Ini adalah aspek alami dari kehadiran manusia dalam proses pengadilan, dan memiliki implikasi yang signifikan terhadap bagaimana keputusan hukum diambil. Sifat subjektifitas keyakinan juri adalah bagian dari proses pengadilan dan sering kali sulit dihindari sepenuhnya. Namun, sistem hukum berusaha untuk mengurangi dampak subjektivitas ini melalui panduan yang jelas dari hakim, aturan prosedural, dan peran Jaksa dan Penasihat Hukum dalam menyajikan bukti secara jelas dan akurat.
Film yang berada pada zaman dan keadaan tahun tahun 1957, adalah satir penanda kondisi sosial dan budaya di Amerika saat itu yang masih diskriminatif terhadap Warga Negaranya yang berkulit berwarna (Keturunan Afrika, Asia dan Suku Indian), dimana seharusnya kebenaran tidak seharusnya dibentuk oleh stereotip ras atau pun oleh faktor subjektif atau prasangka negatif atau positif yang diterapkan pada individu atau kelompok berdasarkan ras atau etnis mereka dimana dalam film ini seluruh Dewan Juri adalah warga dengan Ras Kaukasoid/kulit putih.
Stereotip ras tidak mencerminkan realitas atau kebenaran objektif. Membentuk kebenaran berdasarkan stereotip ras adalah tindakan yang tidak adil dan merugikan. Ini dapat mengakibatkan ketidaksetaraan, diskriminasi, dan ketidakadilan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hukum.
Anggota Juri nomor 8, yang diperankan oleh aktor Henry Fonda, tidak serta merta meyakini suatu kebenaran yang kasat mata yang belum valid berdasarkan penilaian subjektif dan Stereotip ras. Dalam perannya Henry Fonda, mengajak 11 Juri lainnya untuk berpikir jernih dengan melihat fakta dan kronologis karena berkaitan akibat kepada Terdakwa yang masih kategori anak dengan dakwaan hukuman mati sebagai akibatnya.
Para aktor yang pada akhirnya dapat membuka pikiran yang logis dengan menyadari bahwa kebenaran mutlak seharusnya dibentuk berdasarkan bukti konkret, fakta yang terverifikasi, analisis obyektif, dan metode ilmiah yang baik. Ini berarti bahwa kebenaran harus didasarkan pada informasi yang dapat diverifikasi dan diuji, dan bukan pada pandangan prasangka atau pandangan yang tidak terbukti.
“12 Angry Men” adalah suatu pertunjukan dimana suatu kebenaran adalah suatu proses yang tidak instan, suatu pergumulan dalam pikiran dan melihat apa yang seharusnya, dimana seperti penulis mengutip pernyataan Rene Descartes, bahwa “...If you would be a real seeker after truth, it is necessary that at least once in your life you doubt, as far as possible, all things...”. Sistem hukum harus bersifat adil, obyektif, dan menghormati hak-hak semua individu tanpa memandang ras atau etnis mereka. Diskriminasi rasial atau stereotip yang tidak berdasar pada fakta bukanlah dasar yang sah untuk pengambilan keputusan hukum yang adil dan benar.
IFA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H