Bagi seorang wanita, kosmetik termasuk di dalamnya produk make-up maupun skin care sudah menjadi item wajib yang harus tersedia untuk menunjang penampilan. Tak jarang pula para wanita (termasuk saya) rela membeli produk branded dengan harga cukup mahal dengan harapan kualitas dan keasliannya lebih terjamin. Karena wanita mana yang mau mempertaruhkan wajah atau kulitnya dengan menggunakan produk yang belum jelas keaslian dan kualitasnya?
Memang harga tidak selalu menentukan bagus atau tidaknya suatu produk kosmetik, karena ada juga produk kosmetik yang berkualitas namun harganya terjangkau. Istilah "ada harga ada kualitas" memang ada benarnya, tapi harga mahal bukan berarti produk tersebut tidak akan cacat-bercela.
Kebetulan suatu hari saya sedang menginap di rumah salah seorang teman saya yang hobi membeli produk perawatan kulit dari luar negeri. Sebelum kami tidur, seperti wanita muda lainnya kami berdua memakai beberapa produk perawatan untuk malam hari. Iseng saya melihat-lihat salah satu krim wajah teman saya itu.Â
Ada sedikit minyak berwarna kuning di salah satu sisi wadahnya. Pengalaman saya selama belajar farmasi, bahan dasar produk krim memang ada fase air dan fase minyak. Kedua fase tersebut harus menyatu dengan sempurna supaya fisik krim terbentuk dengan baik. Jadi ketika saya melihat minyak tersebut timbullah pertanyaan.
"Udah berapa lama nih lo pake krim ini?" tanya saya.
Dengan santainya dia menjawab, "Ohh.. kayaknya udah sekitar 2 tahunan deh. Gue belinya pas waktu gue liburan winter ke Seoul itu".
"Hah? Kok gak habis-habis?" tanya saya lagi karena saya lihat di kemasannya krim tersebut hanya sekitar 40 gram. Kalau saya yang pakai mungkin satu produk itu sudah habis maksimal 1 tahun kalau dipakai rutin.
Sambil nyengir teman saya itu cuma bilang begini, "Hehe.. abisnya gue belinya mahal. Dan belum tahu kapan lagi ke sana supaya bisa beli. Jadi gue sayang-sayang deh pakenya".
"Lo tau gak krim ini udah gak bagus lagi? Liat tuh minyaknya udah misah. Lagian di kemasannya juga ada tanda ini. Itu artinya ini produk bagusnya dipakai sampai maksimal 12 bulan setelah dibuka", kata saya sambil menunjukkan gambar 'wadah krim terbuka' dengan tulisan '12M' di sisi kemasan sebaliknya.
Kompasianer pernah lihat simbol tersebut? Biasanya sering kita temukan di produk-produk kosmetik dan sejenisnya. Bagi yang belum tahu itu apa, simbol tersebut dinamakan "Period after Opening" atau PaO.
Jadi misalnya suatu produk punya ED sampai Desember 2020 dan tanda PaO nya tertulis 12M (month). Kemudian produk tersebut dibuka pertama kali bulan Januari 2019, maka stabilitas dan kualitas produk tersebut akan terjamin sampai Januari 2020 (satu tahun setelah dibuka), bukan Desember 2020.
Namun demikian faktor penyimpanan juga memengaruhi. Kadang memang ada beberapa produk yang fisiknya masih bagus meskipun PaO atau bahkan ED-nya sudah lewat. Mungkin karena itu juga kita kadang masih memakai produk meskipun PaO-nya sudah lewat. Apalagi kalau harganya mahal. Pakainya diirit-irit!
Kategori Produk yang Harus Mencantumkan PaO
Menurut regulasi Uni Eropa, produk kosmetik yang wajib mencantumkan PaO adalah produk yang yang memiliki shelf life lebih dari 30 bulan (2.5 tahun) terutama yang pemakaiannya bisa berulang kali. Jadi boleh dikatakan PaO ini untuk menjamin kestabilan produk selama periode buka-tutup, meskipun dalam formulanya sudah terkandung bahan pengawet (preservative).
Sementara itu, produk yang tidak perlu mencantumkan PaO misalnya parfum, produk yang mengandung alkohol tinggi, produk dalam kemasan sekali pakai (single pack use) atau produk yang dalam penggunaan berulangnya tidak kontak dengan kondisi luar (misalnya aerosol).
Lalu faktor-faktor apa saja yang digunakan untuk menentukan PaO? Sebenarnya tidak ada metode khusus yang tervalidasi atau protokol yang terstandardisasi untuk menentukan PaO suatu produk kosmetik. Penentuan PaO biasanya didasarkan pada karakterisktik atau sifat fisika-kimia dari bahan-bahan yang terkandung dalam produk tersebut. Beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan PaO misalnya:
Data Stabilitas
Sama halnya dengan obat, sebelum kosmetik dipasarkan ada data pengujian stabilitas yang harus dipenuhi. Dari data ini akan diketahui apakah suatu produk memiliki kualitas yang baik selama periode penyimpanan. Oleh sebab itu pengujian stabilitas dilakukan dengan menyimpan produk yang sudah dikemas dalam waktu dan kondisi tertentu.Â
Misalnya suatu produk krim wajah diklaim memiliki umur tiga tahun jika disimpan dalam suhu ruang (25-27C). Maka penyimpanan saat pengujian stabilitas pun harus sama kondisinya. Dan setelah titik-titik periode tertentu, akan dilakukan pengujian lainnya misalnya kadar pengawet termasuk appearance-nya apakah masih memenuhi syarat atau tidak.
Sama hal-nya dengan PaO, produk akan diuji stabilitas dan kualitasnya dengan membuka-menutup kemasan selama periode tertentu.
Produk yang kemasannya harus buka-tutup untuk penggunaannya tentunya terpapar udara luar sehingga berisiko terkena jamur/bakteri. Uji ini dilakukan untuk mengamati ada/tidaknya pertumbuhan jamur/bakteri selama periode PaO.Â
Caranya kurang lebih dengan mengambil sample produk dalam jumlah kecil kemudian dimasukkan atau dioleskan ke media agar lalu media tersebut diinkubasi selama waktu tertentu. Pertumbuhan mikroba akan terlihat dengan adanya perubahan warna atau kekeruhan pada media agar.
Pengujian Kadar Pengawet
Dalam kadar tertentu bahan pengawet sangat dibutuhkan untuk mencegah produk dicemari oleh mikroba. Dan tentunya pengawet yang digunakan harus termasuk kategori yang diizinkan untuk produk kosmetik misalnya Benzalkonium Chloride, Sodium Benzoate, Benzyl Alcohol, Butylparaben, Chlorobutanol, Hexetidine dan lainnya.
Tipe Kemasan
Seperti yang sudah saya singgung tadi, tipe kemasan sangat mempengaruhi kestabilan suatu produk. Jika suatu produk mudah rusak akibat sinar matahari langsung, makan produk tersebut baiknya disimpan dalam wadah kaca yang tidak transparan. Pun bila suatu produk yang kemasan aslinya berukuran besar, tapi kemudian dipindahkan ke wadah lain yang lebih kecil, belum tentu kestabilannya masih sama. Oleh sebab itu tipe kemasan dan cara penyimpanan sangat mempengaruhi kualitas produk kosmetik.
Kebiasaan Konsumen
Terkait faktor kebiasaan konsumen, tentunya kembali lagi ke masing-masing individu. Pada kemasan suatu produk kosmetik tentunya sudah tertera bagaimana cara penggunaannya hingga cara penyimpanannya.Â
Jika semua instruksi tersebut diikuti, tentunya kita bisa menggunakan produk hingga habis tanpa menurun kualitasnya. Oleh sebab itu biasakan membaca label kemasan sebelum membeli dan menggunakannya.
Lalu apakah ada risiko jika menggunakan produk yang masa PaO-nya sudah berakhir seperti teman saya tadi?Â
Biasanya jika memang kualitas kosmetik tersebut bagus dan datang dari produsen yang terjamin, agak jarang timbul keluhan. Apalagi produk kosmetik biasanya diaplikasikan secara topikal (di permukaan kulit) dan hanya untuk menunjang penampilan luar. Berbeda dengan obat yang kontak langsung dengan organ dalam tubuh. Meski begitu risiko alergi akan tetap ada, apalagi jika konsumennya memiliki sensitivitas kulit yang tinggi.
Regulasi PaO di Indonesia
Biasanya, saya melihat simbol PaO ini banyak digunakan pada produk-produk kosmetik impor karena yang saya tahu (mohon koreksi dari sejawat jika saya keliru) BPOM tidak mengatur soal PaO dalam labeling produk kosmetik. Tetapi pencantuman ED tetap diwajibkan sesuai Peraturan Kepala BPOM No. 19 tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis Kosmetika.
 Jadi Ladies, coba lihat kosmetik kamu, PaO-nya berapa lama? Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H