Mohon tunggu...
Iron Fajrul
Iron Fajrul Mohon Tunggu... Pengacara - Pengacara dan dosen

Pembaca dan pelintas semesta

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Pembuktian dan Subjektifitas: Film 12 Angry Men

1 September 2023   09:45 Diperbarui: 10 Oktober 2023   19:58 1164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Arthur Schopenhauer, “...All truth passes through three stages. First, it is ridiculed. Second, it is violently opposed. Third, it is accepted as being self-evident...

“12 Angry Men” merupakan film klasik yang disutradarai oleh Sidney Lumet, perilisannya pada tahun 1957. Bercerita tentang 12 orang yang berperan sebagai juri di pengadilan AS untuk kasus pembunuhan tunggal. Sang terdakwa merupakan seorang anak berkulit hitam, berusia 14 tahun  yang diadili karena dituduh telah membunuh ayahnya sendiri. Saat para juri berkumpul di suatu ruang khusus, masing-masing juri tanpa ragu menyatakan bahwa sang terdakwa memang bersalah dan pantas dijatuhi hukuman mati. 

Namun ada satu juri, yang dikenal sebagai Anggota Juri no.8  yang deperankan oleh aktor Henry Fonda, yang meyakini bahwa terdakwa justru tidak bersalah. Perdebatan sepanjang durasi 1 jam 35 menit, penonton akan diperlihatkan dialog intens antara 12 juri yang menyatakan argumennya masing-masing demi menentukan nasib sang terdakwa.

Dewan juri punya peran penting dalam sistem pengadilan di Amerika Serikat. Tugas Juri adalah mendengarkan bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut dan saksi mata. Mereka lalu menentukan lewat pengambilan suara apakah bukti-bukti itu cukup untuk menuntut seseorang atas tindak pidana berat di tingkat federal. Anggota dewan juri dipilih dari sekelompok masyarakat Amerika Serikat awam yang juga bisa terpilih sebagai juri sidang. Mereka diidentifikasi dari data publik seperti surat izin mengemudi (SIM) dan daftar pemilih.

HUKUM PEMBUKTIAN

Pembuktian adalah proses untuk mengesahkan atau menunjukkan kebenaran atau keabsahan suatu pernyataan, argumen, atau konsep melalui logika, fakta, data, atau metode yang terpercaya. Dalam konteks ilmiah, pembuktian melibatkan langkah-langkah yang sistematis dan rasional untuk mendemonstrasikan bahwa suatu pernyataan atau klaim adalah benar atau dapat diterima. Pembuktian biasanya melibatkan penggunaan premis-premis atau asumsi-asumsi yang diterima sebagai dasar, kemudian melalui serangkaian langkah-langkah logis atau eksperimental, menghasilkan kesimpulan yang menguatkan atau mendukung klaim awal.

Pembuktian juga memiliki peran penting dalam sistem hukum, di mana bukti-bukti disajikan untuk mendukung klaim atau tuntutan di pengadilan. Proses pembuktian bertujuan untuk menunjukkan bahwa suatu pernyataan benar atau dapat diterima berdasarkan premis-premis dan langkah-langkah logis yang diberikan. Pertanyaan tentang kebenaran dan bagaimana kita dapat mengetahui kebenaran menjadi lebih kompleks. Secara keseluruhan, dalam konteks pembuktian, kebenaran mengacu pada sejauh mana suatu pernyataan atau klaim sesuai dengan bukti dan metode yang ada.

SUBJEKTIFITAS KEPUTUSAN 

Perdebatan dalam film “12 Angry Men”, mengurai proses menuju kebenaran mutlak yang merujuk pada suatu keadaan di mana suatu pernyataan, klaim, atau konsep dianggap benar tanpa syarat atau keraguan. Ini adalah bentuk kebenaran yang dianggap tidak dapat dipertanyakan atau diperdebatkan, dan diakui sebagai sesuatu yang benar dalam segala kondisi.

12 Dewan Juri dalam pengadilan mengacu pada kenyataan bahwa anggota juri yang terdiri dari individu-individu berbeda memiliki pandangan, keyakinan, dan penilaian subjektif yang mungkin mempengaruhi cara mereka memahami bukti, membuat keputusan, dan mencapai kesimpulan dalam suatu kasus hukum. 

Ini adalah aspek alami dari kehadiran manusia dalam proses pengadilan, dan memiliki implikasi yang signifikan terhadap bagaimana keputusan hukum diambil. Sifat subjektifitas keyakinan juri adalah bagian dari proses pengadilan dan sering kali sulit dihindari sepenuhnya. Namun, sistem hukum berusaha untuk mengurangi dampak subjektivitas ini melalui panduan yang jelas dari hakim, aturan prosedural, dan peran Jaksa dan Penasihat Hukum dalam menyajikan bukti secara jelas dan akurat.

Film yang berada pada zaman dan keadaan tahun tahun 1957, adalah satir penanda kondisi sosial dan budaya di Amerika saat itu yang masih diskriminatif terhadap Warga Negaranya yang berkulit berwarna (Keturunan Afrika, Asia dan Suku Indian), dimana seharusnya kebenaran tidak seharusnya dibentuk oleh stereotip ras atau pun oleh faktor subjektif atau prasangka negatif atau positif yang diterapkan pada individu atau kelompok berdasarkan ras atau etnis mereka dimana dalam  film ini seluruh Dewan Juri adalah warga dengan Ras Kaukasoid/kulit putih.

Stereotip ras tidak mencerminkan realitas atau kebenaran objektif. Membentuk kebenaran berdasarkan stereotip ras adalah tindakan yang tidak adil dan merugikan. Ini dapat mengakibatkan ketidaksetaraan, diskriminasi, dan ketidakadilan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hukum.

Anggota Juri nomor 8, yang diperankan oleh aktor Henry Fonda, tidak serta merta meyakini suatu kebenaran yang kasat mata yang belum valid berdasarkan penilaian subjektif dan Stereotip ras. Dalam perannya Henry Fonda, mengajak 11 Juri lainnya untuk berpikir jernih dengan melihat fakta dan kronologis karena berkaitan akibat kepada Terdakwa yang masih kategori anak dengan dakwaan hukuman mati sebagai akibatnya.

Para aktor yang pada akhirnya dapat membuka pikiran yang logis dengan menyadari bahwa kebenaran mutlak seharusnya dibentuk berdasarkan bukti konkret, fakta yang terverifikasi, analisis obyektif, dan metode ilmiah yang baik. Ini berarti bahwa kebenaran harus didasarkan pada informasi yang dapat diverifikasi dan diuji, dan bukan pada pandangan prasangka atau pandangan yang tidak terbukti.

“12 Angry Men” adalah suatu pertunjukan dimana suatu kebenaran adalah suatu proses yang tidak instan, suatu pergumulan dalam pikiran dan melihat apa yang seharusnya, dimana seperti penulis mengutip pernyataan Rene Descartes, bahwa “...If you would be a real seeker after truth, it is necessary that at least once in your life you doubt, as far as possible, all things...”. Sistem hukum harus bersifat adil, obyektif, dan menghormati hak-hak semua individu tanpa memandang ras atau etnis mereka. Diskriminasi rasial atau stereotip yang tidak berdasar pada fakta bukanlah dasar yang sah untuk pengambilan keputusan hukum yang adil dan benar.

IFA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun