesia.

Akan tetapi, saya tak ingin membahas bagaimana Klopp melatih atau membawa progres besar bagi The Reds hingga dijadikannya sebagai salah satu tim yang kembali diperhitungkan, baik di Inggris maupun Eropa. 

Kali ini saya akan membahas sosoknya di luar lapangan. Pada konferensi pers setelah gugurnya Liverpool dari Piala FA sekitar awal Maret lalu, ia ditanya oleh salah satu Reporter, Reporter tersebut menanyakan kepada Klopp yaitu "Apakah anda atau tim anda khawatir terkait penyebaran virus Corona atau bagaimana itu memengaruhi anda?". 

Lalu pria yang identik dengan kacamata dan topinya itu menjawab bahwa "Apa yang saya tidak sukai dalam kehidupan ini adalah hal yang sangat serius. Opini seorang Manajer Sepak Bola sangatlah penting. Saya tidak mengerti itu. Saya benar-benar tidak mengerti itu." 

Selain itu, ia menambahkan juga bahwa kita harus berbicara tentang sesuatu dengan cara yang benar. "politik, virus corona, mengapa saya? Saya hanya memakai topi baseball dan jenggotan!".

Cara Jurgen Klopp menjawab terkait virus corona ini benar-benar patut diapresiasi. Mengapa demikian? Karena ia merasa tidak memiliki kapabilitas untuk memberikan pandangan terkait hal itu. 

Ia hanyalah seorang Manajer Sepak Bola, yang hanya mengerti mengenai teknis Sepak Bola, bagaimana membangun Tim Sepak Bola, ia tidak paham mengenai bagaimana cara untuk menghentikan virus corona. Ia hanya mau berbicara dengan kapasitasnya sebagai Manajer Sepak Bola atau Manajer Liverpool khususnya. 

Klopp tentunya menyadari, sebagai manajer klub besar, otomatis menjadikan dirinya sebagai public figure. Tentu pendapat atau opininya akan dinantikan banyak orang.

Akan tetapi, ia sekali lagi sadar akan kapasitasnya yang hanya seorang Manajer Sepak Bola. Hal inilah yang patut dicontoh oleh public figure lainnya khususnya di Indonesia.

Awal pekan ini kita disuguhkan kabar bahwa termometer tembak yang digunakan oleh banyak orang saat ini untuk mengukur suhu dianggap berbahaya karena dapat merusak otak. 

Statement itu disampaikan oleh Ichsanuddin Noorsy. Seorang... pengamat ekonomi. Ya, ekonomi, bukan kesehatan, bukan pula saintis. Ia mengungkapkan itu di salah satu video ketika ia mengobrol bersama Helmy Yahya melalui kanal youtube Helmy Yahya. 

Hal yang kemudian kadung tersebar melalui Grup Whatsapp yang banyak dikenal sebagai sarang hoaks ini membuat banyak orang percaya akan hal tersebut. Setelah ramai dibahas, kemudian banyak ahli kesehatan seperti dokter bahkan Pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 membantah statement Ichsannudin Noorsy. 

Hal ini juga ramai diperbincankan di media sosial seperti Twitter khususnya. Walau sudah ada statement dari pemerintah dan ahli-ahli kesehatan, nampaknya (belum ada) klarifikasi langsung dari dua tokoh POLITIKUS dan PENGAMAT EKONOMI tersebut. Sekali lagi, POLITIKUS dan PENGAMAT EKONOMI.

Statement-statement menyesatkan itu berbahaya jika disebarkan ke masyarakat, terlebih jika tidak berdasarkan data dan fakta. Kita tentu tahu bagaimana banyak public figure lain yang juga membuat statement menyesatkan ketika COVID-19 awal-awal menyebar di Indonesia. Saya rasa tak perlu sebut nama, tetapi anda para pembaca tentu mengetahui siapa public figure tersebut. 

Public figure di Indonesia harusnya memahami bahwa apapun perkataan ia, bagaimana opininya, tentu akan mendapat perhatian luas di masyarakat kita. Tak jarang, bahkan akan diikuti oleh masyarakat kita. 

Jika, pandangan atau opininya benar, tentu tak akan menjadi masalah, justru akan mendatangkan hal-hal baik ke depannya, tetapi jika opini atau pandangannya salah? Bukannya mendatangkan hal-hal baik, justru akan memperparah keadaan yang ada. Terlebih kita sedang menghadapi pandemi yang skalanya cukup besar. 

Sudah banyak contoh statement konyol dari para public figure yang diikuti oleh masyarakat yang justru menambah parah kondisi COVID-19 ini, lihatlah jumlah kasus saat ini yang sudah hampir mencapai 90.000 jiwa, bahkan kita sudah melewati Tiongkok untuk hal ini. 

Oleh karena itu, tolong lah, kepada para public figure di republik ini. Bicara saja sesuai kapasitasnya. Kita semua sedang sama-sama memerangi sesuatu yang amat besar (walau bentuknya kecil). Tolong berikan sesuatu yang baik sesuai dengan kapasitas anda. Apalagi, public figure yang (harusnya) terpelajar memahami bahwa literasi di negeri ini amatlah buruk. 

Bukan berarti tidak boleh para public figure itu berbicara mengenai COVID-19, tetapi ya hendaknya normatif saja, bahkan jika tidak memahami, lebih baik jika public figure itu mengatakan seperti apa yang Jurgen Klopp katakan justru akan lebih baik dan patut diapresiasi, daripada statementnya salah atau asal-asalan, justru akan berakhir ngawur, konyol, dan terlihat sok tahu.

Selain itu, kita sebagai masyarakat juga harus melihat ketika ada statement-statement yang dikeluarkan, baik itu public figure atau mungkin pejabat. Kita harus melihat, apakah statement itu benar, dan (mungkin) ada data dan faktanya, atau bahkan tidak alias hoaks, misinformasi, ataupun disinformasi. 

Kita juga harus mulai untuk lebih memperhatikan isi statement-nya, dibandingkan siapa yang mengeluarkan statement tersebut. Sekarang sudah banyak wadah untuk mencari klarifikasi terkait itu semua, atau setidaknya kita bisa bertanya pada ahlinya, seperti yang banyak dilakukan oleh netizen yang bertanya langsung kepada dokter-dokter yang ada. 

Oleh karena itu, bijak-bijaklah ketika ber-statement khususnya di media sosial. Kita harusnya sudah lelah dengan hal-hal konyol seperti ini. Semoga statement konyol dari public figure ini menjadi yang terakhir kalinya setelah rentetan statement-statement konyol lainnya dari para public figure di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun