Pandemi Covid-19 bisa dikategorikan sebagai suatu masa krisis di bidang kesehatan. Terutama akibat efek domino negatif yang ditimbulkannya kepada sektor-sektor lainnya seperti pariwisata, ekonomi, sosial-budaya, dan lainnya.
Risiko kematian yang dihadapi oleh para pasien Covid19 membuat banyak orang panik, sehingga mereka (dan mungkin juga kita) akan mengusahakan berbagai macam cara untuk memproteksi diri sendiri.
Dengan berkembangnya dunia digital seperti sekarang ini, tidak heran informasi apapun dapat menyebar luas sama cepatnya dengan si virus.
Nah pada masa krisis kesehatan ini, jika informasi yang salah beredar dan menyebar dengan tidak terkendali pastinya berpotensi menyebabkan chaos, paranoia, dan stigmatisasi.
Padahal supaya kita dapat bertahan melewati pandemi ini, diperlukan kerjasama dari seluruh lapisan masyarakat yang solid dan serempak, mulai dari melaksanakan protokol kesehatan hingga menerima vaksinasi.Â
Mereka yang bersikap abai hanya akan menghambat tercapainya herd immunity. Padahal kita tahu bahwa proses penemuan vaksin dan obat baru memerlukan waktu yang cukup lama.
Lalu bagaimana mengantisipasi agar kita dan orang-orang di sekitar kita tidak terpapar informasi hoax?
Konsep Dasar Literasi Digital
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2019-2020, penetrasi pengguna internet saat ini sudah mencapai 73.7 persen atau sekitar 196.7 juta pengguna.
Angka ini mengalami kenaikan 8.9 persen atau sekitar 25.5 juta pengguna dari tahun sebelumnya.
Ini berarti semakin banyak warga Indonesia yang melek teknologi digital dan internet. Dan saya meyakini bahwa adaptasi kebiasaan baru seperti WFH dan pembelajaran daring juga berkontribusi terhadap kenaikan ini.
Dengan demikian para penyedia jasa internet juga akan memiliki tanggung jawab untuk senantiasa meningkatkan pelayanannya hingga ke pelosok Indonesia.
Tapi masalahnya, apakah saat ini ke 196.7 juta pengguna tersebut sudah menggunakan internet dengan bijak?
Dari berbagai sumber yang saya baca, dapat saya simpulkan bahwa konsep dasar literasi digital adalah life skills (kecakapan).
Life skills yang dimaksud adalah kemampuan menggunakan perangkat teknologi; informasi; dan komunikasi, serta kemampuan pembelajaran; bersosialisasi; dan sikap untuk berpikir dengan kritis; kreatif; dan inovatif.
Jadi ketika menggunakan jaringan internet yang tersambung dengan berbagai macam perangkat/gadget kita, ya jangan cuma dipakai untuk joget-joget gak jelas; atau forward perpesanan berantai dari grup sebelah tanpa tahu itu informasi hoax yang sebetulnya sudah pernah trending beberapa tahun sebelumnya; atau copy paste artikel/foto orang lain untuk tugas sekolah tanpa mencantumkan sumbernya; atau yang baru-baru ini lagi ngetren, ikutan challenge menyebarluaskan informasi pribadi di media sosial yang berpotensi disalahgunakan oleh pihak lain.
Memang hanya dengan menggerakkan kedua ibu jari, kita bisa memperoleh segala informasi yang diinginkan. Tapi bukan berarti kita tutup mata dengan segala etika dan risiko yang ada loh ya..
Pentingnya Literasi Kesehatan Digital
Seperti yang sudah saya singgung tadi bahwa penyebaran informasi yang salah di masa krisis seperti pandemi Covid-19 seperti sekarang ini berisiko menimbulkan:
- Chaos, misal terjadi kelangkaan komoditas tertentu akibat panic buying di sejumlah daerah
- Paranoia, misal takut untuk berinteraksi dengan orang lain atau melakukan sesuatu;
- Stigmatisasi, misal terhadap pasien atau penyintas Covid-19, bahkan tenaga kesehatan yang merawat pasien Covid-19.
Nah, di masa-masa seperti justru kita harus benar-benar selektif dalam menyaring informasi terkait kesehatan yang beredar.
Pernah dengar e-Health Literacy?
Menurut WHO, konsep Literasi Kesehatan Digital (e-Health Literacy) dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mencari, menemukan, memahami, dan menilai informasi kesehatan dari sumber-sumber elektronik, serta menerapkan pengetahuan yang diperoleh untuk menyelesaikan permasalahan terkait kesehatan.
Diumpamakan sebagai model kelopak bunga Lili, ada enam keterampilan literasi yang diperlukan dalam menjalankan e-Health Literacy yakni:
1. Traditional Literacy
Meliputi kemampuan dasar membaca teks, memahami bagian teks tertentu, menulis, serta berbicara dan berbahasa dengan baik.
2. Media Literacy
Kemampuan Literasi Media umumnya diartikan kemampuan kognitif dan berpikir kritis terhadap suatu konten, menempatkan konten tersebut dalam konteks tertentu, dan memahami pesan yang ingin disampaikan.
3. Information Literacy
Meliputi kemampuan seseorang untuk mengetahui bagaimana cara memperoleh suatu informasi yang diinginkan dan bagaimana cara untuk dapat menggunakan informasi tersebut untuk dirinya dan orang lain.
4. Computer Literacy
Meliputi kemampuan seseorang dalam menggunakan komputer dan perangkat lainnya, software, hingga teknologi terbaru.
5. Scientific Literacy
Secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memahami aspek-aspek dasar ilmu sains, metode analisis, dan hasil penelitian terkait informasi kesehatan.
6. Health Literacy
Meliputi kemampuan seseorang dalam memahami istilah-istilah dasar di bidang kesehatan, mengikuti perkembangan informasi kesehatan, sehingga dengan demikian ia mampu untuk mengambil keputusan dengan objektif dalam hal kesehatan.
Tak bosan-bosannya saya mengingatkan pembaca bahwa informasi terkait kesehatan haruslah disertai bukti empiris dan/atau bukti ilmiah yang mendukung. Jadi bukan cuma katanya begini, katanya begitu. Apalagi sembarangan menyebarkan pesan dari grup sebelah.
Dengan kemudahan akses informasi yang kita miliki sekarang, justru harus kita manfaatkan untuk memastikan validitas informasi tersebut. Bisa dari website regulator, jurnal-jurnal ilmiah, atau minimal dari website yang terpercaya kredibilitasnya.
Kompasianival dan Literasi Kesehatan Digital
Berhubung Kompasiana baru saja menggelar Kompasianival 2021, acara tahunan yang selalu ditunggu-tunggu para Kompasianer, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Kompasiana dan Kompasianer semua karena telah memberikan saya kesempatan menjadi nominee Kompasiana Award 2021 untuk kategori Best in Specific Interest.
Meskipun tidak menang, bisa menjadi salah satu nominee sudah menjadi bentuk penghargaan tersendiri bagi saya.Â
Saya berharap tulisan-tulisan saya bisa bermanfaat bagi pembaca semua, khususnya di bidang kesehatan. Ini juga menjadi motivasi bagi saya untuk bisa terus konsisten berbagi ilmu melalui tulisan-tulisan, sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan saya.
Saya juga ingin mengucapkan selamat kepada seluruh pemenang Kompasiana Award 2021 dan mengapresiasi Kompasiana atas salah satu narasumber yang dihadirkan yaitu dr. Decsa Medika Hertanto. Namanya langsung ear catching (bukan eye catching loh ya) karena mirip dengan nama salah satu perusahaan farmasi besar di Indonesia.
Hal ini menunjukkan bahwa Kompasiana masih menaruh perhatian akan pentingnya literasi digital di masa pandemi seperti sekarang.
Oleh sebab itu sesuai tema Kompasianival 2021, bersama saya yang juga masih belajar, saya juga ingin mengajak Kompasianer semua yang memiliki minat menulis khususnya dibidang kesehatan, untuk senantiasa optimis melangkah dan belajar menghadirkan tulisan-tulisan yang bisa dipertanggungjawabkan validitasnya.
Meski tidak berdampak secara langsung, tapi kita memiliki tanggung jawab moral terhadap kesehatan masyarakat.
Cherio!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H