Oleh sebab itu, menurut saya pribadi agak terlalu muluk jika MUI meminta pemerintah menjamin untuk menyediakan vaksin halal bagi umat muslim, di saat kita sendiri belum mampu memproduksi bahan baku obat sendiri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, apalagi jika menuntut pabrik di luar negeri untuk memproduksi bahan baku vaksin atau obat yang halal.
Pun jika ada bahan baku yang tersertifikasi halal, saya yakin harganya akan lebih mahal daripada yang non-halal karena sertifikasi halal memiliki prosedur khusus. Bisa bayangkan betapa repotnya mengaudit (baik secara langsung maupun secara dokumentasi) pabrik bahan baku obat (bahan baku aktif dan tambahan) di luar Indonesia, apakah fasilitas produksinya, sumber dan pelarut yang digunakan sudah memenuhi standar halal?
Saya memahami bahwa mengkonsumsi produk halal adalah kewajiban umat Muslim dari sisi religius, namun sebaiknya ketentuan ini dibuat lebih fleksibel jika menyangkut obat-obatan. Bagaimanapun dalam memproduksi obat-obatan tujuan utamanya adalah keamanan dan khasiat (safety and efficacy).
Sertifikasi halal untuk produk obat (biologis, sintetis maupun herbal) memang bisa dijadikan sebagai suatu program jangka panjang yang baik, namun ketika belum bisa dipenuhi, sebaiknya jangan membuat resah dan bingung masyarakat.
Apalagi jika obat-obatan tersebut berkaitan langsung dengan nyawa seseorang dan memang hanya tersedia satu-satunya. Bisa bayangkan berapa banyak nyawa anak yang terancam penyakit dan bahkan beresiko kematian karena tidak diimunisasi?
Semua kembali pada nurani masing-masing.
Referensi:
Tempo; BBC; US FDA; Measles; Rubella; IPMG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H