Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengejar Fajar Borobudur

30 Mei 2018   16:09 Diperbarui: 1 Juni 2018   13:37 1784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami berdua benar-benar merasa sangat excited saat itu. Bagaimana tidak, sensasi menaiki Candi Borobudur saat gelap gulita ditemani angin pagi yang dingin, melihat rangkaian cahaya senter pengunjung yang mulai bergerak naik ke atas candi, plus suasana yang hening, rasanya gimanaaa gitu.

Melihat matahari terbit di gunung mungkin sudah umum, tapi melihat matahari terbit dari atas Candi Buddha terbesar yang diperkirakan dibangun pada abad ke-8 dan telah menyandang predikat warisan dunia dari UNESCO, rasanya luar biasa sekali!

Sesampainya di atas, para pemburu fajar sudah memenuhi bagian tingkat Stupa Induk (langkan ketiga Arupadhatu) yang menghadap ke timur. Bagian tersebut menjadi titik utama berkumpulnya para pengunjung. Saya dan adik saya mendapat tempat di sisi pinggir yang masih kosong.

Sambil menunggu sang surya muncul, saya hanya duduk-duduk menikmati kegelapan, semilir angin dan kesunyian candi. Bener loh, sunyi. Tidak ada yang teriak-teriak maupun tertawa atau berbicara keras. Semuanya kalau tidak berbicara pelan atau berbisik-bisik, ya diam. Nampaknya para pengunjung tahu betul bagaimana menikmati penantian matahari terbit.

Bagian Arupadhatu candi yang disinari mentari pagi (Dokpri)
Bagian Arupadhatu candi yang disinari mentari pagi (Dokpri)
Sekitar pukul 5.30 WIB, semburat jingga mulai tampak di langit timur, menghalau langit malam. Sayangnya, saat itu langit mendung dan ada banyak awan sehingga penampakkan keluarnya matahari tidak maksimal. Sinar matahari mulai menyeruak menjelang pukul 6.30 WIB dan semua orang sibuk mengambil foto, baik dengan kamera DSLR, Go Pro,  maupun hanya bermodalkan kamera smartphone seperti saya.

Pemandangan pagi itu benar-benar cantik nan indah. Patung Buddha dalam Stupa Terbuka (Opened Stupa) yang disirami cahaya matahari tampak begitu eksotis sekaligus magis. Saya merasa sangat senang karena akhirnya bisa mengabadikan momen tersebut dengan tangan saya sendiri, meski gambarnya tidak seindah aslinya. Yah, itu membuktikan bahwa dalam menyaksikan keindahan alam, mata manusia tetap lebih baik daripada lensa kamera.

Sebagai informasi, ada dua Opened Stupa di Candi Borobudur yakni yang menghadap ke timur dan barat. Keduanya berada pada langkan kedua bagian Rupadhatu. Ibaratnya Sang Buddha selalu menyambut matahari setiap pagi dan mengucapkan selamat tinggal pada matahari terbenam setiap sore.

Opened Stupa yang menghadap barat (Dokpri)
Opened Stupa yang menghadap barat (Dokpri)
Selain itu, ada juga patung Buddha yang dinamai Bhima yang letaknya di dalam Stupa pertama sebelah kanan pada langkan pertama bagian Rupadhatu yang menghadap timur. Dulu banyak orang yang berlomba untuk menyentuh arca Buddha di dalamnya untuk memperoleh keberuntungan sambil memanjatkan permohonan.

Namun kini hal tersebut sudah dilarang dan didepannya telah terpasang kamera CCTV. Saya yakin upaya ini dilakukan untuk mencegah kerusakan/vandalisme dari pengunjung yang tidak bertanggung jawab.

Stupa Bhima (Dokpri)
Stupa Bhima (Dokpri)
Belakangan, saya baru menyadari bahwa mayoritas pengunjung saat itu adalah turis asing seperti dari Belanda, Jerman, Tiongkok, India, Korea, Jepang, Filipina, Thailand dan lainnya. Saya hanya melihat beberapa orang turis Indonesia (tidak termasuk tour guide lokal). Saya tidak tahu apa karena faktor biaya masuk yang mahal atau memang orang Indonesia menganggap pemandangan semacam ini sudah biasa.

Sisi tenggara yang memperlihatkan empat panel Karmawibhangga yang masih asli pada bagian kaki candi (Dokpri)
Sisi tenggara yang memperlihatkan empat panel Karmawibhangga yang masih asli pada bagian kaki candi (Dokpri)
Menurut salah satu tour guide yang saya ajak ngobrol saat itu, total pengunjung Borobudur Sunrise hari itu sekitar 300 orang dan akan lebih banyak lagi di bulan Juli -- Agustus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun