Baru-baru ini, Thailand kembali mengukir sejarah dalam kebijakan legalisasi ganja. Setelah melegalkan ganja untuk medis, bulan Juni 2022 lalu Thailand juga melegalkan ganja untuk kuliner.Â
Warga pun heboh, karena akhirnya mereka diperbolehkan menanam ganja di rumah. Perubahan kebijakan ini diharapkan dapat mendongkrak sektor kesehatan dan wisata di Thailand.
Meski demikian, ganja untuk tujuan rekreasi (misal merokok) masih dilarang dan syarat untuk menggunakan ganja dalam produk makanan dan minuman adalah yang kadar THC-nya kurang dari 0.2%.
Jika di Thailand sedang dilanda euforia legalisasi ganja untuk tujuan pengobatan dan kuliner, di Indonesia justru sedang dilanda pro dan kontra tentang legalisasi ganja medis.
Topik ini bahkan semakin santer dibahas di kalangan masyarakat umum, praktisi kesehatan, hingga regulator terkait. Apalagi ketika media sosial ramai mengangkat isu seorang ibu yang memperjuangkan anaknya yang menderita Cerebral Palsy untuk memperoleh ganja medis.Â
Beberapa waktu yang lalu juga, seorang pria yang memiliki riwayat epilepsi dihukum karena kedapatan memiliki sejumlah pot tanaman ganja di rumahnya untuk mengatasi epilepsinya.
Sekilas Tentang Ganja
Bicara tentang ganja memang tidak ada habisnya. Tanaman berbunga herba ini selalu menimbulkan perdebatan. Di beberapa negara (termasuk Indonesia) ganja termasuk dalam golongan narkotika sehingga penggunaannya dilarang keras secara hukum oleh negara. Sementara itu di beberapa negara lainnya, penggunaan ganja justru mulai dilegalkan. Entah itu sebagai pengobatan, atau ada juga yang mengizinkan untuk rekreasi.
Senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman ganja dibagi menjadi dua golongan utama yakni Cannabinoid dan Non-Cannabinoid. Senyawa Cannabinoid terdiri dari senyawa yang memiliki efek psikoaktif yakni Tetrahydrocannabinol (THC) dan senyawa aktif namun tidak memiliki efek psikoaktif seperti Cannabidiol (CBD). Selain kedua senyawa ini, masih banyak senyawa lainnya. Namun yang paling sering diteliti adalah THC dan CBD.
Senyawa-senyawa Cannabinoid ini bekerja dengan berikatan pada reseptor Cannabinoid (CB1 dan CB2) yang ada di dalam tubuh manusia. Reseptor CB1 umumnya ditemukan di otak (sistem saraf pusat), sedangkan reseptor CB2 umumnya ditemukan di organ tubuh lainnya.