Baca juga: Hikmah Dibalik Momen Terendah yang Dialami
Saya bukannya tidak punya bayangan sama sekali tentang apa yang ingin saya lakukan untuk masa depan. Saya tahu bahwa saya harus kuliah. Saya tahu mau masuk jurusan apa dan ke universitas mana. Saya tahu apa yang harus saya lakukan untuk mewujudkannya.
Tapi masalahnya ketika semua rencana dan usaha saya satu per satu gagal, cita-cita saya mulai terasa mustahil untuk diwujudkan, saya tidak yakin dengan masa depan saya, dan saya ragu apakah pilihan-pilihan yang saya ambil memang betul-betul pilihan yang tepat. Duh, pokoknya bayangan masa depan saya waktu itu malah semakin buram! Belum lagi suara bising dari sana-sini.
Terlepas dari semua kegagalan di masa life crisis dulu, jujur saya tidak menyesali apa yang sudah saya alami. Bahkan saya merasa bersyukur karena momen itulah yang membawa saya ke titik sekarang ini. Yah, meskipun terkadang saya agak iri dengan beberapa pencapaian beberapa orang yang saya kenal.
Tapi kalau diingat-ingat lagi, saya berharap setidaknya mengetahui lebih cepat mengenai hal-hal ini sebelum usia saya 25 tahun:
Yakin dengan karir yang ingin ditempuh
Saya sempat iri dengan adik saya dulu. Dia sudah tahu betul mau jadi apa di masa depan. Dengan demikian, dia sudah mantap memilih jurusan IPS begitu naik ke kelas 11 (setara 2 SMA).Â
Lain halnya dengan saya, yang belum yakin dan punya bayangan apapun mengenai karir yang ingin saya jalani di masa depan. Jadi saya hanya mengikuti gengsi semata, yakni masuk jurusan IPA.
Pada masa saya sekolah dulu, jurusan IPA adalah jurusan bergengsi yang dihuni oleh siswa-siswi berotak encer. Dan karena saya merasa belum memiliki bayangan tentang karir, saya berpikir jurusan IPA adalah jurusan yang tepat karena selain soal reputasinya, kita bisa lebih bebas memilih jurusan saat kuliah nanti yakni rumpun ilmu sosial atau rumpun ilmu sains.
Tapi ternyata keputusan saya untuk mengikuti gengsi dengan masuk jurusan IPA (waktu itu kebetulan juga saya lolos seleksi masuk jurusan IPA), justru membuat prestasi saya kian menurun.Â
Yap, saya kesulitan mengikuti ritme pelajaran kelas IPA. Ujung-ujungnya saya tidak bisa memperoleh nilai-nilai memuaskan. Karena itu pula, saya selalu kalah seleksi masuk universitas yang sudah saya targetkan.