Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kontroversi Vaksin MR, Halal Vs Keamanan dan Khasiat

24 Agustus 2018   16:12 Diperbarui: 24 Agustus 2018   16:58 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: bbc.co.uk

Sekitar hampir 10 tahun yang lalu sebenarnya "Konsep Vaksin Halal" atau "Halal Vaccine Concept" sudah pernah didengungkan oleh Indonesia dan Malaysia yang kebetulan penduduknya juga terdiri dari mayoritas umat Muslim. Namun hingga kini tampaknya penerapan vaksin halal (maupun obat halal) masih belum bisa diterapkan secara keseluruhan di Indonesia dan di negara manapun.

Di satu sisi, 'label Halal' ini sangat diperhatikan oleh seluruh umat Muslim di dunia di dalam kehidupan sehari-hari, namun di sisi lain konsep ini akan cukup sulit dan membutuhkan proses yang amat sangat panjang beserta segala kompleksitasnya untuk mewujudkannya. Dan hingga saat ini pun, penerapan 'label halal' pada produk obat biologis, sintetis maupun herbal masih menjadi kontroversi.

Sebelum membahas lebih lanjut, perlu diketahui bahwa vaksinasi/imunisasi merupakan cara yang cukup efektif untuk mencegah penyakit seperti Influenza, Polio, Campak, TBC, Tetanus, Cacar, Meningitis dan beberapa penyakit lainnya. Vaksin sejatinya adalah virus atau bakteri penyebab penyakit  yang sudah dilemahkan.

Ketika vaksin ini dimasukkan ke dalam tubuh manusia, maka diharapkan tubuh manusia dapat membentuk antibodi untuk virus atau bakteri ini, sehingga ketika kita terserang virus atau bakteri, tubuh kita sudah mengenali dan langsung membentuk pertahanan alami untuk melawan virus atau bakteri tersebut.

Dan karena yang dimasukkan ke dalam tubuh adalah mikroorganisme hidup, tak jarang beberapa vaksin menyebabkan demam sebagai reaksi tubuh terhadap 'benda asing' yang masuk. Vaksin bisa diberikan secara oral atau melalui mulut (misalnya Polio) atau injeksi (misalnya Meningitis) atau nasal spray/semprot (misalnya Influenza).

Setahun belakangan ini, isu vaksin halal kembali terangkat ke permukaan, terutama setelah baru-baru ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa Vaksin Measles-Rubella (MR) produksi  Serum Institute of India (SII) adalah haram karena mengandung enzim babi. Akibatnya, banyak orangtua yang menolak anak-anaknya diimunisasi dengan Vaksin MR.

Padahal dengan tidak melakukan vaksinasi, ada begitu banyak resiko dan bahaya yang mengintai. Vaksin MR ini berfungsi untuk mencegah penyakit Campak dan Rubella. Kedua penyakit ini disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui udara (saluran nafas).

Campak dapat menyebabkan komplikasi yang cukup serius mulai dari diare, radang paru (pneumonia), radang otak (ensefalitis), kebutaan hingga kematian. Sedangkan Rubella, meski berupa penyakit ringan pada anak, jika menulari ibu hamil pada trimester pertama kehamilan, dapat menyebabkan kecacatan pada bayi yang dilahirkan (Congenital Rubella Syndrome), meliputi kelainan mata dan jantung, ketulian atau keterlambatan perkembangan. Dan untuk saat ini, Vaksin MR adalah cara terbaik untuk pencegahan kedua penyakit ini.

Kembali ke soal halal dan haram, karena Vaksin MR ini baru diproduksi oleh sedikit negara diantaranya China, India dan Jepang. Vaksin produksi Jepang hanya diperuntukkan memenuhi kebutuhan domestik dan vaksin produksi China belum lolos uji kemanan sehingga tidak direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO).

Dengan demikian, hanya tinggal satu pilihan yakni Vaksin MR asal India. Dan setelah meminta pendapat dari berbagai ahli, MUI menyatakan bahwa Vaksin MR ini tetap dibolehkan sampai ada pengganti lainnya yang memenuhi kriteria halal.

Sebagai informasi, hingga saat ini memang belum ada vaksin yang dinyatakan halal. Dan sama seperti mayoritas bahan baku obat lainnya, Indonesia masih banyak mengimpor dari luar negeri untuk memenuhi produksi obat-obatan.

Oleh sebab itu, menurut saya pribadi agak terlalu muluk jika MUI meminta pemerintah menjamin untuk menyediakan vaksin halal bagi umat muslim, di saat kita sendiri belum mampu memproduksi bahan baku obat sendiri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, apalagi jika menuntut pabrik di luar negeri untuk memproduksi bahan baku vaksin atau obat yang halal.

Pun jika ada bahan baku yang tersertifikasi halal, saya yakin harganya akan lebih mahal daripada yang non-halal karena sertifikasi halal memiliki prosedur khusus. Bisa bayangkan betapa repotnya mengaudit (baik secara langsung maupun secara dokumentasi) pabrik bahan baku obat (bahan baku aktif dan tambahan) di luar Indonesia, apakah fasilitas produksinya, sumber dan pelarut yang digunakan sudah memenuhi standar halal?

Saya memahami bahwa mengkonsumsi produk halal adalah kewajiban umat Muslim dari sisi religius, namun sebaiknya ketentuan ini dibuat lebih fleksibel jika menyangkut obat-obatan. Bagaimanapun dalam memproduksi obat-obatan tujuan utamanya adalah keamanan dan khasiat (safety and efficacy).

Sertifikasi halal untuk produk obat (biologis, sintetis maupun herbal) memang bisa dijadikan sebagai suatu program jangka panjang yang baik, namun ketika belum bisa dipenuhi, sebaiknya jangan membuat resah dan bingung masyarakat.

Apalagi jika obat-obatan tersebut berkaitan langsung dengan nyawa seseorang dan memang hanya tersedia satu-satunya. Bisa bayangkan berapa banyak nyawa anak yang terancam penyakit dan bahkan beresiko kematian karena tidak diimunisasi?

Semua kembali pada nurani masing-masing.

Referensi:

Tempo; BBC; US FDA; Measles; Rubella; IPMG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun