Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Kemanapun Kupergi, Onan Runggu Kan Kurindu

26 September 2021   07:00 Diperbarui: 26 September 2021   14:02 1426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan selepas Pelabuhan Ajibata (Dokumentasi pribadi)

Bicara tentang Danau Toba dan tempat-tempat terkenal di sekitarnya seperti Tomok, Bukit Holbung, Tele, Ambarita, Lumban Suhi-Suhi, Gunung Pusuk Buhit, Lembah Bakkara dan lainnya, jauh sebelumnya saya hanya mengenal Desa Onan Runggu. Kampung halaman Bapak. Yah, kampung halaman aslinya sih di Sipakko. Tapi akhirnya Ompung pindah domisili ke desa ini.

Saat masih kecil, saya ingat betul bisa hampir setiap tahun ketika momen Natal dan tahun baru, saya ikut orangtua ke kampung halaman mereka masing-masing menengok Ompung dan berkunjung ke rumah sanak saudara lainnya.

Pembaca sekalian mungkin tidak familiar dengan nama Onan Runggu dan tidak banyak yang tahu di mana tepatnya letak tempat ini. Tapi mungkin juga sudah ada yang pernah mendengar, karena nama Onan Runggu pernah beberapa kali saya sebut dalam artikel-artikel saya sebelumnya.

Onan Runggu memang bukan termasuk tempat wisata yang terkenal seperti Tomok, Ambarita, Lumban Suhi-Suhi, dan lainnya. Tapi karena tempat inilah yang pertama kali saya kenal sejak kecil di kawasan Danau Toba, maka saya ingin bercerita sedikit mengenai Onan Runggu.

Gambaran Lokasi Onan Runggu (Sumber: tangkapan layar Google Map)
Gambaran Lokasi Onan Runggu (Sumber: tangkapan layar Google Map)

Mengenal Desa Onan Runggu

Desa Onan Runggu merupakan salah satu dari 12 desa yang berada di kecamatan Onan Runggu yang terletak di Pulau Samosir (Kabupaten Samosir). Ya, pulau yang memiliki julukan 'Negeri Indah Kepingan Surga' ini terkenal karena letaknya berada di tengah-tengah Danau Toba yang tersohor itu.

Dalam budaya masyarakat Batak, Danau Toba dan Pulau Samosir memiliki urban legend tersendiri sebagai Heritage of Toba. Tentu pembaca sekalian pernah dengar kisah seorang petani yang menangkap seekor ikan mas yang akhirnya berubah menjadi seorang wanita dan menjadi istri si petani? Kalau belum, bisa googling sendiri lah ya? Hehe..

Balik lagi ke Onan Runggu. Karena letaknya di tengah Danau Toba, maka kalau boleh saya menyombongkan diri sedikit (sedikit nggak apa-apa kan?), menyaksikan keindahan Danau Toba dari dekat hampir setiap tahun adalah hal yang biasa bagi saya. Serius!

Pemandangan Danau Toba dari atas kapal (Dokumentasi pribadi)
Pemandangan Danau Toba dari atas kapal (Dokumentasi pribadi)

Maklum, waktu kecil saya belum menyadari bahwa sebetulnya Danau Toba merupakan suatu tempat yang se-incredible itu!

Jadi ceritanya, rumah ompung saya ini kebetulan terletak di dekat dermaga Onan Runggu. Ibaratnya, tinggal ngesot dari dermaga, langsung sampai deh. Asyik kan? Oleh sebab itu kalau mau santai-santai melihat kecantikan Danau Toba dari dermaga di pagi atau sore hari, ya bisa banget!

Nah, ada dua cara yang bisa ditempuh untuk mencapai Onan Runggu. Cara pertama dengan menempuh jalan darat jika kita menggunakan mobil, setelah sebelumnya menyeberang dengan kapal feri rute Ajibata - Tomok.

Jika menggunakan rute ini, kita bisa mampir sejenak ke Desa Wisata Tomok yang terkenal dengan pertunjukan boneka Sigale-gale nya dan makam tua Raja Sidabutar.

Pemandangan dari atas Menara Pandang Tele (Dokumentasi pribadi)
Pemandangan dari atas Menara Pandang Tele (Dokumentasi pribadi)

Rute darat lainnya adalah melalui Tele, dimana kita bisa singgah sebentar di Menara Pandang Tele untuk menikmati keindahan Danau Toba dari ketinggian. Memang tagline 'Wonderful Indonesia' itu gak salah!

Baca juga: Singgah di Menara Pandang Tele

Dari Tele, kita masuk ke Pulau Samosir melalui jembatan Tano Ponggol melewati Pangururan. Nah dari Pangururan ini, kita bisa memilih dua jalan memutar dengan menyusuri tepi Pulau Samosir.

Kita bisa mampir sebentar ke Lumban Suhi-Suhi yang terkenal dengan pembuatan Ulos langsung dari para penenunnya dan Ambarita di mana kita bisa singgah sebentar di Desa Wisata Huta Siallagan, atau melewati Palipi dengan lanskapnya yang indah di jalur sebaliknya.

Deretan rumah adat Batak di Huta Siallagan (Dokumentasi pribadi)
Deretan rumah adat Batak di Huta Siallagan (Dokumentasi pribadi)

Baca juga: Serunya Menari Tor-Tor di Huta Siallagan

Cara kedua adalah dengan menumpang kapal motor dari Pelabuhan Ajibata di Parapat, atau dari Pelabuhan Balige. Nah, pelabuhan Onan Runggu ini adalah pemberhentian terakhir. Jadi jangan khawatir kelewatan ya!

Dalam satu hari, waktu keberangkatan rute Ajibata-Onan Runggu lebih banyak dibandingkan rute Balige-Onan Runggu. Jika kita datang melalui Bandara Kualanamu, maka pelabuhan terdekat adalah Ajibata. Tapi jika datang melalui Bandara Silangit, maka pelabuhan terdekat adalah Balige.

Rute Ajibata-Onan Runggu biasanya memakan waktu sekitar 2 jam, sementara Balige - Onan Runggu kurang lebih hanya memerlukan waktu 45 menit saja.

Kalau mau menikmati keindahan Danau Toba, saya pribadi merekomendasikan rute Ajibata - Onan Runggu karena kapal motor akan berhenti di beberapa desa untuk naik-turun penumpang. Kayak angkot gitu deh. Jadi kita bisa melihat pemandangan yang berbeda-beda selama dua jam perjalanan. Amboii, maknyus lah pokoknya!

Pemandangan selepas Pelabuhan Ajibata (Dokumentasi pribadi)
Pemandangan selepas Pelabuhan Ajibata (Dokumentasi pribadi)

Apalagi kapal motor biasanya didesain terbuka di bagian atas, sehingga kita bisa merasakan hembusan angin saat kapal melaju. Makin mantap untuk menikmati keindahan kaldera yang terbentuk ribuan tahun yang lalu ini. Dengan catatan jika kondisi cuaca bagus loh ya..

Kalau perut lapar, di kapal juga ada Inang-Inang yang berjualan makanan. Menunya terbilang sederhana yakni nasi panas dengan lauk seperti Ikan Mas Arsik atau Ikan Tombur. Mie instan, kopi, dan teh panas pun ada. Pastinya harganya juga terjangkau. Bisa terbayang sedapnya makan sambil menikmati keindahan Danau Toba? Alamakjang, tabo nai!

Baca juga: Menikmati Arsik Sambil Menyeberangi Danau Super Volcano

Well, karena mobilitas warga yang keluar-masuk Desa Onan Runggu ini boleh terbilang tinggi karena menjadi pintu masuk dan keluar beberapa desa di sekitarnya, beberapa tahun yang lalu akhirnya dermaga Onan Runggu diubah menjadi pelabuhan feri supaya kapal yang lebih besar bisa bersandar. Rute feri yang dilayani saat ini adalah Balige - Onan Runggu. Tapi saya kurang hafal jadwalnya karena memang belum pernah mencobanya.

Sesampainya di pelabuhan Onan Runggu, salah satu bangunan yang menjadi ciri khas karena sangat eye catching adalah Tugu Samosir.

Dalam budaya masyarakat Batak, Tugu merupakan situs bersejarah bagi keluarga suku Batak. Tugu ini biasanya digunakan untuk menyimpan tulang leluhur.

Tugu Samosir di dekat Pelabuhan Onan Runggu (Dokumentasi pribadi)
Tugu Samosir di dekat Pelabuhan Onan Runggu (Dokumentasi pribadi)

Pembangunan Tugu (Tambak) dan proses pemasukkan holi-holi (tulang belulang) leluhur ke dalam Tugu biasanya diadakan oleh para keluarga keturunan disertai dengan prosesi adat.

Boleh dibilang Tugu dalam budaya suku Batak merupakan kearifan lokal yang perlu dipertahankan karena bisa mempersatukan seluruh keturunan marga tertentu meski mereka tersebar di berbagai kota, provinsi, pulau, bahkan mancanegara. Mengapa begitu? Silakan baca artikelnya di bawah.

Baca juga: Makna Mendalam Dibalik Tradisi Mangokkal Holi dan Tugu Marga

Onan Runggu yang Ditinggalkan oleh Para Generasi Mudanya

Setelah Ompung Doli meninggal awal 2020 lalu, saya sempat berpikir apakah saya masih akan kembali ke Onan Runggu? Kira-kira seperti apa Onan Runggu di masa depan?

Well, meski saya tidak besar di Onan Runggu, tapi berdasarkan frekuensi saya datang ke tempat ini, sebetulnya saya tidak melihat banyak kemajuan di desa ini.

Meski bukan tergolong desa yang tertinggal karena penduduk di sana sudah lumayan melek teknologi, tapi kalau boleh jujur, bisa dibilang Onan Runggu merupakan desa yang sudah ditinggalkan oleh generasi mudanya.

Dari hasil diskusi ringan dengan orangtua, kaum muda di Onan Runggu lebih banyak yang pergi merantau ke kota untuk kehidupan yang lebih baik. Oleh sebab itu, saya pun melihat perkembangan ekonomi dan bisnis di Onan Runggu tidak banyak berkembang.

Mata pencaharian penduduknya masih seputar bercocok tanam, berjualan hasil bumi saat pekan (pasar di hari-hari tertentu), dan membuka kedai atau warung. Fasilitas pelayanan kesehatan pun masih terbatas.

Bagaimana dengan wisata? Well, hingga saat ini saya melihat Onan Runggu masih belum ke arah sana. Meski demikian, saya merasa Onan Runggu cukup memiliki potensi untuk mengembangkan pariwisata. Apalagi dengan akses transportasi yang kian mudah, seperti yang sudah saya terangkan di atas.

Kapal motor yang sedang bersandar di Pelabuhan Onan Runggu, sebagai transportasi sehari-hari masyarakat di Danau Toba (Dokumentasi pribadi)
Kapal motor yang sedang bersandar di Pelabuhan Onan Runggu, sebagai transportasi sehari-hari masyarakat di Danau Toba (Dokumentasi pribadi)

Mungkin bisa dimulai dengan membangun desa wisata yang mengangkat budaya otentik setempat seperti halnya di Huta Siallagan atau Lumban Suhi-Suhi.

Lalu pengadaan akomodasi bagi turis-turis yang datang. Tidak perlu yang mewah, yang penting nyaman. Atau bisa juga berupa homestay yang menawarkan aktivitas dengan masyarakat lokal seperti bercocok tanam, menggembalakan ternak, memancing di danau, memasak hidangan khas suku Batak, belajar bahasa Batak atau tari tortor, berjualan di pekan (pasar), membuat kerajinan khas Batak, hingga ikut menghadiri acara adat tertentu yang diselenggarakan masyarakat setempat.

Cara ini tidak hanya bisa menaikkan pamor desa dan perkembangan ekonominya, tapi juga memperkenalkan budaya setempat kepada masyarakat luar daerah maupun luar negeri.

Tapi tentunya, masyarakat setempat harus lebih dulu dibekali dengan bagaimana cara memberikan pelayanan (hospitality) yang baik. Karena biarpun tempatnya bagus tapi tidak ada keramahan dari masyarakatnya, sama saja bohong kan?

Saya kira hospitality merupakan hal yang penting dalam industri pariwisata. Apalagi Danau Toba termasuk Destinasi Super Prioritas (DSP Toba). Jadi orang tidak akan ragu untuk MICE di Indonesia aja.

Yah, siapa tahu ide ini suatu saat nanti bisa terwujud. Siapa tahu, ada kaum muda atau mungkin para perantauan asal Onan Runggu di luar sana yang tergerak hatinya untuk mengembangkan Onan Runggu supaya bisa seperti desa-desa lainnya yang lebih dulu berkembang?

Berfoto di jalan menuju pelabuhan Onan Runggu sebelum kembali ke Jakarta (Dokumentasi pribadi)
Berfoto di jalan menuju pelabuhan Onan Runggu sebelum kembali ke Jakarta (Dokumentasi pribadi)

Jika suatu saat ada kesempatan, saya pun inginnya bisa berkontribusi di Onan Runggu dalam hal fasilitas pelayanan kesehatan, karena saya lihat akses masyarakat setempat untuk memperoleh obat-obatan masih lumayan terbatas. Ya itupun jika Tuhan berkenan dan semesta mendukung. Boleh dong berandai-andai? Hehe..

Well, sekian cerita saya tentang Onan Runggu. Siapa tahu pembaca sekalian ada kesempatan singgah atau lewat desa ini suatu saat. Jadi gak buta-buta amat soal tempat ini.

Dan suatu hari, mungkin tulisan ini pun bisa membangkitkan kenangan saya tentang desa di tepi Danau Toba ini. Karena kemanapun kupergi, Onan Runggu kan kurindu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun