Bangun pukul 4.30 dan empat puluh lima menit kemudian saya sudah di stasiun menunggu KRL bersama sekian banyak Anker (Anak Kereta) lainnya yang akan berangkat bekerja ke Jakarta. Begitu KRL tiba, saya menuju tempat duduk yang paling PW (posisi wuenak), pakai masker dan kemudian melanjutkan tidur hingga tiba di stasiun tujuan.
Itulah sedikit rutinitas saya di pagi hari setiap hari Senin sampai Jumat. Pulang-pergi melintasi dua provinsi setiap harinya karena saya tinggal di Bogor namun bekerja di Jakarta.
Saya yakin, rutinitas kecil ini tidak hanya Anker dari daerah Bogor yang mengalaminya, tapi juga mereka yang berdomisili di Tangerang dan Bekasi. Harga properti di pusat kota Jakarta yang harganya sudah tidak masuk di akal, membuat banyak orang yang rela mencari rumah di pinggiran Jakarta yang jaraknya lumayan jauh dari pusat kota. Dan konsekuensinya, jarak yang memisahkan kita, eh maksudnya jarak yang jauh ini berpengaruh terhadap kualitas tidur kaum urban.
Sejujurnya saya termasuk orang yang agak sulit bangun pagi-pagi sekali. Oleh sebab itu, rutinitas bangun sepagi itu seringkali terasa berat. Tapi mau bagaimana lagi kan ya? Demi mencari segerobak berlian. Pokoknya yang penting bangun dulu, kalau masih ngantuk ya tinggal dilanjutkan saat perjalanan, karena kalau tidak berangkat pagi-pagi sekali yang ada terlambat sampai di kantor.
Bagi para commuters (sebutan untuk pengguna KRL), berdesak-desakan di dalam KRL setiap rush hour pastinya sudah menjadi konsekuensi yang harus diterima. Meskipun berdesak-desakan, tidak menghalangi sebagian besar dari commuters untuk menuntaskan waktu tidur mereka. Lumayan kan dapat satu jam tambahan waktu tidur.
Maka biasanya, suasana di dalam KRL saat masih pagi-pagi sekali cukup tenang karena sebagian besar commuters tidur. Baik dalam posisi duduk maupun berdiri sambil bersandar di pintu atau sambil bergelantungan pada pegangan tangan. Luar biasa bukan? Jadi kalau pembaca sekalian mau belajar tidur sambil berdiri, coba sekali-sekali naik KRL saat rush hour di pagi hari. Hihihi..
Banyak Tidur vs Kurang Tidur
Hari gini, rupanya masih ada pandangan yang beredar di masyarakat bahwa kurang tidur terkesan lebih bagus karena dikaitkan dengan kegigihan seseorang dalam bekerja. Mereka yang kurang tidur (kira-kira 4-5 jam sehari) sedikit banyak dianggap lebih keras bekerja dibandingkan yang tidur lebih dari 5 jam. Padahal kan, belum tentu mereka yang bekerja lembur sampai kurang tidur, bekerja lebih efektif dan efisien dibandingkan mereka yang tidak.
Idealnya, orang dewasa tidur sekitar 7-9 jam setiap harinya. Namun apa yang terjadi pada kaum urban (khususnya Jakarta) belum tentu seideal itu. Menurut survei Litbang Kompas pada sekitar 600-an responden berusia 17 tahun dari 14 kota besar di Indonesia, rata-rata waktu tidur seseorang setiap harinya adalah 4-6 jam.
Maka waktu yang cukup lama itulah yang dimanfaatkan mereka untuk tidur sejenak. Sayang hal itu tidak berlaku bagi mereka yang menempuh perjalanan jauh sambil menyetir mobil atau motor sendiri. Terbayang kan betapa sedikitnya waktu tidur mereka?
Manfaat Tidur Cukup dan Berkualitas
Apa yang ingin saya sampaikan di sini adalah supaya kita jangan pernah menyepelekan waktu tidur, karena tidur yang cukup dan berkualitas akan memberikan banyak manfaat kesehatan fisik dan mental.