=>  Menurut Al-Qasthalani : Suatu Ilmu yang mempelajari hal-hal yang disepakati atau   diperselisihkan ulama yang menyangkut persoalan lughat, hadzaf, I'rab, Itsbat, fashl, dan washl yang kesemuaannya diperoleh secara periwayatan. Â
Ada 3 qira'at yang dapat di tangkap dari definisi di atas yaitu :Â
1. Qira'at berkaitan dengan cara pelafalan ayat-ayat Al-Qur'an yang dilakukan salah seorang imam dan berbeda cara yang dilakukan imam-imam lainnya.Â
2. Cara pelafalan ayat-ayat Al-Qur'an itu berdasarkan atas riwayat yang bersambung kepada Nabi. Jadi, bersifat tauqifi, bukan ijtihadi.Â
3. Ruang lingkup perbedaan qira'at itu menyangkut persoalan lughat, hadzaf, I'rab, itsbat, fashl, dan washil.Â
B. Latar Belakang Timbulnya Perbedaan Ilmu Qira'at
    Qira'at sebenernya telah muncul sejak zaman Nabi walaupun pada saat itu qira'at bukan merupakan sebuah disiplin ilmu, ada beberapa riwayat yang dapat mendukung asumsi ini, yaitu :
    Suatu ketika Umar Bin Khattab mendapatkan perbedaan dalam membaca Ayat Al-Qur'an. Kemudian peristiwa perbedaan membaca ini mereka laporkan ke Rasulullah SAW. Maka beliau menjawab dengan sabdanya, yang artinya ialah :
 "Memang begitulah Al-Qur'an diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur'an ini diturunkan dalam 7 huruf, maka bacalah oleh kalian apa yang kalian anggap mudah dari 7 huruf itu", 7 menurut catatan sejarah. Timbulnya penyebaran qira'at dimulai pada masa tabi'in, yaitu pada awal abad II H, tatkala para Qori' terbesar di berbagai pelosok, telah tersebar di berbagai pelosok. Mereka lebih suka mengemukakan qira'at gurunya daripada mengikuti qira'at imam-imam lainnya. Qira'at-qira'at tersebut diajarkan secara turun temurun dari guru ke muris, sehingga sampai kepada imam qira'at baik yang tujuh, sepuluh, atau yang empat belas.
C. Latar Belakang Cara Penyampaian Kaifiyah Al-Ada'
Menurut analisis yang disampaikan Sayyid Ahmad khalil, perbedaan qira’at itu bermula dari bagaimana seorang guru membacakan qira’at itu kepada murid-muridnya. Dan kalau diruntun, cara membaca Al-Qur’an yang berbeda-beda itu, sebagaimana dalam kasus Umar dengan Hisyam, dan itupun diperbolehkan oleh Nabi sendiri. Hal itulah yang mendorong beberapa utama mencoba merangkum bentuk-bentuk perbedaan cara menghafalkan Al-Qur’an itu sebagai berikut :