"Rumah lo dimana?" adalah sebuah pertanyaan yang jawabannya bisa dipakai untuk mengukur status seseorang. (Home Sweet Loan, 2022).
Sejak pertama kali jadwal rilisnya diumumkan, saya sudah mengincar novel ini. Dari judul dan desain sampulnya, saya sudah menebak kira-kira cerita apa yang akan disuguhkan oleh si penulis.Â
Well, novel ini menceritakan tentang kisah empat orang sahabat yang bekerja di perusahaan yang sama. Meski demikian, keempatnya punya latar belakang dan nasib yang berbeda.
Kaluna, adalah seorang gadis yang bekerja sebagai pegawai Bagian Umum dengan gaji yang pas-pasan. Tinggal dalam satu rumah yang berisi tiga kepala keluarga, lengkap dengan segala konflik rumah tangga di dalamnya.Â
Ia punya mimpi untuk bisa membeli rumah supaya bisa keluar dari kondisi tersebut dan berusaha keras untuk mengontrol keuangannya dengan super ketat supaya bisa menabung. Namun perjuangannya menabung tidaklah mudah karena kekasihnya menuntut untuk mengadakan pesta pernikahan yang mewah demi menjaga gengsi keluarganya.
Teman Kaluna, Tanisha, adalah seorang ibu rumah tangga dengan satu anak yang menjalani long distance marriage. Ia tinggal di sebuah apartemen dan berusaha untuk mencari rumah yang cukup luas dan cukup kantong untuk bisa menampung mertuanya yang judes dan yang juga tinggal dengannya.
Ada lagi Kamamiya, seorang gadis yang memiliki ambisi untuk menjadi selebgram dan menikah dengan pria kaya. Untuk memenuhi gengsinya, ia berusaha mencari apartemen yang yang cantik untuk mendukung kontennya di media sosial.
Terakhir adalah Danan, seorang anak tunggal yang lahir di keluarga mapan. Kerjanya hanya hura-hura karena segala kebutuhannya memang sudah tercukupi. Tapi pada akhirnya, salah satu dari ketiga sahabatnya tadi membuat hidupnya jungkir balik dan pada akhirnya ia memiliki tujuan hidup yang ingin dicapainya.
Berhasilkah keempat sahabat ini menemukan rumah impian mereka dan memiliki kehidupan yang mereka harapkan? Daripada penasaran, mending cus baca novelnya langsung ya!
Moral Cerita
Meski ceritanya terkesan receh, tapi sebetulnya ada banyak moral cerita yang bisa pembaca petik dari novel ini. Penulisnya mengangkat isu masa kini yang dihadapi para kaum urban usia produktif yang saat ini didominasi oleh generasi milenial, yakni sulitnya mencari rumah di Jakarta dengan harga yang 'masuk akal'.
Generasi milenial semakin sulit memiliki properti?
Pembaca yang gemar nonton drama korea seperti saya pastilah sudah tidak asing dengan istilah 'Chaebol'. Pernah dengar? Duh, bukan cebol loh ya.Â
Chaebol adalah istilah di Korea Selatan yang menggambarkan kondisi keluarga konglomerat yang memiliki jaringan perusahaan-perusahaan besar. Intinya kaya raya delapan turunan!
Nah jika kita bukan orang yang punya privilege lahir di keluarga chaebol, jangan mimpi bisa pilih rumah yang ingin dibeli di Jakarta dengan sesuka hati. Boleh dibilang, harga tanah dan rumah di wilayah Jakarta semakin tidak masuk akal.
Kalaupun ada rumah dengan harga terjangkau, harus puas dengan lokasinya yang jauh dari Jakarta dan tentunya dengan tenor cicilan puluhan tahun. Atau kalau tidak mau ribet membayangkan perjuangan pulang-pergi kerja dengan transportasi massal, bisa juga membeli sekotak apartemen di tengah kota. Ya sekotak dan tidak termasuk tanahnya! Harganya juga tidak terlalu beda jauh dengan rumah tapak di luar Jakarta.
Tapi itu semua jelas hanya mimpi belaka jika tidak memiliki komitmen kuat dan konsisten dalam menabung. Mau nabung juga rasanya nggak akan cukup-cukup karena setiap tahun harga tanah dan properti terus naik. Apalagi jika kita masih menuruti keinginan hedonisme untuk bisa ngopi-ngopi syantiek di kafe, shopping barang branded di mall, bolak-balik check out di online shop, sampai traveling dengan alih-alih healing.
