3. Nabilone (Cesamet)
Nabilone juga merupakan bentuk sintetik Delta-9 THC yang digunakan sebagai terapi untuk mengatasi mual/muntah pada pasien kanker yang menerima kemoterapi.
Dari ketiga obat di atas, Dronabinol dan Nabilone adalah jenis yang paling berpotensi disalahgunakan karena kandungan sintetik THC-nya yang memiliki efek psikoaktif.
Dilema Ganja Medis di Indonesia
Sekadar mengingatkan kembali, hingga tulisan ini dipublikasikan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 4 tahun 2021 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika, semua tanaman genus Cannabis dan semua bagian tanaman (biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman atau bagian tanaman ganja dan hasis; Tetrahydrocannbinol (dan semua isomer dan bentuk stereo kimianya); Delta-9 Tetrahydrocannabinol (dan semua bentuk stereo kimianya) masih masuk dalam Daftar Narkotika Golongan I.
Menurut UU nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Oleh sebab itu pada beberapa kasus medis terkait kejang (epilepsi) yang pernah trending belakangan dimana seseorang menanam tanaman ganja untuk tujuan pengobatan, secara hukum memang tidak sesuai.
Pada kasus medis tersebut, yang sebetulnya dibutuhkan adalah senyawa murni CBD-nya, bukan tanaman ganja yang pastinya masih mengandung senyawa THC. Dan proses ekstraksi, pemisahan, dan pemurnian senyawa CBD ini pastinya memerlukan peralatan khusus.
Jika penggunaan tanaman ganja (meskipun untuk tujuan pengobatan) dilarang, sementara obat dengan senyawa murni Cannabinoid juga belum beredar di Indonesia, apa yang harus dilakukan?
Untuk kasus medis terkait kejang, perlu diketahui bahwa senyawa isolat ganja (misal CBD) bukanlah terapi satu-satunya. Masih banyak pilihan golongan anti-epileptik lain yang dapat digunakan sesuai petunjuk dokter.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!