Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

KLB di NTB, Mengenal Lebih Jauh tentang Rabies

22 Februari 2019   17:35 Diperbarui: 22 Februari 2019   21:24 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: medicalnewstoday.com

Selain topik pilpres 2019 yang sedang ramai diberitakan dan memenuhi kolom-kolom media cetak, eletronik maupun online, beberapa hari belakangan ini ada isu lain yang menjadi perhatian utama yakni wabah penyakit Rabies.

Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat dinyatakan berstatus KLB (Kejadian Luar Biasa) Rabies setelah 6 orang meninggal akibat gigitan anjing terduga Rabies. Dan kini status KLB telah meluas hingga dua kabupaten tetangga yakni Bima dan Sumbawa.

Saat ini sudah ada ratusan korban yang diduga tergigit anjing sehingga proses eliminasi terhadap ratusan anjing pun dilakukan untuk mencegah bertambahnya korban.

Eliminasi dilakukan dengan cara ditembak atau pemberian racun pada hewan positif Rabies terutama anjing-anjing liar. Selain langkah eliminasi, pemerintah setempat juga telah menerima bantuan ribuan dosis vaksin untuk para korban yang tergigit dan juga hewan-hewan peliharaan (ada pemiliknya).

Mungkin istilah penyakit Rabies ini sudah lama kita kenal. Namun mari kita memahami lebih jauh tentang apa itu Rabies, penyebab, gejala, pengobatan dan pencegahannya.

Rabies

Penyakit Rabies merupakan salah satu penyakit zoonotik (ditularkan ke manusia melalui hewan pembawa), dimana hewan pembawanya (reservoir) bisa berupa anjing liar atau kelelawar. Contoh penyakit zoonotik lainnya misalnya Anthrax, Flu Burung, Toksoplasma, Difteri, dan lainnya.

Rabies sejatinya disebabkan oleh infeksi oleh jenis virus RNA (Ribonucleic Acid) bernama Lyssavirus (dari keluarga Rhabdoviridae). Virus ini menyerang sistem saraf perifer dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu beberapa minggu hingga dua tahun.

Di Asia Tenggara termasuk Indonesia, umunya hewan pembawanya berupa anjing liar. Virus Rabies masuk ke dalam tubuh melalui kontak cairan ludah atau darah reservoir ke tubuh manusia melalui bekas gigitan atau luka cakaran. 

Virus ini akan masuk ke lapisan kulit terdalam manusia (subkutan) atau jaringan otot menuju sistem saraf perifer. Ketika virus mencapai sistem saraf pusat (otak atau tulang beakang), virus ini akan mengakibatkan perubahan perilaku hingga mempengaruhi organ-organ tubuh yang lain.

Semakin dekat lokasi paparan (gigitan atau cakaran) ke otak, semakin cepat pula pergerakan virus tersebut. Hal ini akan menentukan seberapa tinggi tingkat urgenitas penanganan pertama pasca-paparan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keparahan infeksi virus selain kategori paparan, misalnya tingkat keparahan gigitan/cakaran, jumlah virus rabies yang menginfeksi, dan status imunitas (kekebalan tubuh) korban.

Adapun gejala / perubahan perilaku pada manusia yang diduga terinfeksi virus Rabies misalnya:

  • Merasakan sakit dan gatal pada daerah bekas gigitan,
  • Demam, lelah dan sakit kepala selama beberapa hari,
  • Takut air (hydrofobia), terganggu pada cahaya terang, angin, dan suara bising,
  • Hiperaktif, mudah marah dan merasa depresi,
  • Pada tahap tertentu, hanya dengan melihat air dapat memicu kejang.

Pertolongan Pertama

Seperti yang sudah saya singgung di atas, bahwa kategori paparan berpengaruh pada tingkat keparahan dan urgenitas pemberian pertolongan pertama/Pencegahan Pasca-Paparan (Post-Exposure Prophylaxis / PEP). Menurut WHO, kategori tersebut dibagi menjadi:

Kategori I
Pada kategori ini paparan melalui sentuhan saat memberi makan hewan, kontak atau jilatan pada kulit utuh (tanpa luka). Kategori ini tidak digolongkan sebagai paparan sehingga PEP tidak diprioritaskan.

Kategori II
Pada kategori ini, paparan berupa gigitan pada kulit yang tak terlindungi, cakaran minor atau lecet tanpa perdarahan harus mendapat PEP berupa vaksin yang harus disuntikkan segera.

Kategori III
Pada kategori ini, paparan berupa gigitan dalam (transdermal) baik tunggal maupun berulang, jilatan pada kulit yang luka, dan kontaminasi ludah pada membran mukosa.

Pemberian vaksin dan Rabies Immunoglobulin (RIG) harus diberikan sesegera mungkin. Namun pemberian imunoglobulin dapat diberikan hingga 7 hari setelah injeksi atau vaksin pertama (misal jika immunoglobulin tidak tersedia saat itu juga).

Ada dua kategori vaksin Rabies berdasarkan asalnya yaitu, Tissue Culture Origin (berasal dari kultur jaringan) dan Embryonated Egg Origin (berasal dari embrio telur).

Vaksin Rabies Modern yang kini telah tersedia antara lain Human Diploid Cell Vaccine (HDCV), Purified Vero Cell Rabies Vaccine (PVRV), Purified Chick-Embryo Cell Vaccine (PCECV) dan Purified Duck Embryo Vaccine (PDEV).

WHO kini lebih merekomendasikan penggunaan Vaksin Rabies Modern karena lebih poten, lebih aman digunakan dan memberikan efek imunitas lebih panjang.

Disamping ketiga kategori di atas, ada beberapa yang harus diingat dalam PEP untuk menghambat kerja virus, yaitu:

  • Luka harus dicuci segera dengan air mengalir plus desinfektan selama kurang lebih 10-15 menit. Desinfektan dapat berupa Alkohol 70%, Povidone Iodine (Betadine) atau bila sulit diperoleh, dapat menggunakan sabun.

  • PEP Rabies harus diberikan sesegera mungkin terutama untuk paparan kategori II & III. PEP Rabies dapat berupa vaksin maupun RIG. Beda vaksin dan immunoglobulin terletak pada proses pembentukkan antibodi. Jika vaksin adalah memasukkan virus yang dilemahkan untuk memicu tubuh menghasilkan antibodi, Immunoglobulin adalah pemberian antibodi (serum) untuk mempercepat peningkatan level antibodi.

  • PEP harus diberikan sesuai regimen yang sudah ditentukan, karena PEP tidak dapat hanya diberikan sekali saja. Pasien hendaknya mengikuti anjuran dokter untuk pengulangan vaksin.

  • PEP tidak dikontraindikasikan (aman) untuk wanita hamil dan anak-anak.

  • Pemberian PEP tidak boleh ditunda (misal menunggu hasil lab atau hasil observasi hewan yang dicurigai Rabies).

  • Hindari menutup luka dengan perban apalagi mengoleskan bahan-bahan yang tidak teruji keamanannya seperti serbuk cabai, ramuan tanaman, maupun zat yang bersifat asam/alkali. Hal-hal seperti ini biasanya masih dilakukan oleh masyarakat yang belum memperoleh edukasi yang cukup tentang penyakit rabies.

Pencegahan Dini

Selain vaksin, hal-hal yang dapat dilakukan sebagai pencegahan dini untuk penyakit Rabies misalnya:

  • Menghindari hewan yang diduga terjangkit rabies.
  • Adapun ciri-ciri hewan yang terjangkit virus rabies misalnya, menggigit tanpa sebab (provokasi), memakan sesuatu yang tidak normal (kuku, feses, dan lainnya), berlari tak tentu arah tanpa alasan, perubahan suara atau tidak bisa bersuara, eksresi ludah berlebihan di sudut mulut. Gejala-gejala inilah yang membuat penyakit Rabies dikenal juga sebagai penyakit anjing gila.
  • Tidak mengkonsumsi daging yang diduga terjangkit Rabies.
  • Mengeliminasi hewan terjangkit Rabies.
  • Memberikan vaksin pada hewan peliharaan secara rutin dan memastikan kesehatannya.

Apakah penyakit Rabies dapat disembuhkan?

Hingga saat ini hanya ada satu orang pasien Rabies yang dapat bertahan hidup tanpa pemberian vaksin, yaitu Jeanna Giese-Frasetto dari Wisconsin, Amerika Serikat.

Alih-alih memberikan vaksin, perawatan dilakukan secara ekstrim yakni dengan pembiusan koma oleh dokternya supaya virus di otaknya mati. Kasus ini disebut-sebut dalam sejarah kedokteran sebagai berkat rabies.

Jadi apakah penyakit ini bisa disembuhkan? Jawabannya bisa, asal penanganan dan pengobatan pasien yang terjangkit Rabies dilakukan secara serius dengan cepat, tepat dan intensif, untuk mencegah timbulnya gejala-gejala yang dapat berakibat fatal (kematian). Selain pemberian vaksin dan immunoglobulin secara berkala, pemberian antibiotik juga dilakukan.

Referensi

1 | 2 | 3 | 4 | 5

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun