Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Hati-Hati, Jangan Salah Gunakan Obat Penurun Berat Badan!

12 Agustus 2024   07:00 Diperbarui: 12 Agustus 2024   14:01 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: i yunmai via unsplash.com

Memiliki tubuh ramping, langsing, dan proporsional masih menjadi impian banyak orang, terutama wanita. Pembaca sekalian mungkin sering melihat video pendek atau foto berseliweran di media sosial yang menampilkan seseorang dengan bentuk tubuh yang bisa membuat iri banyak orang. Istilah anak gaul sekarang, body goals.

Bentuk tubuh dan berat badan yang ideal tentunya akan meningkatkan rasa percaya diri seseorang. 

Oleh sebab itu masih banyak orang yang berusaha keras untuk bisa mencapai body goals tersebut.

Ada yang berusaha secara konsisten dengan menerapkan pola makan (diet) tertentu disertai dengan work out (olahraga), tapi ada juga yang maunya instan dengan melakukan diet ekstrim, hingga mengkonsumsi obat pelangsing (penurun berat badan) tanpa berkonsultasi dengan tenaga ahli.

Menurut data Riskesdas tahun 2018, proporsi berat badan obesitas pada dewasa usia >18 tahun mengalami kenaikan dari tahun 2013 sebesar 14.8%, menjadi 21.8% di tahun 2018. Selain itu dikutip dari laman BPS, prevalensi obesitas pada penduduk usia 18 tahun pada tahun 2016-2018 juga mengalami kenaikan. Dimana penduduk pria mengalami kenaikan sebesar 6.7%, sementara penduduk obesitas wanita naik sebesar 10.8%.

Sumber gambar: tangkapan layar bps.go.id
Sumber gambar: tangkapan layar bps.go.id

Fenomena ini umumnya disebabkan oleh gaya hidup yang kurang sehat seperti mengkonsumsi makanan berkalori tinggi hingga minuman-minuman manis dengan kadar gula yang tinggi. Asupan berlebih ini tidak dibarengi dengan pembakaran kalori yang cukup alias olahraga / aktivitas fisik.

Gadget dan media sosial boleh dibilang menjadi faktor pendukung yang paling berpengaruh. Konten yang menampilkan berbagai macam jenis makanan dan minuman kekinian dengan tampilan yang menarik, membuat netizen kian penasaran untuk mencobanya. Selain itu penggunaan gadget yang berlebihan sering membuat penggunanya malas bergerak.

Lalu apa yang kemudian terjadi? Banyak dari mereka yang ingin memperoleh body goals dengan cara instan seperti mengkonsumsi obat-obat penurun berat badan secara sembarangan. Lagi-lagi media sosial juga punya peran disini. 

Para pengguna media sosial yang merasa berat badannya berlebih, jadi tertarik untuk mengkonsumsi obat penurun berat badan setelah mendengar testimoni atau endorsement dari para konten kreator atau selebgram.

Tidak sedikit yang terpengaruh dengan iming-iming penurunan berat badan yang signifikan, didukung dengan gambar/video kondisi before and after yang sangat menggiurkan.

Risiko Penyalahgunaan Obat Penurun Berat Badan

Mungkin pembaca sekalian pernah mendengar isu yang sempat viral pada kuartal tahun 2023 lalu, dimana seorang Tiktoker memberikan testimoninya bahwa produk obat Ozempic berhasil menurunkan berat badan dengan sangat signifikan.

Nyatanya Ozempic yang mengandung zat aktif Semaglutide ini, merupakan obat yang disetujui oleh otoritas pengawas obat untuk mengobati diabetes mellitus tipe 2.

Semaglutide bekerja dalam tubuh dengan mengikatkan diri dengan glukagon, yang kemudian merangsang pelepasan insulin ketika kadar glukosa dalam tubuh tinggi.

Proses ini juga memperlambat waktu pengosongan perut, sehingga makanan akan lebih lama meninggalkan perut, dan akhirnya mengurangi nafsu makan.

Namun jika obat ini digunakan sembarangan tanpa resep dokter, tentunya dapat membahayakan penggunanya. Apalagi jika pengguna justru tidak menderita diabetes mellitus.

Risiko efek samping yang paling umum seperti mual, muntah, atau diare bisa saja terjadi. Atau yang lebih serius seperti konstipasi (sembelit) parah yang dapat mengakibatkan sumbatan usus, radang pankreas, hingga efek hipoglikemia (penurunan kadar gula darah) secara signifikan yang bisa mengakibatkan hilangnya kesadaran.

Salah satu obat yang disetujui untuk mengatasi obesitas di Indonesia misalnya Orlistat. Orlistat bekerja dengan cara menghambat kerja enzim lipase dalam memecah lemak dan menghambat penyerapan lemak ke dalam tubuh.

Selain itu ada juga Amfepramone (Diethylpropion) Hydrochloride yang bekerja dengan menekan nafsu makan. Namun obat ini masuk golongan psikotropika sehingga penggunaannya sangat dibatasi.

Penggunaan kedua obat ini tidak ditujukan untuk semua orang, melainkan diprioritaskan untuk penderita obesitas dengan Indeks Massa tubuh (IMT) lebih dari 30. Terutama bagi mereka yang memiliki riwayat diabetes mellitus, hipertensi, stroke, kolesterol, masalah persendian, dan gangguan tidur. 

Tentunya penggunaan obat ini juga harus disertai dengan resep dokter, serta di bawah pengawasan ketat oleh dokter dan ahli gizi yang berpengalaman. 

Penyalahgunaan obat-obat ini dapat berisiko fatal bagi kesehatan. Mulai dari sakit kepala parah, kecanduan, kecemasan, stroke, masalah jantung/paru/ginjal, hingga kematian.

Waspada terhadap Iklan/Promosi Berlebih terkait Obat Penurun Berat Badan

Tidak bisa dipungkiri bahwa tren penggunaan media sosial kini sudah menjadi bagian dari keseharian kita. Sebagai konsumen, tentunya kita harus cerdas dalam memilah informasi yang ditampilkan dalam media sosial maupun e-commerce.

Sudah seharusnya kita waspada jika ada iklan atau promosi yang berlebihan terkait produk yang diklaim dapat menurunkan berat badan dengan cepat.

Beberapa contoh klaim berlebihan misalnya menggunakan kata-kata "cepat dan efektif", "ampuh", "paten", "satu-satunya", "sangat aman", atau kata-kata lainnya yang mengesankan khasiat obat yang instan.

Selain itu penggunaan promo-promo berhadiah, iklan yang menampilkan tenaga kesehatan, hingga testimoni-testimoni yang berlebihan juga perlu dicurigai. Golongan obat keras, apalagi psiktropika, tidak boleh diiklankan secara bebas.

Pun jika ada iklan obat bahan alam (misal jamu pelangsing) yang diklaim bisa menurunkan berat badan secara cepat dan signifikan, jangan sekali-kali percaya. Namanya obat bahan alam (OBA), kandungan bahan aktifnya pasti merupakan bahan-bahan alami. 

Jika khasiatnya betul-betul terasa cespleng, kita patut curiga bahwa produk OBA tersebut dicampur BKO (Bahan Kimia Obat). Tentunya produk OBA ini akan berisiko bagi kesehatan, karena kita tidak tahu BKO apa yang dicampurkan. 

No Pain, No Gain

Tidak ada cara yang mudah dan instan dalam menurunkan berat badan yang berlebih. Prosesnya mungkin terasa berat dan lama, namun kita juga harus mengutamakan kesehatan.

Menerapkan pola makan yang sehat dengan gizi seimbang dan tidak berlebihan, aktivitas fisik yang cukup dan sesuai dengan kemampuan tubuh, serta istirahat yang cukup adalah cara-cara yang aman untuk menurunkan berat badan.

Bila perlu konsultasikan metode diet yang ingin diterapkan dengan tenaga ahli (dokter atau ahli gizi) dan jangan sembarangan menjalani diet ekstrim karena testimoni orang lain.

Pola diet seseorang belum tentu sama dan berhasil jika diterapkan oleh orang lain. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi kesehatan dan laju metabolisme setiap orang berbeda.

Jika direkomendasikan obat penurun berat badan oleh dokter, pastikan untuk memperolehnya dari sarana resmi untuk menjamin keaslian produk seperti rumah sakit, klinik, dan apotek. Konsumsi obat sesuai aturan pakai yang diresepkan. 

Perhatikan tanggal kedaluwarsa dan tampilan fisik obat, untuk memastikan produk obat masih aman untuk digunakan. Dan jika muncul efek samping yang tidak biasa serta mengganggu, hentikan penggunaan obat. Catat keluhan yang dirasakan berikut nama dan nomor batch produk obat, lalu laporkan dan konsultasikan dengan dokter atau apoteker.

Yuk jadi konsumen dan pasien yang cerdas. Tanya obat, tanya apoteker!

Referensi :

Riskesdas Kemkes 2018 | BPS | BNF 70 (2015)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun