Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

AMR, Mungkinkah Menjadi Silent Pandemic Berikutnya?

18 November 2022   07:00 Diperbarui: 18 November 2022   18:20 1570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Contoh, ketika seorang pasien seharusnya memperoleh antibiotik golongan tertentu untuk digunakan selama 1 minggu. Namun karena ketersediaan obat yang kurang, ia hanya bisa mendapatkan obat untuk dikonsumsi selama 3 hari. Maka pasien pun akan berisiko mengalami resistensi antibiotik.

Ketersediaan Akses Sanitasi dan Air Bersih, Polusi, dan Sampah

Sanitasi dan akses air bersih adalah salah satu hal mendasar yang dibutuhkan oleh setiap individu untuk menjamin kehidupan yang sehat. Pun demikian halnya pada hewan ternak. Area peternakan yang bersih dapat mengurangi potensi kontaminasi residu obat-obatan dari kotoran hewan, dan menjamin kesehatan hewan-hewan yang dikembangbiakkan untuk kebutuhan pangan manusia.

Tak hanya sanitasi dan air bersih, polusi dan sampah pun bisa berisiko menyebabkan AMR pada manusia. Misal air dan tanah yang terkontaminasi oleh limbah atau sampah medis (terutama antimikroba), tentunya akan mencemari air bersih hingga tanaman/sayur-mayur yang dikonsumsi manusia.

Oleh sebab itu penting sekali adanya pengelolaan limbah yang baik pada fasilitas produksi farmasi atau fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan apotek, hingga di tingkat rumah tangga.

Sumber: publichealthnotes.com
Sumber: publichealthnotes.com

AMR Bisa Saja Menjadi Silent Pandemic Berikutnya

Pasien yang resisten akan membutuhkan antimikroba dengan golongan yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama untuk sembuh. Dengan demikian biaya pengobatan pun akan semakin tinggi.

Namun bukan hanya soal waktu dan biaya semata. Jika kita terus-menerus abai terhadap pentingnya pengelolaan dan penggunaan antimikroba dengan baik dan tepat, bukan tidak mungkin di masa depan nanti akan semakin sedikit antimikroba yang efektif untuk mengobati penyakit infeksi.

Seperti yang sudah pernah saya singgung sebelumnya, penemuan obat baru tidak bisa dilakukan secara instan karena membutuhkan banyak proses/tahapan untuk menjamin keamanan, mutu, dan khasiatnya.

Sementara biasanya penyebaran penyakit infeksi berlangsung sangat cepat, apalagi jika penularannya melalui udara (airborne). Hal ini akan menimbulkan gap period dan risiko perburukan kesehatan terutama ketika terjadi KLB atau pandemi.

Well ya, AMR bisa saja menjadi silent pandemic berikutnya ketika banyak orang yang sudah mengalami resistensi. Bukan tidak mungkin ketika seseorang mengidap infeksi ringan, namun karena AMR nyawanya tidak bisa diselamatkan. Duh serem!

What Should We Do?

Mungkin pembaca sekalian ada yang beranggapan bahwa permasalahan AMR ini hanya perlu dipikirkan oleh pemerintah dan praktisi kesehatan. Ibaratnya, biarlah para pemangku kepentingan yang memikirkan bagaimana pencegahan peningkatan dan penyebaran AMR. Well, tentu tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun