Orang yang Sudah Divaksin Masih Bisa Tertular & Menularkan
Reaksi umum pertama dari orang-orang yang sering saya dengar adalah, "Loh, jadi gak guna dong tuh vaksin?"
Oleh sebab vaksin butuh waktu untuk bekerja/terbentuk maksimal seperti yang sudah disinggung di atas, memang tidak menutup kemungkinan bahwa orang yang sudah divaksin (terutama setelah suntikan pertama) masih memungkinkan untuk tertular atau menularkan virus, meskipun tanpa gejala.
Jika orang yang belum menerima suntikan vaksin kedua wara-wiri tanpa menerapkan protokol kesehatan, orang tersebut kemungkinan besar masih bisa tertular atau menularkan penyakit, meski tanpa gejala.
Itulah mengapa tim vaksinator biasanya tetap akan mengingatkan orang-orang yang sudah divaksin untuk tetap mematuhi protokol kesehatan dan sebisa mungkin untuk tidak bepergian jauh.
Tidak Semua Orang Bisa Divaksin
Ada orang-orang dengan kondisi tertentu yang tidak bisa divaksin atau berisiko tinggi. Misalnya, orang yang memiliki komorbid atau penyakit bawaan (penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus, asma dan Penyakit Paru Obstruktif kronis (PPOK), kanker, penyakit ginjal kronis, HIV), wanita hamil dan menyusui, lansia.
Belakangan, lansia dan wanita hamil dan menyusui diperbolehkan menerima vaksin, tapi tentunya dengan skrinning yang ketat. Begitu juga dengan orang-orang yang memiliki komorbid, namun hanya mereka dengan riwayat penyakit tertentu yang terkontrol (misal dengan minum obat) yang diperbolehkan menerima vaksin.
Oleh sebab itu, kita yang telah menerima vaksin tetap harus menjalankan protokol kesehatan untuk melindungi mereka-mereka ini, termasuk juga anak-anak.
Vaksin Bukanlah Obat
Secara umum memang vaksin digolongkan sebagai obat (produk biologi), tapi tujuan penggunaannya berbeda. Jika obat bersifat kuratif (menyembuhkan), vaksin bersifat preventif (pencegahan). Jadi mengartikan vaksin sebagai obat Covid-19 juga keliru.