Mohon tunggu...
Iron Fajrul
Iron Fajrul Mohon Tunggu... Pengacara - Pengacara dan dosen

Pembaca dan pelintas semesta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Meta Teori Max Weber: Otoritas Netizen terhadap Hukum

21 Oktober 2023   11:46 Diperbarui: 21 Oktober 2023   12:40 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat dalam sistem Demokrasi - Dok. pribadi
Masyarakat dalam sistem Demokrasi - Dok. pribadi

Indonesia, sebagai negara majemuk dengan beragam etnis, budaya, dan agama, mungkin memiliki kombinasi dari tiga tipe otoritas ini, tipe tradisional, rasional-legal, dan karismatik. Misalnya, pemerintah pusat Indonesia beroperasi berdasarkan otoritas rasional-legal, sementara tingkat lokal mungkin melibatkan elemen-elemen otoritas tradisional dan karismatik, terutama dalam konteks kepemimpinan suku atau komunitas tertentu.

MASYARAKAT MODERN MENJADI MASYARAKAT DIGITAL

Pada masyarakat modern memiliki pandangan yang kompleks terhadap hukum dan kekuasaan. Pandangan ini dapat bervariasi tergantung pada konteks, budaya, dan pengalaman individu. Masyarakat modern sering melihat hukum sebagai dasar yang penting untuk menjaga ketertiban sosial. Hukum memberikan kerangka kerja yang jelas untuk perilaku dan hubungan antarindividu dalam masyarakat. Ini mencakup hukum pidana yang menetapkan norma-norma dasar tentang apa yang dilarang dan hukum perdata yang mengatur hubungan antarindividu, seperti kontrak dan hak milik. Masyarakat modern mendambakan sistem hukum yang adil dan tidak diskriminatif. Mereka ingin melihat bahwa hukum diterapkan dengan konsisten dan tanpa pandang bulu terhadap status sosial, ekonomi, atau budaya seseorang. Kepercayaan pada keadilan sistem hukum adalah kunci bagi kepercayaan masyarakat terhadap otoritas dan pemerintah. Di beberapa masyarakat modern, terutama yang menganut prinsip-prinsip demokrasi, individu diharapkan untuk berpartisipasi dalam pembuatan hukum. Masyarakat modern sering memiliki hak untuk memilih perwakilan mereka dan memberikan masukan dalam pembentukan undang-undang. Ini mencerminkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dan partisipatif.

Masyarakat modern sering menekankan pentingnya kontrol terhadap kekuasaan, dengan memastikan bahwa kekuasaan, terutama yang ada dalam pemerintahan, tidak disalahgunakan. Oleh karena itu, terdapat sistem pemisahan kekuasaan, transparansi, dan akuntabilitas yang dirancang untuk memastikan bahwa pemerintah bertindak sesuai dengan hukum dan kepentingan masyarakat.

Transformasi digital telah memberikan dampak yang signifikan pada hampir setiap aspek kehidupan kita. Digital telah mengubah cara kita berinteraksi, berkomunikasi, bekerja, berbelanja, belajar, dan bersosialisasi. Ini telah menjadi ciri kunci masyarakat modern dan terus membentuk dunia kita dalam banyak cara. Masyarakat modern memiliki identitas digital, yang mencakup akun media sosial, blog, dan jejak online mereka. Ini mencerminkan bagaimana digital telah menyatu dengan identitas dan kehidupan sosial dan sangat terhubung secara daring dan menciptakan jaringan sosial yang luas dan memungkinkan kolaborasi global. Para ahli sosiologi mengidentifikasi berbagai bentuk masyarakat digital sebagai berikut:

  • Masyarakat Jaringan (Networked Society): Ini adalah konsep yang digagas oleh sosiolog Manuel Castells, Masyarakat digital sering digambarkan sebagai masyarakat jaringan, di mana komunikasi dan interaksi terjadi melalui jaringan komputer dan internet. Masyarakat ini didasarkan pada konektivitas yang tinggi dan seringkali bersifat terfragmentasi.
  • Masyarakat Informasi (Information Society): Konsep ini menggambarkan peralihan dari masyarakat industri ke masyarakat informasi. Ahli sosiologi seperti Daniel Bell, mengatakan bahwa teknologi informasi dan pengetahuan menjadi inti produksi dan ekonomi dalam masyarakat digital.
  • Masyarakat Virtual (Virtual Society): Masyarakat virtual mengacu pada cara orang berinteraksi dan terlibat dalam dunia maya, terutama di media sosial, forum daring, dan dunia virtual lainnya. Ahli sosiologi telah mempelajari bagaimana interaksi dalam masyarakat virtual dapat mempengaruhi identitas individu dan struktur sosial.
  • Masyarakat Partisipatif (Participatory Society): Masyarakat digital cenderung lebih partisipatif daripada sebelumnya. Ini mencakup partisipasi aktif dalam pembuatan konten, politik daring, kampanye advokasi, dan lainnya. Masyarakat memiliki lebih banyak kesempatan untuk memberikan suara dan berpartisipasi dalam pembentukan arah sosial.
  • Masyarakat Konsumen Digital (Digital Consumer Society): Dalam masyarakat digital, konsumen sering berbelanja, berinteraksi dengan merek, dan mengakses konten secara online. Konsumen digital dapat memiliki pengaruh besar dalam menentukan tren dan preferensi.
  • Masyarakat Transnasional (Transnational Society): Teknologi digital telah menghubungkan orang di seluruh dunia. Masyarakat digital juga sering dianggap sebagai masyarakat yang transnasional, di mana komunikasi dan pertukaran informasi melintasi batas nasional dan budaya.
  • Masyarakat Terfragmentasi (Fragmented Society): Kehadiran teknologi digital juga telah menyebabkan masyarakat menjadi terfragmentasi dalam hal preferensi, informasi, dan pandangan. Ini menciptakan kamar echo dan gelembung informasi di mana orang cenderung terpapar pada pandangan yang sejalan dengan pandangan mereka sendiri.
  • Masyarakat Terpolarisasi (Polarized Society): Masyarakat digital juga dapat menjadi tempat konflik dan polarisasi, terutama dalam hal politik dan isu-isu kontroversial. Komunikasi di media sosial seringkali memperkuat opini-opini yang sudah ada dan menciptakan kelompok yang saling terisolasi.

Bentuk-bentuk masyarakat digital ini tidak selalu bersifat eksklusif satu sama lain, dan seringkali ada percampuran dan tumpang tindih antara berbagai bentuk ini dalam kehidupan sehari-hari. Dalam analisis sosiologi, dapat digambarkan bagaimana teknologi digital memengaruhi dinamika sosial, kekuasaan, struktur sosial, dan interaksi manusia dalam masyarakat modern.

PENAL POPULISM SEBAGAI RESPON MASYARAKAT DIGITAL

Masyarakat digital dalam aktifitasnya juga merespon terhadap hukum dan kekuasaan dari berbagai faktor, termasuk budaya, nilai, konteks, dan pengalaman individu. Menggunakan platform media sosial dan alat komunikasi daring untuk mengadvokasi isu-isu seperti hak asasi manusia, lingkungan, atau keadilan sosial. Aktivis daring sering menggunakan kampanye online, petisi, dan gerakan sosial untuk memengaruhi kebijakan pemerintah, dengan memantau tindakan pemerintah dan individu yang memegang kekuasaan. Mereka dapat mengungkapkan ketidaksetujuan atau keprihatinan mereka terhadap tindakan yang mereka anggap tidak sesuai dengan hukum atau etika. Ini menciptakan tekanan untuk akuntabilitas. Di beberapa negara, pemerintah atau entitas pribadi dapat mencoba membatasi akses ke internet atau sensor konten daring. Masyarakat digital sering merespon dengan upaya untuk mengatasi sensor atau menghindari pembatasan, seperti menggunakan jaringan virtual pribadi (VPN) atau mengganti DNS.

Masyarakat digital terbuka dalam diskusi dan perdebatan mengenai masalah hukum dan kekuasaan. Ini dapat mencakup berbagai pandangan dan pendapat, dan platform seperti forum daring, blog, dan media sosial digunakan untuk pertukaran gagasan untuk memengaruhi opini publik. Respons masyarakat digital terhadap hukum dan kekuasaan mencerminkan pengaruh teknologi digital pada partisipasi politik, aktivisme, dan tuntutan akan keadilan dan akuntabilitas dalam bentuk Penal Populism.

Penal populism adalah istilah yang juga memiliki relevansi dalam ilmu sosiologi, terutama ketika membahas perubahan dalam sistem peradilan pidana dan tindakan sosial. Dalam konteks sosiologi, penal populism adalah fenomena di mana kebijakan kriminal dan peradilan pidana cenderung dipengaruhi oleh tekanan opini publik dan popularitas politik. Beberapa ahli sosiologi mendefinisikan penal populism sebagai berikut:

  • David Garland: menjelaskan penal populism sebagai perubahan dalam praktik penegakan hukum dan hukuman yang muncul sebagai respons terhadap kekhawatiran publik terhadap kejahatan. Hal ini sering disertai dengan peningkatan hukuman yang lebih berat, penggunaan hukuman mati, dan pendekatan yang lebih punitif terhadap kejahatan.
  • John Pratt: Menurut Pratt, fenomena ini mencakup peningkatan hukuman yang keras, peningkatan penahanan, serta perubahan dalam retorika dan politik keamanan yang lebih ketat. Pratt menyoroti bagaimana populisme politik dapat memengaruhi kebijakan kriminal dan peradilan pidana.
  • Dario Melossi dan Massimo Pavarini: Melossi dan Pavarini memandang penal populism sebagai bentuk pergeseran dalam budaya kriminalitas, dengan penekanan pada kekhawatiran terhadap keamanan dan keadilan yang lebih keras dengan menekankan bagaimana popularitas politik dan permintaan publik dapat memengaruhi kebijakan hukuman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun