Mohon tunggu...
Irsan Nur Hidayat
Irsan Nur Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Jakarta, Indonesia

Pencinta Sepak Bola yang juga Penikmat Dinamika Politik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Umur Tidaklah Relevan Untuk Dijadikan Patokan Masuk SMP dan SMA/K Bagi Siswa!

12 Juli 2020   17:47 Diperbarui: 12 Juli 2020   21:55 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhir Juni dan awal Juli biasanya menjadi waktu yang cukup sibuk bagi para orang tua yang anaknya baru saja lulus dari sekolah. Entah itu siswa SD yang akan naik tingkat menuju SMP ataupun siswa SMP yang naik ke jenjang SMA atau SMK. 

Kita tahu beberapa pekan ini kita cukup dihebohkan dengan adanya berita terkait pelaksanaan PPDB di DKI Jakarta yang menggunakan sistem umur untuk menentukan suatu siswa apakah memenuhi syarat masuk ke sekolah negeri atau tidak. Tak pelak hal ini menimbulkan kemarahan bagi para orangtua yang anaknya dianggap belum cukup umur. 

Mereka sampai berunjuk rasa, baik di Balai Kota Provinsi DKI Jakarta dan Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mereka menuntut adanya penghapusan aturan ini, bahkan jika perlu, PPDB DKI Jakarta harus dibatalkan atau diulang kembali.

Saya kira, hal ini wajar, mengingat sekolah Negeri di DKI Jakarta gratis atau tidak memungut biaya sepeser pun dalam proses pembelajarannya. Sudah pasti, sekolah negeri akan menjadi primadona bagi siapapun yang ingin melanjutkan pendidikannya. 

Selain itu, stigma sekolah negeri lebih baik dari swasta yang sudah tertanam pun bisa dijadikan alasan mengapa orang tua yang anaknya baru saja lulus sekolah hendak memasukkannya ke sekolah negeri. Biasanya, penentuan atau kualifikasi siswa yang bisa masuk ke sekolah negeri didasarkan pada nilai Ujian Nasional yang biasanya diadakan sekitar Maret-Mei. 

Akan tetapi, karena pandemi COVID-19 yang kadung datang sebelum pelaksanaan Ujian Nasional tahun ini terpaksa membuat perhelatan Ujian Nasional yang berbasis komputer ini dibatalkan. Sebagai gantinya, untuk menentukan lulus tidaknya maka digunakan nilai dari semester 1 - 6 atau 1 - 12 bagi siswa SD. Kendati demikian, untuk melanjutkan jenjang pendidikan, khususnya di Provinsi DKI Jakarta, Pemprov menggunakan umur untuk kualifikasi sebagai ganti dari Nilai Ujian Nasional. 

Bagi saya, hal ini tidaklah relevan bagi siswa SD yang hendak melanjutkan ke SMP dan SMP menuju ke SMA/K. Karena umur tidak bisa dijadikan patokan untuk berprestasi atau seberapa bagusnya siswa bisa mengikuti pelajaran. Tak jarang, siswa yang lebih muda justru lebih pintar dan berprestasi daripada yang lebih tua. 

Apalagi, di DKI Jakarta yang sedemikian kompetitifnya ini, dan selama ini nilai yang digunakan. Sebenarnya, bisa saja menggunakan nilai rata-rata dari semester 1 - 6 atau 1 - 12 pada mata pelajaran tertentu seperti halnya UN, bisa juga menggunakan zonasi yang sudah dijalankan beberapa tahun ini. Lain halnya, untuk siswa yang baru masuk SD mungkin masih relevan jika menggunakan umur sebagai patokan.

Selain itu juga, situasi pandemi yang tak kunjung surut di Indonesia ini membuat keadaan ekonomi juga susah. Kita semua susah, kita semua terdampak. Semua elemen baik pemerintah maupun masyarakat tidak bisa berkegiatan dan berpenghasilan normal karena terkena dampak COVID-19 ini. 

Oleh karena ini, seperti kata Presiden Jokowi yang bilang bahwa menterinya harus punya sense of crisis, itu sebenarnya tak hanya untuk menterinya saja, harusnya sense of crisis juga dirasakan oleh seluruh elemen baik pemerintah maupun masyarakat. Karena konteksnya adalah PPDB, harusnya pemprov memberikan keringanan bagi siswa. 

Jangan sampai, karena COVID-19 dan aturan ini membuat siswa jadi putus sekolah. Terlebih, masalah ini kabarnya hanya terjadi di DKI Jakarta saja. Justru pemprov harusnya memberikan kemudahan untuk masuk ke sekolah negeri, jangan malah dipersulit. Apalagi dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (1) dan (2) juga tercantum bahwa warga negara berhak untuk mengikuti pendidikan dan warga negara berhak dan wajib untuk mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. 

Yah, walaupun harusnya sih tidak hanya pendidikan dasar saja, kalau bisa sampai pendidikan menengah atau tinggi juga. Kita tahu kemarin ada berita siswi peraih 700 piala yang tidak lolos masuk sekolah negeri karena umurnya tidak cukup, dan memutuskan untuk tidak bersekolah dahulu. Walau, Pemprov sudah beraudiensi dengan siswi tersebut, siswi tersebut kabarnya menolak opsi yang diberikan pemprov yang salah satunya menawarkan untuk masuk ke sekolah swasta. 

Sekolah swasta, selain stigmanya yang memang kalah dibanding sekolah negeri, tentu ada biaya yang harus dikeluarkan seperti SPP setiap bulan. Mungkin bisa juga mengajukan KJP dan dipotong sebagian untuk SPP, tetapi di situasi seperti ini juga kan tidak mudah untuk mengurusnya, belum lagi birokrasinya. Hal ini sebenarnya tidak hanya berlaku bagi siswi peraih 700 piala itu, tetapi juga bagi banyak siswa/i lainnya di DKI Jakarta yang terdampak akan ini semua.

Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hendaknya mengevaluasi sistem ini, ke depannya tidak boleh ada lagi peraturan atau persyaratan seperti ini. Jangan pula mempersulit masyarakat di kala situasi dan kondisi yang juga tidak pasti seperti ini. 

Akhir kata, besok 13 Juli 2020 sudah memasuki Tahun Ajaran Baru. Selamat kembali belajar (secara daring). Semoga dimudahkan dalam pembelajarannya. Situasi ini jangan membuat kita malas-malasan dalam menuntut ilmu, karena teknologi yang juga semakin canggih harusnya membuat kita lebih bisa mengeksplor diri dalam belaja. Semoga semuanya bisa terselesaikan dan kembali normal seperti sedia kala. Aamiin...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun