Ada suasana yang berbeda pada awal tahun ajaran baru  2020/2021. Kita tidak lagi melihat kerumunanan orang tua di gerbang sekolah bahkan di pintu depan kelas menunggu anak-anaknya yang mulai masuk sekolah. Juga tidak ada lagi himbauan pejabat pemerintah kepada  orang tua agar meluangkan waktu untuk mengantar anak pada hari pertama masuk sekolah.
Dalam masa darurat Covid 19 sebesar 90 % siswa belum belajar di sekolah tetapi dalam rangka pemenuhan hak peserta didik mendapatkan layanan pendidikan selama pandemik Kementerian Pendidikan dan kebudayaan meminta siswa belajar dari rumah secara daring.
Kebijakan Belajar dari Rumah (BDR) Â memang relatif tepat mengingat sekolah memiliki resiko yang tinggi dalam persebaran virus Covid 19. Apalagi pada tingkat satuan pendidikan dasar yang masih agak sulit memahami "arti bahaya" dan prinsip kehati-hatian sesuai protokol kesehatan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah cukup cepat tanggap dalam menyikapi keadaan ini dengan menyiapkan berbagai aplikasi dan panduan untuk membantu siswa dan guru dalam berbagai tingkat satuan pendidikan.
Betapapun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengupayakan perangkat dan piranti untuk belajar secara daring, tetap saja menyisakan persoalan. Keputusan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama covid 19 berimbas kepada para guru yang harus menyiapkan berbagai hal terkait dengan PJJ ini.Â
Memang tak mudah karena selama ini yang menjadi andalan proses belajar mengajar "model" tatap muka sehingga semua persiapan mengajar dirancang dengan gaya tersebut.Â
Gurupun harus berpikir membuat rancangan penilaian capaian pembelajaran yang pasti jadi berbeda dalam situasi normal. Para pendidik (guru)mungkin belum sempat berpikir tentang pembelajaran daring dalam era 4.0, ternyata Covid 19 memaksanya mulai berpikir memanfaatkan teknologi digital untuk pendidikan. Perubahan memang tidak bisa ditolak, be there or behind.
Tetapi karena tugas guru memang mendidik para siswa di sekolah, saya selalu berpikir sangat positif bahwa para guru berupaya melakukan tugasnya dengan baik walaupun dengan pernuh perjuangan.
Di luar para pendidik yang berjuang keras menuntaskan berbagai agar tujuan pembelajaran tercapai atau setidaknya  mendekati target capaian sudah ditetapkan, orang tua juga terkena imbas "kerepotan" karena harus mendampingi anak belajar. Lagi-lagi, terutama pada siswa tingkat satuan pendidikan dasar yang sangat perlu pendampingan pada saat BDR.
Bukan tak sudi mendampingi anak belajar di rumah, tetapi sebagian besar orang tuapun harus bekerja kembali setelah beberapa bulan Work from Home.Â
Belum lagi jika orang tua dan anak sama-sama tidak "melek" teknologi dan bahkan tidak memiliki perangkat komputer, laptop atau gawai untuk menyampaikan/mengunggah hasil belajar siswa.Â