Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengenal dan Mewaspadai Food Fraud

2 Maret 2022   08:28 Diperbarui: 3 Maret 2022   00:56 2254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Gustavo Munoz/Dreamstime.com

Masih ingat kehebohan pemberitaan kasus produk susu yang dicampur melamin? Penggunaan melamin ini diawali dari pencampuran susu dengan air. Hal ini dapat menyebabkan turunnya kadar protein, sementara salah satu parameter pengujian produk susu adalah kandungan proteinnya. 

Nah, penambahan melamin pada susu dimaksudkan untuk mengelabui hasil pengujian kandungan protein, supaya memenuhi syarat. Mencampur melamin pada susu termasuk dalam tindakan Food Fraud (Penipuan Pangan).

Pernah dengar apa itu Food Fraud dan apa saja contohnya?

Pengertian dan Jenis-Jenis Food Fraud

Food Fraud dapat diartikan sebagai suatu tindakan penipuan terhadap pelanggan atau konsumen secara disengaja untuk memperoleh keuntungan yang tidak semestinya (FAO, 2020). 

Dikutip dari laman European Commission, Food Fraud juga dapat diartikan sebagai setiap tindakan yang diduga disengaja oleh bisnis atau individu untuk tujuan menipu pembeli dan mendapatkan keuntungan yang tidak semestinya darinya (merujuk pada Regulation 2017/625 pasal 2).

Ada 7 jenis tindakan yang dimasukkan dalam jenis Food Fraud yaitu:

1. Dilution

Dilakukan dengan mencampur bahan cair yang bernilai tinggi dengan cairan yang bernilai rendah. Misalnya menambahkan air pada susu segar atau menambahkan larutan gula pada madu.

2. Substitution

Dilakukan dengan mengganti zat gixi, bahan pangan, atau sebagian pangan dengan yang serupa namun bernilai lebih rendah. Misalnya mencampur daging kuda ke daging sapi.

3. Concealment

Dilakukan dengan menyembunyikan bahan pangan yang berkualitas rendah. Misalnya penambahan pewarna atau pengawet pada daging ayam tiren untuk menyembunyikan kondisi yang sebenarnya sudah tidak baik.

4. Unapproved Enhancement

Dilakukan dengan menambahkan bahan yang tidak disetujui dalam pangan untuk meningkatkan parameter kualitasnya. Contoh, penambahan melamin pada susu bubuk seperti yang dikemukakan di awal tulisan.

5. Counterfeit

Dilakukan dengan menirukan suatu merek / konsep kemasan / resep / metode pengolahan dari suatu produk. Contoh, snack curah yang dikemas sangat mirip dengan merek terkenal. Hal ini juga bisa termasuk dalam pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

6. Mislabelling

Dilakukan dengan mencantumkan klaim yang salah pada kemasan untuk meningkatkan daya jual produk. Misal minuman berperisa buah diklaim sebagai minuman sari buah; mencantumkan logo halal padahal produk tersebut belum tersertifikasi halal oleh lembaga yang berwenang.

7. Grey Market Forgery

Dilakukan dengan menjual produk yang belum memiliki izin edar.

Sumber: ec.europa.eu
Sumber: ec.europa.eu

Bahaya Food Fraud dan Tantangan dalam Mendeteksinya

Sesuai definisi di atas, motivasi pelaku usaha makanan untuk melakukan Food Fraud adalah untuk memperoleh keuntungan (profit). Ibaratnya dengan modal yang sekecil-kecilnya berusaha mendapat keuntungan yang maksimal. 

Yah sesuai prinsip ekonomi sih, tapi karena motivasinya hanya keuntungan semata, pelaku mengorbankan kualitas produk itu sendiri dan menipu konsumennya.

Dengan demikian, konsumen pasti akan dirugikan secara ekonomi. Membayar harga yang mahal untuk produk makanan yang berkualitas rendah. Tidak hanya dari sisi ekonomi, Food Fraud dengan memasukkan bahan-bahan yang dilarang ke dalam produk pangan juga sangat berpotensi membahayakan kesehatan konsumen.

Masalahnya cara untuk mendeteksi dan mencegah Food Fraud ini juga tidak gampang. Ada beberapa alasan diantaranya:

1. Pemahaman Food Fraud oleh masyarakat masih kurang

Coba kalian tanya beberapa orang yang kalian kenal, berapa banyak yang paham apa itu Food Fraud? Kalau pelaku usaha besar mungkin sudah memiliki sistem jaminan mutu untuk pangan yang dihasilkan/dijual. 

Tapi kalau pelaku usaha mikro belum tentu. Kurangnya pemahaman Food Fraud berpotensi membuat si pelaku tidak menyadari bahwa tindakannya salah dan melanggar aturan, atau membuat konsumen tidak aware sehingga ia bisa menjadi korban Food Fraud bila tidak hati-hati dalam memilih produk pangan yang dibeli.  

2. Konsumen sulit mendeteksi Food Fraud secara langsung

Food Fraud mungkin bisa dideteksi oleh orang awam, tapi kemungkinan besar hanya dari sisi pengamatan fisik pada pangan. Misal concealment pada ikan yang disuntik formalin supaya tahan lama. 

Jika diperhatikan, ikan yang disuntik formalin memiliki warna agak pucat dan bila dipegang akan terasa kaku dan tegang. Selain itu jika ditekan dengan jari akan tercium bau asam.

Ya, itu hanya salah satu contoh cara mendeteksi Food Fraud yang bisa dilakukan oleh orang awam. Bagaimana dengan lainnya? 

Tanpa peralatan khusus, kita tidak bisa mendeteksi apakah susu yang kita beli dicampur air atau berapa persen kemungkinan daging sapi yang kita beli dicampur dengan daging lain. Atau apakah kue yang kita beli menggunakan pewarna tekstil supaya warnanya lebih menarik.

3. Pelaku Food Fraud terus berinovasi

Namanya juga usaha untuk curang, pelaku Food Fraud akan terus mencari jalan untuk bisa mengelabui pihak regulator atau pengawas supaya tindakannya tidak terendus. Jika salah satu cara terbongkar, maka mereka akan mencari cara lainnya.

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk menghindari Food Fraud?

Biasakan membeli makanan dan minuman di tempat-tempat yang terjamin. Kalaupun harus membeli bahan makanan secara online, perlu diingat bahwa kita tidak bisa melihat atau memilih barangnya secara langsung. 

Oleh sebab itu, pastikan kita membeli dari sumber yang terpercaya seperti di official store-nya. Jangan mudah tergiur dengan harga yang murah. Mengkonsumsi makanan yang kita olah sendiri juga merupakan salah satu cara supaya kita tidak menjadi korban Food Fraud.

Selain itu, rajin-rajinlah mencari informasi terkini supaya kita mengetahui kira-kira jenis pangan apa yang paling berpeluang menjadi sasaran Food Fraud. Misal ikan, susu, minyak zaitun, madu, kopi, teh, wine, bumbu, dan lainnya. Dengan demikian kita bisa lebih aware saat akan membeli jenis pangan tersebut.

Sekarang coba ingat-ingat lagi, kira-kira dari ketujuh kategori Food Fraud tadi, apakah pembaca pernah menemui atau mengalami salah satunya? Atau punya tips bagaimana cara deteksi awal Food Fraud? Share di kolom komentar yaa...

Referensi:

European Commission | Food Fraud - Intention, Detection, and Management No 5 (FAO, 2021)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun