Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pentingnya Awareness Pengelolaan Limbah Farmasi di Rumah Tangga

8 Februari 2022   07:00 Diperbarui: 29 Maret 2022   01:23 1453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Limbah Infeksius (Sumber: ar130405 via pixabay.com)

"Ih banyak amat obatnya, mau dikemanain semua itu?"

"Oh, ini stok obat sama vitamin yang udah pada kedaluwarsa. Waktu pandemi kemarin gue kalap beli vitamin, takut keduluan orang. Tapi ternyata banyak juga yang expired date-nya cepat dan gue gak bisa minum semuanya. Jadi ya sekarang mau dibuang."

Saya ingat betul waktu awal pandemi Covid-19 di bulan Maret-April 2020 dan ketika serangan gelombang kedua di mid 2021, pernah terjadi panic buying di beberapa daerah. Komoditi vitamin immunomodulator (meningkatkan daya tahan tubuh) dan obat-obat swamedikasi untuk batuk-flu sempat sulit dicari karena banyak orang yang membeli untuk stok di rumah. Perkara nanti akan dikonsumsi semua atau tidak, urusan belakangan.

Jujur saya juga sempat tergoda untuk berlaku demikian, membeli banyak vitamin untuk stok di rumah. Mulai dari Vitamin C, Vitamin D, multivitamin, suplemen imunitas, dan lainnya. Apalagi karena pekerjaan saya dan suami yang mengharuskan kami WFO setiap hari, paling tidak saya butuh 'jaminan' untuk upaya pencegahan.

Tapi setelah saya pikir-pikir lagi, saya jadi bertanya ke diri sendiri, 'Apa iya saya sanggup dan mau meminum vitamin sebanyak itu setiap hari?'

Bukannya apa-apa, sejak saya belajar farmasi, saya lebih concern dengan penggunaan obat dan vitamin untuk diri saya sendiri. Sebisa mungkin saya tidak ingin menjadi orang yang sedikit-sedikit minum vitamin/obat, karena saya tahu organ hati dan ginjal saya akan bekerja lebih keras jika banyak zat-zat yang tidak terlalu diperlukan masuk ke dalam tubuh.

Pertanyaan selanjutnya adalah, 'Apa tidak jadi sia-sia uang yang saya keluarkan jika saya tidak menggunakan obat/vitamin yang saya beli dan berakhir kedaluwarsa?'. Obat-obat yang kedaluwarsa pastinya harus dibuang. Dan jika cara pembuangannya salah, ujung-ujungnya akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Nggak banget kan?

Akhirnya, saya mengurungkan niat untuk 'menimbun' produk obat/vitamin dan beli secukupnya saja

Lebih Aware dengan Limbah Farmasi

Pembaca sekalian pernah terpikir yang namanya limbah farmasi? 

Menurut PP No 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), limbah farmasi berupa produk farmasi kedaluwarsa termasuk limbah B3 dengan kategori bahaya 1 (memiliki karakteristik mudah meledak, mudah menyala, infeksius, dan/atau korosif; karakteristik beracun melalui uji TCLP & Toksikologi LD50).

Jika bicara sarana produksi (pabrik obat), distribusi (Pedagang Besar Farmasi), dan pelayanan farmasi (rumah sakit, puskesmas, klinik, apotek, dan toko obat), tentu masing-masing sarana sudah seharusnya memiliki fasilitas pengolahan limbah sesuai dengan standar yang ditentukan.

Tapi bagaimana dengan limbah farmasi yang dihasilkan dari rumah tangga, misal obat rusak, kedaluwarsa, dan/atau terkontaminasi? Umumnya limbah farmasi di rumah tangga muncul akibat ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan (contoh antibiotik yang tidak dihabiskan), perubahan terapi, penyimpanan yang tidak sesuai instruksi, hingga polifarmasi (penggunaan obat dalam jumlah banyak/irasional).

Meski secara kuantitas tidak sebanyak di sarana-sarana yang saya sebutkan di atas tadi, tapi jika masing-masing rumah tangga tidak concern dengan pentingnya penanganan limbah farmasi, maka akan muncul risiko terkait kesehatan dan lingkungan.

Baca juga: Mengenali Ciri Obat Kedaluwarsa

Beberapa risiko yang berpotensi muncul akibat cara pembuangan obat yang rusak/kedaluwarsa/terkontaminasi dengan cara yang sembarangan misalnya:

Pencemaran Lingkungan

Obat yang dibuang sembarangan bisa menyebabkan kontaminasi pada tanah dan air. Dengan demikian kita akan kesulitan mendapat akses air bersih dan sulit untuk bercocok tanam.

Tidak hanya itu, jika obat yang dibuang tidak terdegradasi secara sempurna, hewan-hewan yang hidup di sekitar kita juga bisa keracunan. Dan jika hewan yang terakumulasi toksin tersebut kita konsumsi, pastinya akan membahayakan kesehatan manusia. Ingat kasus pencemaran air laut di teluk Jakarta oleh Paracetamol kemarin? Tentu kita tidak ingin hal serupa terulang di masa depan kan?

Penyalahgunaan Limbah B3

Mungkin terkesan sepele, tapi beberapa dari kita mungkin tidak aware ketika membuang obat yang sudah rusak/kedaluwarsa, yakni membuangnya dalam kemasan utuh. Hal ini berisiko terjadinya penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab yakni, peredaran obat ilegal atau obat palsu.

Mengurangi Limbah Farmasi di Rumah Tangga

Masih menurut PP No101 tahun 2014, disebutkan bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3, wajib melakukan pengurangan limbah B3. Pengurangan yang dimaksud bisa dengan cara substitusi bahan, modifikasi proses, dan/atau penggunaan teknologi ramah lingkungan.

Kalau di sarana produksi/distribusi/pelayanan farmasi umumnya disediakan peralatan yang memadai untuk mengolah limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Misal menggunakan insinerator. Tapi kalau konteks rumah tangga tentu lain lagi ceritanya karena keterbatasan peralatan dan perlengkapan.

Sejalan dengan beberapa cara yang dianjurkan oleh WHO dalam menangani limbah farmasi (obat rusak dan/atau kedaluwarsa), berikut cara yang bisa kita terapkan di tingkat rumah tangga:

1. Dikembalikan ke sarana pelayanan farmasi komunitas

Misalnya rumah sakit/puskemas/apotek/klinik. Bisa jadi di sekitar lingkungan rumah kita, ada apotek yang menyediakan dropbox untuk menampung obat rusak dan/atau kedaluwarsa. Tapi mungkin terkesan agak repot karena tidak semua apotek memiliki take-back-program seperti ini.

2. Pastikan kemasan obat sudah dirusak

Saat akan membuang obat, pastikan isi obat dikeluarkan dari wadah dan kemasan obat sudah dirusak dengan cara dirobek/digunting/dilepaskan labelnya. Seperti yang sudah saya singgung tadi, cara ini untuk mencegah penyalahgunaan obat kedaluwarsa diedarkan kembali oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

3. Inertisasi limbah

Inert artinya kurang lebih 'tidak aktif'. Jadi sebelum dibuang ke lingkungan, limbah lebih dulu dicampur dengan zat inert. Untuk obat sediaan padat seperti serbuk/tablet/kapsul, dapat dimasukkan ke dalam wadah plastik tertutup. Kemudian dicampur dengan sepetanah, kotoran, bubuk kopi bekas atau lainnya, lalu dibuang ke tempat sampah dalam keadaan tertutup.

Untuk sediaan obat cair, dapat dicampur dengan air lebih dulu kemudian dibuang ke saluran pembuangan. Sedangkan untuk sediaan semisolid (seperti salep atau krim), keluarkan isinya lebih dulu.

4. Menerapkan FEFO

First Expired First Out (FEFO) adalah salah satu metode pengeluaran barang (obat). Cara ini bisa juga kita terapkan di rumah apabila terdapat obat dengan jenis yang sama namun memiliki tanggal kedaluwarsa yang berbeda. Dengan menerapkan metode FEFO, kita dapat mengurangi jumlah obat kedaluwarsa.

5. Simpan obat sesuai instruksi

Setiap obat memiliki instruksi penyimpanan yang berbeda terkait suhu, cahaya, dan kelembaban. Hal ini disesuaikan dengan sifat, karakteristik, dan hasil studi stabilitas obat. Umumnya instruksi ini tercantum pada kemasan. Menyimpan obat sesuai dengan instruksi dapat mengurangi risiko rusaknya obat akibat pengaruh eksternal.

Baca juga: Karena Obat adalah Racun, Jangan Simpan Sembarangan Ya!

Well sekarang jadi tahu kan, limbah rumah tangga bukan cuma sampah dapur saja lho. Ada juga limbah farmasi. Demi kesehatan lingkungan sekitar dan kesehatan manusia, ayo tingkatkan awareness kita terhadap limbah farmasi di rumah tangga. Dan pastinya hindari menyimpan stok obat secara berlebihan ya!

Referensi:

Pedoman Pengelolaan Obat Rusak dan Kedaluwarsa di Fasilitas Pelayanan Kesehatan & Rumah Tangga (Kementerian Kesehatan, 2021)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun