Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Menunda Pernikahan, Antara Tuntutan Vs Realita

16 Februari 2024   07:00 Diperbarui: 17 Februari 2024   17:17 1017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Drew Coffman via unsplash.com

"Kapan nikah?"

Saya kira pertanyaan di atas merupakan salah satu pertanyaan yang paling sering ditanyakan oleh keluarga/teman saat momen-momen reuni atau hari raya besar, paling dihindari oleh para kaum single, tidak jarang dibahas panjang lebar dalam blog-blog di dunia maya, hingga seringkali dibuat konten di media sosial.

Pertanyaan ini ada yang dilontarkan dengan maksud serius, tapi ada juga yang hanya untuk sekadar basa-basi, atau sampai ada juga yang nanya cuma karena penasaran tingkat arwah alias kepo.

Tentu ada banyak versi jawaban dari pertanyaan keramat ini. Mulai dari jawaban diplomatis seperti 'Doain aja yah', sampai jawaban ngasal macam 'Kalau nggak Sabtu ya Minggu. Memang kalau saya nikah, situ mau ngasih amplop berapa?'

Biasanya sih jawaban-jawaban yang dilontarkan sengaja diberi kesan menggantung dan diplomatis supaya tidak berlanjut panjang kali lebar. Kenapa?

Karena nyatanya masih banyak yang belum siap menerima jawaban jujur macam, 'Belum kepikiran tuh. Masih sibuk ngejar pendidikan dan cari uang yang banyak biar nggak terus-terusan minjem seratus kayak kamu'. Eh tapi, berapa banyak sih yang berani ngasih jawaban seperti ini?

Alasan Millenials Menunda Pernikahan

Well, boleh dibilang kelompok usia produktif di Indonesia saat ini didominasi oleh generasi milenial. Berbeda dengan generasi sebelumnya, generasi milenial telah mengalami banyak tren perubahan di berbagai sektor seperti ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, hingga politik.

Dengan perkembangan teknologi-informasi yang begitu pesat, mereka pun memiliki akses yang lebih luas pada segala hal yang ingin mereka ketahui dan pahami. Hal ini menyebabkan generasi milenial lebih open-minded dalam berbagai hal, termasuk urusan pernikahan.

Jika generasi sebelumnya menganggap pernikahan adalah salah satu fase yang sudah layak dan sepantasnya dialami oleh setiap orang yang sudah cukup umur (kecuali mereka yang memutuskan selibat karena agama tertentu), kini generasi milenial lebih banyak memiliki opsi terkait keputusan soal pernikahan.

Belakangan ini negara-negara maju di kawasan Asia seperti Jepang, China, Korea Selatan menunjukkan kekhawatirannya terhadap penurunan laju populasi warganya. Hal ini karena kaum muda yang saat ini mendominasi kelompok usia produktif lebih memilih untuk menunda pernikahan.

Selanjutnya timbul fenomena resesi seks sehingga angka kelahiran pun menurun drastis dari tahun-tahun sebelumnya. Dan kini tampaknya fenomena menunda pernikahan atau dikenal juga dengan istilah 'waithood', juga mulai berkembang di kalangan kaum milenial Indonesia.

Bukan hanya karena jodohnya masih disortir di Cakung DC atau belum terlihat hilalnya. Tapi juga karena ada banyak faktor lain yang lebih mendasar yang mempengaruhi pilihan tersebut.

Jadi kira-kira apa ya alasan yang menyebabkan para millenials ini memutuskan untuk menunda menikah?

1. Mengejar Pendidikan dan Karir

Kaum muda saat ini boleh dibilang memiliki standar/ekspektasi yang lebih tinggi terhadap pencapaiannya dalam hal pendidikan dan karir.

Hal ini tentunya dipengaruhi oleh perkembangan zaman yang semakin canggih, tuntutan ekonomi, bahkan hingga gengsi. Mereka ingin memiliki jaminan yang lebih baik untuk kehidupan di masa depan.

2. Generasi Sandwich

Generasi milenial seringkali juga dikenal sebagai generasi sandwich. Ketika seseorang terpaksa harus menanggung biaya hidup dirinya sendiri, orangtua, atau bahkan saudara-saudaranya (generasi sandwich), maka hal ini akan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesiapannya terhadap pernikahan. Jika hidup sendiri saja pas-pasan, apalagi menambah tanggungan berkeluarga?

Seseorang yang terhimpit dari dua sisi dalam hal pemenuhan biaya hidup, digambarkan seperti sandwich (Sumber ilustrasi: Mae Mu via unsplash.com)
Seseorang yang terhimpit dari dua sisi dalam hal pemenuhan biaya hidup, digambarkan seperti sandwich (Sumber ilustrasi: Mae Mu via unsplash.com)

3. Kondisi Ekonomi dan Lingkungan di Masa Depan

Biaya hidup yang tinggi, biaya pendidikan yang mahal, harga hunian/properti yang makin diluar nalar, jumlah lapangan pekerjaan yang tidak memadai, kelestarian lingkungan yang kian memburuk, adalah beberapa hal terkait kondisi ekonomi dan lingkungan yang dikhawatirkan di masa depan. Hal ini sedikit banyak mempengaruhi millenials dalam mengambil keputusan untuk menunda pernikahan.

4. Trauma/Pengalaman Buruk tentang Rumah Tangga

Tidak sedikit mereka yang memutuskan menunda pernikahan karena pengalaman buruk yang dialami atau disaksikannya. Mulai dari KDRT, toxic relationship, perselingkuhan, hingga perceraian.

Dikutip dari kompas.com, angka perceraian di tahun 2022 menjadi yang tertinggi dalam 6 tahun terakhir menurut data BPS 2023. Dan perceraian ini justru didominasi oleh pasangan dari generasi milenial.

Hal-hal semacam ini membuat kaum milenial jadi lebih berpikir panjang sebelum menikah atau memutuskan untuk menunda pernikahan sekalian.

5. Belum Menemukan Pasangan yang Sesuai

Perlu dicatat, ini bukan berarti kita terlalu memilih (picky) soal pasangan. Kita berhak memiliki kriteria tertentu untuk memilih orang yang tepat, karena seumur hidup terlalu lama jika kita sampai salah memilih pasangan. Asal kita tetap cerdas membuka diri pada pergaulan yang sehat, percayalah kita akan menemukan pasangan yang tepat pada waktunya.

Tuntutan Vs Realita dan Keyakinan

Sebagai wanita, saya tidak setuju kalau ada pria yang berpendapat bahwa wanita harus berani hidup susah dengan suaminya.

Bagaimana tidak? Orangtua kita susah payah sampai jungkir balik supaya anaknya punya kehidupan dan masa depan yang lebih baik. Tentu mereka tidak rela jika akhirnya hidup si anak malah kesusahan setelah menikah, kecuali memang si anak sendiri yang membuat pilihan itu. Lagipula tentu tidak ada pasangan yang menikah hanya untuk mengalami kehidupan yang sulit kan?

Pernikahan dan hidup berkeluarga pada dasarnya merupakan keputusan yang harus benar-benar dipersiapkan dengan matang. Menikah bukan cuma soal kecukupan usia, atau bagaimana menggelar resepsi yang mewah dan berkesan, melainkan bagaimana supaya pasangan tersebut tetap konsisten menjalani komitmen berumah tangga dalam keadaan senang dan susah, untung dan malang, sehat dan sakit, hingga maut memisahkan.

Oleh sebab itu kita tetap perlu berpikir realistis terhadap kondisi saat ini dan proyeksi kedepannya. Bukan hanya dibutakan oleh euforia rasa cinta semata, atau hanya supaya tidak terus-terusan ditanya 'kapan kawin?' oleh orang-orang yang kepo. Ingat, bisa jadi mereka yang bertanya seperti itu justru akan memalingkan muka ketika rumah tangga kita membutuhkan bantuan.

Menunda pernikahan bukan sesuatu hal yang buruk. Ingat bahwa menikah bukanlah suatu ajang perlombaan, melainkan seberapa siap kita dalam hal mental, fisik, dan finansial untuk menjalani komitmen seumur hidup dengan pasangan yang kita pilih. Jangan cuma gara-gara kita gerah dengan tuntutan dari orang lain, kita malah meragukan atau bahkan mengabaikan keyakinan dan kesiapan diri sendiri.

Cherio!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun