Pernah dengar atau lihat tagar #chokingchallenge? Tagar ini pernah jadi tren beberapa waktu yang lalu. Dan kini ternyata muncul lagi tren yang serupa, yaitu #skipchallenge.
Apa sih Choking Challenge dan Skip Challenge itu? Kalau Anda ketik tagar ini di Youtube, yang muncul adalah video-video yang memperlihatkan permainan tantangan dengan menekan jalan nafas selama beberapa saat, kemudian melepasnya kembali sehingga didapat sensasi high / lega.
Choking Challenge pernah populer sekitar setahunan yang lalu. Seseorang mencekik leher temannya selama beberapa saat hingga temannya tampak kehabisan nafas, mata mendelik dan wajah memerah, kemudian dilepaskan secara tiba-tiba. Dan saat melihatnya, saya lebih merasa ini hanyalah sebuah permainan konyol dengan resiko yang cukup berbahaya. Meskipun hanya permainan, nyatanya tetap ada korban yang tewas.
Baru-baru ini, tren serupa kembali muncul dengan istilah Skip Challenge, yaitu dengan menekan keras dada seseorang hingga kesulitan bernafas, dan pingsan. Dan di video Youtube, Anda bisa melihat bahwa permainan ini sudah dilakukan oleh pelajar-pelajar Indonesia. Dan pertama kali yang terpikir dalam pikiran saya adalah, “Apa sih yang ada dalam pikiran mereka?”
Perlu diketahui, tindakan ini sangatlah berbahaya. Kenapa? Dengan menghalangi jalan nafas, berarti suplai oksigen ke dalam tubuh akan berkurang. Oksigen ini sangat penting bagi kelangsungan hidup sel-sel tubuh, terutama sel otak. Kita tidak boleh bermain-main dengan pasokan oksigen ke dalam tubuh, karena kekurangan oksigen dapat menyebabkan kerusakan bahkan kematian sel. Kalau sel tubuh pada umumnya, mungkin masih bisa beregenerasi jika rusak.
Perlu diketahui, neuron (sel saraf) adalah sel yang sangat sensitif akan kebutuhan oksigen dan tidak dapat beregenerasi jika rusak atau mati. Jadi ketika tubuh mengalami hipoksia / kekurangan suplai oksigen, sel saraf bisa rusak atau mati. Kondisi hipoksia pada akhirnya akan berakibat fungsi organ tubuh lainnya tidak bekerja dengan baik, hingga mengakibatkan kematian. Jadi, apakah mereka sadar bahwa permainan ini resikonya tidak sebanding dengan kesenangan yang didapat?
Jika hanya ingin pamer atau menunjukkan kekuatan, mereka bisa saja memilih olahraga yang lebih memacu adrenalin. Misalnya terjun payung, mendaki gunung, lari marathon, berenang dan lain sebagainya. Tipe olahraga ini jelas melatih dan menguji kemampuan paru-paru ‘menangkap’ oksigen. Dan tentunya setiap orang tidak bisa langsung mahir dalam melakukan olahraga semacam ini. Butuh waktu yang lama untuk melatih tubuh. Misalnya para pendaki gunung Everest. Tentunya sebelum mereka pergi menaklukkan ‘puncak dunia’, mereka harus melewati banyak latihan termasuk mendaki beberapa gunung lainnya. Tujuannya untuk melatih paru-paru dan sistem kerja tubuh mereka, karena di pegunungan yang tinggi, kandungan oksigen bisa menjadi sangat tipis.
Jadi, daripada melakukan challenge yang tidak jelas peruntukkannya, akan jauh lebih baik melakukan olahraga seperti yang sudah disebutkan di atas. Jangan mempertaruhkan nyawa hanya untuk bermain, karena nyawa kita adalah anugerah terbesar dari Tuhan yang patut kita jaga sebaik-baiknya.
“Your life is not a simulation; it's the real game. Play wisely.” ― Richelle E. Goodrich
Referensi:
http://www.medscape.com/viewarticle/778505_4
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H