Di kampung Bapak di Onan Runggu (Pulau Samosir) sudah banyak pernikahan antara marga Samosir dan Pakpahan, Gultom dan Harianja, dan lainnya.
Budaya menghormati yang lebih tua
Satu hal yang paling mencolok yang saya lihat dari budaya orang Korea adalah sikap yang sangat menghormati orang yang lebih tua. Terlihat dari bagaimana mereka lebih mendahulukan orang-orang tua, misal saat makan atau minum bersama, pemberian salam secara formal, mendengarkan nasihat, dan lainnya.
Tidak hanya pada orang-orang tua, tetapi juga pada orang yang lebih tua, misal kakak/abang, senior, rekan kerja atau atasan, dan lainnya. Hal ini juga tercermin pada bagaimana orang-orang yang lebih tua memiliki panggilan khusus dari orang-orang yang lebih muda. Pada budaya orang Batak pun kurang lebih sama.Â
Punya panggilan yang berbeda terhadap anggota keluarga
Pernah dengar sebutan Hyung, Eonni, Samchon, Imo? Pembaca yang suka nonton drama Korea seperti saya pastinya tidak asing dengan istilah ini dong ya?
Yah, orang Korea memiliki panggilan yang berbeda terhadap anggota keluarga. Hyung (panggilan dari adik laki-laki kepada kakak laki-laki), Noona (panggilan adik laki-laki kepada kakak perempuan), Oppa (panggilan adik perempuan kepada kakak laki-laki), Eonni (panggilan adik perempuan kepada kakak perempuan), Samchon (Paman/Om), Imo (Bibi/Tante) dan lainnya.
Orang Batak juga sama, memiliki panggilan berbeda terhadap anggota keluarga tertentu. Sebagai contoh, Tulang (panggilan terhadap saudara laki-laki dari pihak Ibu), Inangtua (panggilan terhadap kakak perempuan ibu), Bapa Tua (panggilan terhadap kakak laki-laki dari ayah), Bapa Uda (panggilan terhadap adik laki-laki dari ayah), Namboru (panggilan terhadap saudara perempuan dari pihak ayah). Panggilan terhadap istri atau suami dari mereka juga disesuaikan.
Pendidikan nomor satu
Dalam budaya orang Batak, ada pandangan bahwa pendidikan adalah hal yang nomor satu. Tak peduli apapun latar belakang pendidikan orangtua, apapun pekerjaan orangtua, mereka selalu mengutamakan pendidikan anaknya.Â
Betapapun sulitnya mencari uang, para orangtua Batak selalu mengusahakan supaya anaknya bisa sekolah setinggi-tingginya. Sejalan dengan ungkapan populer Batak: Anakkon hi do hamoraon di au (anakkulah kekayaanku).