Saat sudah berkeluarga, berusahalah untuk mandiri
Dalam novel ini diceritakan bahwa kedua kakak Kaluna yang sudah berkeluarga, masih tinggal bersama dengan kedua orangtua di bawah satu atap, namun terkesan sangat dimanja dan tidak mandiri hingga akhirnya menyulitkan seluruh keluarga.
Well, setelah berkeluarga memang idealnya hidup terpisah dari orangtua. Tapi dengan kondisi seperti sekarang ini, tidak semua pasangan yang baru menikah bisa seperti itu. Entah karena kondisi keuangan yang belum memadai, atau memang ada faktor lain. Tinggal bersama orangtua/mertua, mengontrak rumah/menyewa apartemen, atau membeli hunian sendiri setelah menikah, adalah hak masing-masing pribadi, dan setiap pilihan ada plus minusnya.
Ketika memutuskan untuk tinggal terpisah dari orangtua/mertua, pengeluaran rumah tangga pasti akan lebih besar dan kita benar-benar harus memutar otak untuk bisa mandiri.Â
Berbeda dengan mereka yang masih tinggal dengan orangtua/mertua tentu ada beberapa komponen pengeluaran yang bisa ditekan dan akan lebih mudah untuk meminta bantuan saat kesulitan.
Tapi perlu diingat, saat tinggal dengan orangtua/mertua bukan berarti malah menjadi keenakan menerima bantuan, apalagi sampai merepotkan anggota keluarga lain. Hal ini hanya akan menimbulkan konflik dengan anggota keluarga lainnya dan tidak membawa perkembangan pada keluarga itu sendiri.
Cinta juga butuh usaha dari kedua belah pihak
Dikisahkan juga bahwa Kaluna sudah memiliki pacar yang meskipun baik, tapi sebetulnya hanya mementingkan dirinya sendiri dan gengsi keluarganya.Â
Kaluna berusaha sekuat tenaga supaya bisa disukai oleh keluarga kekasihnya hingga rela mengorbankan tabungannya untuk membeli kado setiap kali ibu kekasihnya ulang tahun.
Namun usaha Kaluna seakan-akan tak ada artinya karena kekasihnya sendiri tidak memperjuangkan Kaluna di depan orangtuanya. Bahkan terang-terangan menuntut Kaluna untuk setuju mengadakan pesta pernikahan mewah di saat Kaluna sendiri memiliki kondisi ekonomi yang pas-pasan dan berjuang menabung untuk membeli rumah.
Well, cinta memang butuh usaha dan perjuangan kedua belah pihak. Tapi jika hanya salah satu pihak yang berusaha, itu mah namanya jualan. Untuk apa dipertahankan, ye kan?
Rekomendasi
Well, novel Home Sweet Loan ini sungguh mengingatkan saya pada diri saya beberapa tahun yang lalu ketika saya baru saja diterima bekerja. Saat itu saya sudah memiliki mimpi untuk bisa punya rumah sendiri. Dengan demikian jika sudah saatnya berkeluarga, saya tidak perlu merepotkan kedua orangtua saya.
Meski tidak persis sama, saya juga pernah berada di posisi Kaluna saat sedang bersusah payah menabung untuk membeli rumah. Mengorbankan ego saya untuk hura-hura dengan teman-teman demi bisa mengumpulkan biaya DP rumah. Dan puji Tuhan mimpi saya terwujud.
Penulis Almira Bastari sangat apik dalam merangkai kisah empat sahabat ini. Lengkap dengan konflik-konflik yang sebetulnya seringkali kita temui di dunia nyata, sehingga pembacanya bisa merasa begitu relate. Mulai dari soal pergumulan pribadi, persahabatan, cinta, dan keluarga.
Bahasa yang digunakan juga cukup kekinian sehingga tidak terkesan kaku. Dan jangan khawatir, meski tidak intens, penulis juga menyisipkan kisah romansa yang manis khas from friend to be lover di antara keempat sahabat tersebut. Pokoknya maknyus lah!
Judul buku: Home Sweet Loan
Penulis: Almira Bastari
Penerbit & tahun terbit: Gramedia Pustaka Utama (2022)
Jumlah halaman: 312 halaman
Rekomendasi: 4 (skala 5).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H