Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Vapers, Jangan Tutup Matamu

2 Oktober 2019   13:22 Diperbarui: 3 Oktober 2019   12:14 1256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: thejakartapost.com

Belakangan rokok elektrik (e-cigarette) atau istilah gaulnya vape kembali naik daun setelah beberapa waktu lalu sejumlah warga Amerika Serikat mengalami penyakit paru misterius (dan bahkan ada kasus kematian) yang diduga berhubungan dengan vape. 

Setelah itu berbagai pesan kesehatan untuk menghindari penggunaan vape semakin marak. Baik melalui portal berita online, termasuk media sosial yang dianggap lebih efektif untuk menjangkau kaum dewasa muda yang mendominasi kelas pengguna. Pesan tersebut umumnya berupa infografis maupun video.

Namun sayangnya, sama seperti iklan rokok konvensional yang bahkan terang-terangan memperlihatkan gambar atau video yang menyeramkan akibat merokok, himbauan tersebut ditolak mentah-mentah oleh pengguna vape. 

Mereka bahkan seakan menuduh lembaga/instansi tertentu telah menyebarkan informasi yang tak berdasar untuk menakut-nakuti pengguna vape, hingga menuduh mendapat "sogokan" dari pabrik rokok untuk menjatuhkan vape. 

Apalagi setelah berita rencana kenaikan cukai rokok mencuat, yang tentunya dapat memberi peluang kenaikan penggunaan produk vape.

Banyak dari mereka yang meminta bukti ilmiah yang menyatakan bahwa vape berbahaya, terutama ketika ada beberapa artikel (salah satu contohnya ini) yang menyatakan bahwa vape lebih aman (hingga 95%) daripada rokok konvensional. 

Padahal kalau mereka niat mencari, ada begitu banyak jurnal ilmiah di internet yang menjabarkan bahayanya rokok elektrik. Bahkan sama banyaknya dengan jurnal/artikel ilmiah tentang bahaya rokok konvensional.

Sama Bahayanya dengan Rokok Konvensional
Rokok elektrik umumnya mengandung bahan-bahan kimia seperti Benzene, Propylene Glycol, Diacetyl, Perisa hingga logam berat. Namun komposisi yang menjadi fokus kajian adalah Propylene glycol dan diacetyl, dimana kedua bahan ini umumnya menjadi komposisi terbanyak dalam rokok elektrik.

Sebagian orang mungkin berdalih bahwa rokok elektrik sebenarnya aman, namun akan jadi berbahaya ketika dicampur dengan senyawa aktif Ganja yakni Tetrahydrocannabinol (THC) atau narkoba lainnya. 

Namun terlepas dari apakah rokok elektrik mengandung nikotin dan/atau THC atau tidak, komposisi rokok elektrik tetap memiliki bahaya yang sama dengan rokok konvensional, seperti Propylene glycol dan diacetyl.

Propylene glycol atau dikenal juga dengan glycerol umumnya aman untuk digunakan dalam produk perawatan kulit sebagai moisturizer (menjaga kelembaban kulit). 

Namun ketika material ini dipanaskan, Propylene glycol akan mengalami perubahan kimia menjadi formaldehyde. Menurut International Agency for Research on Cancer (IARC), formaldehyde termasuk dalam kategori Grup 1 (Carcinogenic to Human). Itu artinya senyawa tersebut berpotensi menyebabkan kanker.

Ilustrasi: levinsimes.com
Ilustrasi: levinsimes.com
Dalam studi lain dikatakan juga bahwa paparan jangka panjang asap rokok elektrik dapat menyebabkan peningkatan neutrofil, dimana hal ini merupakan ciri khas dari penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). 

Asap rokok elektrik juga dapat menghambat fagositosis (penghancuran bakteri dalam sel) oleh Alveolar Macrophages (AMs). 

Fungsi utama AMs ini adalah untuk mendeteksi bakteri patogen (penyebab penyakit) dan menghancurkannya secara fagositosis. Oleh sebab itu, penurunan fagositosis terhadap bakteri patogen dapat berpengaruh pada penurunan respon imun tubuh.

Sementara itu, diacetyl umumnya digunakan sebagai perisa untuk memberikan rasa seperti mentega (butter-like) dan dinyatakan aman (Generally Recognized As Safe/GRAS) oleh FDA. Sebagai contoh, bahan ini akan banyak digunakan pada pabrik pembuatan popcorn. Meski dinyatakan aman untuk dikonsumsi, diacetyl cukup berbahaya jika terhirup untuk jangka waktu yang lama. 

Hal ini terbukti ketika para pekerja di pabrik popcorn didiagnosa mengalami bronchiolitis akibat kerusakan bronkiolus (cabang terkecil paru-paru) tempat menempelnya alveolus sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan karbondiaksida. Oleh sebab itu penyakit ini juga dikenal dengan nama popcorn lung.

Beberapa gejala popocorn lung antara lain batuk kering, nafas pendek dan cepat hingga kesulitan bernafas dengan dalam, kelelahan, dan bunyi mengi (wheezing) yang tidak ada hubungannya dengan kondisi penyakit lain seperti asma atau bronchitis.

Payung Hukum
Dikutip dari Reuters, negara-negara yang telah melarang rokok elektrik (termasuk produksi, importasi dan iklan) antara lain Brazil, Singapura, Thailand, Meksiko, Kamboja, Inggris, Jepang, Australia, Amerika Serikat, dan India. 

Bagaimana dengan Indonesia? Hingga tulisan ini saya publikasikan, memang belum ada regulasi resmi yang mengatur produksi, distribusi, dan konsumsi rokok elektrik di Indonesia. Oleh sebab itu pemerintah hanya bisa memberikan himbauan dan anjuran untuk menghindari rokok elektrik dengan alasan kesehatan.

Meskipun saya seorang apoteker dan tahu persis bahaya merokok, bukan berarti saya memusuhi perokok maupun vapers. Tulisan ini juga saya buat bukan untuk melarang orang menggunakan rokok elektrik, melainkan semata-mata hanya ingin mengingatkan orang-orang di luar sana (termasuk vapers) bahwa rokok elektrik sama berbahayanya dengan rokok konvensional.

Ilustrasi: electriccigarettereviewer.com
Ilustrasi: electriccigarettereviewer.com
Jadi sampai ada bukti ilmiah kuat yang menyatakan vape itu aman dan efektif dapat digunakan sebagai replacement therapy bagi pecandu rokok, saya kira vapers jangan menutup mata, menyangkal dan bersikap apatis terhadap bahaya rokok elektrik. 

Apalagi sampai suudzon karena diliteratur manapun, sudah jelas bahwa kandungan rokok elektrik berbahaya. Hanya saja memang belum ada payung hukum yang mengaturnya. Coba rajin-rajin browsing jurnal kesehatan (dengan pikiran terbuka) kalau masih belum yakin.

Selain itu coba dipikirkan sejenak, rokok konvensional saja yang bahayanya sudah jelas diketahui dan telah mengakibatkan kanker paru dan kematian banyak orang, masih saja eksis hingga sekarang. Para penggunanya juga masih setia meskipun di kemasannya terpampang gambar-gambar yang menyeramkan. 

Maka ada benarnya juga ketika salah satu Kompasianer dalam artikelnya menuliskan bahwa dalam hal peredaran rokok, pemerintah bersikap seperti banci karena menggembar-gemborkan bahaya merokok, namun tetap mengizinkan peredaran rokok karena butuh cukainya untuk pemasukan negara. 

Mungkinkah nanti rokok elektrik juga sama? Bukan tidak mungkin rokok elektrik ini akan dimasukkan dalam kategori produk tembakau atau bahkan dilarang sama sekali.

Saya paham bahwa dibutuhkan waktu untuk mensinkronisasi pandangan di antara pemangku kewenangan terkait rokok elektrik. Oleh sebab itu harapan saya, semoga para pihak berwenang bisa segera merampungkan regulasi yang dibutuhkan untuk mengatur rokok elektrik ini. Kita tunggu ya!

Referensi: Pharmacy Times | CDC | Medical News Today

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun