Pertanyaan selanjutnya, jika DEG/EG bisa muncul sebagai cemaran dalam produk yang menggunakan keempat bahan pelarut di atas, bagaimana kita bisa mengetahui apakah suatu produk menggunakan keempat pelarut tersebut?
Sesuai regulasi, tidak semua komposisi bahan tambahan wajib dicantumkan pada label kemasan obat. Oleh sebab itu, komposisi yang tercantum pada kemasan obat biasanya hanya zat aktif dan kekuatan dosisnya saja. Misal "Setiap tablet mengandung Parasetamol 500 mg dan Chlorpheniramine Maleate 2 mg". Hal ini karena terkait rahasia dagang dan hak kekayaan intelektual atas formulasi obat dari si produsen.
Tentu saya sudah pernah cerita bahwa ada proses panjang yang harus dijalani sampai suatu formulasi obat dapat dibuktikan memiliki khasiat untuk mengobati suatu penyakit. Pun jika obat tersebut sudah habis masa patennya dan bisa diproduksi oleh produsen farmasi lainnya, tetap ada effort dan cost yang tidak sedikit dalam mengembangkan formulasi obat.
Selain itu, bahan tambahan pada obat biasanya tidak memberikan efek terapi. Jadi yang paling penting untuk dicantumkan pada kemasan adalah komposisi zat aktifnya. Namun meski tidak dicantumkan dalam kemasan, seluruh komposisi zat aktif dan zat tambahan yang digunakan dalam formulasi obat sudah dilaporkan dan dievaluasi untuk memenuhi syarat keamanan, mutu, dan efikasi (khasiat) oleh BPOM.
Meskipun suatu produk obat telah memiliki izin edar dari BPOM dan telah dipasarkan, memang tetap ada kemungkinan produk tersebut tidak memenuhi persyaratan keamanan dan mutunya. Oleh sebab itu BPOM juga memiliki kewajiban untuk melakukan post-market surveillance (pengawasan pasca pemasaran) untuk memantau produk-produk yang sudah beredar di pasaran. Dan hal ini juga menuntut produsen untuk selalu konsisten dalam memastikan produk-produk yang dibuatnya sesuai standar yang ditetapkan dan memenuhi persyaratan.
Yuk Lebih Cerdas dan Bijak dalam Menyebarkan Informasi dan Mengkonsumsi Obat
Sebelum terbitnya klarifikasi dari BPOM ini, beberapa teman-teman saya mendapat berbagai macam pesan broadcast berupa daftar berisi 29 produk obat cair yang ditarik dari pasaran, seakan-akan menjawab pertanyaan dari banyak orang tentang produk-produk yang diduga menyebabkan gangguan ginjal pada anak-anak.
Saya paham ada urgenitas dalam isu-isu semacam ini supaya korban yang jatuh tidak bertambah. Tapi perlu diingat tidak semudah dan secepat membalikkan telapak tangan dalam mengumumkan suatu produk yang diduga berbahaya. Perlu investigasi yang komprehensif mulai dari proses pengujian hingga penelusuran batch produk di sepanjang rantai distribusi.
Oleh sebab itu kita juga perlu hati-hati dan bijak dalam menyebarkan informasi, apalagi jika belum valid. Salah-salah, kita bisa dijerat UU ITE atau terlibat dalam black campaign dari pihak-pihak tertentu yang ingin menjatuhkan pihak lainnya.
Oh ya, perlu dicatat juga meski sudah ada daftar produk obat yang akan ditarik, belum tentu bahwa produk-produk itulah yang menjadi penyebab utama kasus AKI pada anak-anak. Penyebab dan faktor risiko gangguan ginjal akut itu masih perlu diinvestigasi lebih lanjut lagi oleh para pakar beserta seluruh stake holder terkait. Jadi kita tunggu saja perkembangan selanjutnya ya.
Dan tanpa bosan-bosannya, saya juga terus mengingatkan kita semua untuk menjadi konsumen yang bijak dan cerdas. Sejatinya obat adalah racun, meskipun dengan dosis tertentu dapat memberikan manfaat dalam kesehatan. Oleh sebab itu kita juga tidak boleh sembarangan membeli obat dari sarana yang tidak resmi untuk menghindari risiko-risiko yang tidak diinginkan. Semoga segera ada titik terang dari kasus ini sehingga dapat diambil tindakan pencegahan yang lebih tepat lagi untuk melindungi masyarakat.