Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama FEATURED

Ketika Legalisasi Ganja Medis Kembali Diberlakukan di Beberapa Negara

4 November 2018   07:00 Diperbarui: 9 Juli 2022   14:05 2739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: thecannabisadvisory.com

Siapa yang tidak kenal ganja? Tanaman berbunga herba yang dikenal juga dengan nama latin Cannabis sativa atau nama kerennya Marijuana, telah menjadi tanaman yang sering menimbulkan kontroversi di banyak negara.

Di satu sisi tanaman tersebut memiliki senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, namun di sisi lain pemakaian ganja dapat menimbulkan efek adiksi dan efek berbahaya lainnya jika disalahgunakan.

Baru-baru ini kontroversi ganja kembali terdengar. Per Oktober 2018 Inggris akhirnya melegalkan penggunaan Ganja Medis (Medicinal Cannabis), mengikuti jejak negara Eropa lainnya yang sudah lebih dulu melegalkan ganja Medis seperti Denmark, Italia dan Jerman. Kebijakan ini tentu saja mengundang pertentangan dari berbagai kalangan khususnya profesi kesehatan seperti dokter, yang keberatan bahwa jika ganja dilegalkan untuk diresepkan maka mereka tak ada bedanya dengan pengedar narkotika.

Setelah Inggris, per tanggal 17 Oktober 2018 Kanada juga akhirnya melegalkan penggunaan ganja secara penuh. Tidak hanya ganja Medis untuk tujuan pengobatan, tetapi juga untuk tujuan rekreasi atau kesenangan (Recreational Marijuana). 

Begitu peraturan tersebut disetujui oleh PM Justin Trudeau, toko-toko yang menjual ganja langsung diserbu oleh antrean pembeli. Bahkan kini di bandar udara Vancouver juga disediakan ruangan khusus untuk menghisap ganja. 

Meski begitu, rakyat Kanada hanya diizinkan membawa dan menggunakan ganja di dalam negeri. Begitu mereka ke luar Kanada, peraturan yang berlaku soal ganja adalah peraturan di negara tujuan.

Warga Kanada yang antre membeli ganja setelah dilegalkan (Sumber: detik.com)
Warga Kanada yang antre membeli ganja setelah dilegalkan (Sumber: detik.com)
Sebagai informasi, Kanada bahkan memiliki perkebunan ganja medis terbesar di dunia yang dikelola oleh Canopy Growth Corporation, sebuah perusahaan yang memproduksi ganja untuk tujuan pengobatan yang berlokasi di Ontario - Kanada. Produknya mulai dari tanaman kering, minyak dan konsentrat, kapsul lunak dan rami.

Berdasarkan sumber yang saya peroleh dari detik.com, Thailand sebagai negara yang terkenal dengan produksi obat-obatan tradisionalnya, juga berencana melegalkan penggunaan ganja medis sebelum tahun 2018 berakhir. Dan Thailand akan menjadi negara pertama di Asia Tenggara (atau mungkin Asia?) yang melegalkan ganja medis.

Sisi Positif dan Negatif Ganja Bagi Kesehatan

Selama ini mungkin orang lebih mengenal efek negatif ganja bagi kesehatan tubuh, namun pada kenyataannya senyawa tertentu pada dosis tertentu juga bermanfaat sebagai obat. Lalu apa saja sisi positif dan negatif ganja?

Tanaman ganja mengandung senyawa utama Delta-9 Tetrahydrocannabinol (THC) dan Cannabidiol (CBD), namun memiliki efek yang berlawanan. Kalau THC merupakan senyawa psikoaktif yang dapat memberikan efek 'high' (memabukkan), Cannabidiol justru tidak memberikan efek tersebut.

Kedua senyawa utama Ganja ini bekerja dengan cara berikatan pada reseptor Cannabinoid (CB1 dan CB2). Reseptor CB1 umumnya banyak ditemukan di otak, sedangkan reseptor CB2  umumnya ditemukan di bagian tubuh lain seperti organ dalam, jaringan ikat, sel imun dan kelenjar, yang berperan dalam proses makan, relaksasi, tidur, melupakan dan perlindungan. Pada dosis tertentu Cannabidiol dapat digunakan untuk mengobati insomnia, gangguan kecemasan hingga epilepsi.

Meskipun penggunaan (tanaman) ganja untuk tujuan pengobatan tidak disetujui oleh US FDA, namun senyawa Cannabidiol telah disetujui sebagai obat untuk epilepsi (antikonvulsan). US FDA juga menyetujui dua senyawa sintetik Cannabinoid yakni Dronabinol dan Nabilone.

Nabilone diindikasikan untuk mengatasi mual dan muntah akibat efek samping kemoterapi (jika pengobatan lainnya tidak lagi berhasil bagi pasien kanker). Sedangkan Dronabinol merupakan senyawa sintetik Delta-9 Tetrahydrocannabinol yang diindikasikan untuk memperbaiki nafsu makan (apeptite stimulant) dan mengatasi anoreksia pada pasien AIDS yang mengalami kekurangan berat badan.

Kalau dipikir-pikir, dulu banyak yang bilang kalau Nasi Padang itu rasanya enak dan bikin ketagihan gara-gara dimasak dengan daun ganja. Ya bisa jadi karena senyawa yang memberikan efek appetite stimulant ini? Hihihi..

Nah, karena komponen ganja yang memiliki efek psikoaktif, konsumsi ganja juga berisiko menimbulkan efek adiksi (ketagihan) sehingga sangat berpotensi disalahgunakan. Penyalahgunaan ganja dapat memberi pengaruh buruk bagi seluruh aspek kehidupan seseorang, mulai dari kesehatan fisik (mual, muntah, gangguan pernafasan, takikardi atau percepatan denyut jantung, hingga cacat janin jika digunakan oleh ibu hamil), kesehatan mental (halusinasi, paranoid hingga schizoprenia), sampai menimbulkan masalah relasi sosial.

Ganja dan Status Legalitasnya di Berbagai Negara

Hingga saat ini negara-negara yang telah melegalkan penggunaan ganja medis antara lain Australia, Puerto Rico, Polandia, Republik Ceko, Kroasia, Macedonia. Dan walaupun US FDA belum memberikan persetujuan penggunaan (tanaman) ganja medis, namun beberapa negara bagian justru melegalkannya sehingga status legalitasnya pun menjadi abu-abu (grey area).

Perkebunan Ganja Medis Canopy Growth (Sumber: huffingtonpost.ca)
Perkebunan Ganja Medis Canopy Growth (Sumber: huffingtonpost.ca)
Di Indonesia sendiri sejauh sepengetahuan saya hingga tulisan ini dipublikasikan, belum ada satupun obat yang disetujui yang mengandung senyawa THC, Cannabidiol dan turunannya. Dan Indonesia bersama negara lainnya seperti Jepang, Filipina, Mesir, Malaysia dan Uni Emirat Arab masih menerapkan sanksi yang sangat berat bagi penyalahgunaan ganja (dan narkotika lainnya), terutama bagi para pengedarnya.

Sebagai informasi, menurut UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (termasuk perubahannya dalam Permenkes No. 7 Tahun 2018) dinyatakan bahwa tanaman ganja, semua tanaman genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk  biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis, termasuk dalam Narkotika Golongan I. Termasuk juga THC dan semua bentuk stereo kimianya.

Adapun Narkotika Golongan I ini dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan dalam jumlah terbatas hanya boleh digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Sama halnya dengan tanaman Papaver somniferum, Opium Mentah dan Opium Masak, Daun Koka dan Kokain Mentah, Heroin dan sebagainya.

Saya hampir yakin bahwa Indonesia tidak akan mengikuti langkah Kanada yang melegalkan penggunaan ganja untuk tujuan rekreasi. Namun pertanyaannya, mungkinkah kelak Indonesia akan mengikuti jejak yang sama dengan Inggris dan Thailand untuk melegalkan penggunaan ganja medis?

Referensi: WHO; NCBI; NCCIH; The Sun; Drugabuse, Cannabis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun