Kawasan kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di suatu kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miaskin. Di berbagai kawasan kumuh khususnya di Kota-kota besar di Indonesia penduduk tinggal di kawasan yang sangat sulit untuk di lewati kendarann, Kurangnya pelayanan sanitasi (pembuangan sampah) mengakibatkan sampah yang bertumpuk-tumpuk.
 Beberapa indikator-indikator yang dipakai untuk mnegtahui apakah sebuah kawasan tergolong kumuh atau tidak adalah diantaranya dengan melihat Tingkat Kepadatan kawasan, Kepemilikan lahan dan bangunan serta sarana dan prasarana yang ada pada kawasan tersebut.
Daerah Kumuh (Slum area) berada pada kawasan bantaran sungai adalah suatu kawasan padat huni dengan masyarakat bertaraf ekonomi menengah kebawah. Kondisi Lingkungan sekitar bantaran sungai yang dulunya kotor banyak sampah. Sungai sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat baik yang tinggal di kawasan sekitaran sungai meupun masyarakat yang tidak tinggal, bagi masyarakat bagi tinggal di kawasan sekitar sungai.
Pemukiman kumuh di bantara sungai Bengawan Solo yang berada pada Kelurahan Pucang Sawit,Kecamatan Jebres, Surakarta. Hal ini dikarenakan oleh dua faktor utama yaitu faktor fisik dan faktor nonfisik. Faktor Fisik lebih cenderung padatersedianya lahan di perkotaan yang semakin berkurang menyebabkan para penduduk membuat pemukiman di lahan-lahan yang tidak diperuntukkan (misalnya bantaran sungai).Â
Sedangkan faktor nonfisik disebabkan karena tingginya harga lahan untuk membeli perumahan, khusunya masyarakat berpenghasilan rendah. Kerena keterbatasan lahan maka dibuatlah pemadatan bangunan (densifikasi). Pemadatan inilah yang menjadi sebab utama pemukiman menjadi kumuh dengan kualitas lingkungan rendah.Â
Selain itu dengan adanya angka migran yang masuk ke kota Surakarta,khususnya Kelurahan Pucang Sawit menyebabkan kebutuhan akan tempat tinggal menjadi hal yang pokok, akan tetapi semakin menyempitnya lahan untuk pemukiman menyebabkan harga lahan semakin tinggi, para pendatang baru yang umumnya merupakan para penduduk dengan tingkat ekonomi yang rendah akhirnya menggunakan lahan ilegal untuk embangun rumah
Namun hal yang tempuh Pemerintah Kota Surakarta untuk mengurangi pemukiman kumuh ini hanya berupa program penggusuran sepihak saja. Selain legalitas kepemilikan lahan yang menjadi alasan pemerintah Kota Surakarta juga karena permasalahan sampah.
Semenjak adanya perpindahan penduduk yang menempati kawasan bantaran sungai ini sampah hasil rumah tangga kemudian dibuang ke Bantaran sungai Bengawan Solo dan lahan sekitar sempadan sungai sebagai lahan konservai digunakan untuk menanam pohon dan mengakibatkan banjir ketika musim hujan.
Kondisi saat ini Pemukiman di Kelurahan Pucang Sawit, Surakarta
Pemukiman Kumuh di Kelurahan Pucang Sait terdiri dari 15 RW dan 3 diantaranya yang terindikasi pemukiman kumuh yaitu RW VI,RW VII dan RW VII yang berjumlah 375 KK. Kondisi dari segi kondisi fisik di Kelurahan Pucang sawit ini termasuk dalam kategori ligkungan kumuh dengan fasilitas umum dan prasarana lingkungan yang masih dibawah standart.Â
Cirif fisik yang tampak adalah lingkungan padat, ketersediaan lahan dan kebutuhan akan perumahan tidak seimbang, luasan rumah hanya sekittar 20 m2 didominasi oleh perumahan non permanen, dan hanya terdapat 1 Wc untuk 40 KK, belum adanya drainase dan pembuangan sampah sehingga menyebabkan kawasan tersebut terkesan kumuh.Â
Dan sebagaian besar pemukiman di wilayah RW VI,VII dan VII masih menggunakan lantai semen atau dinding bambu, selain itu pada kawasan pemukiman ini daerah bantaran yang seharusnya diguakan untuk kawasan sempadan sungai untuk kawasan penaggulangan banjir (kelestarian fungsi sungai) di Bantaran Sungai Berdasarkan Perda Walikota Surakarta No.1 Tahun 2012 Tentang RTRW Kota Surakarta Tahun 2011-2031 menyebutkan bahwa Kawasan perlindungan setempat yang meliputi kawasan sempadan sungai Bengawan Solo dan sekurang-kurang nya 5 meter di sebelah luas sepanjang kaki tanggul.Â
Dalam rencana Perda ini dituangkan menjadi tiga rencana pengembangan kawasan sungai, yaitu mempertahankan fungsinya, merehabilitasi kawasan sempadan sungai yang mengalamin fungsinya (digunakan sebagai pemukiman ilegal, menginagat sebanyak 70 % warga di bantaran Sungai Bengawan Solo berkerja di sektor informal.
Skema Upaya Penanganan
Berdasarkan Perda Walikota Surakarta No.1 Tahun 2012 Tentang RTRW Kota Surakarta Tahun 2011-2031 menyebutkan bahwa rencana pengembangan kawasan perlindungan Setempat (bantara kali Bengawan Solo) setempat, meliputi :
a. Mempertahankan Fungsi sempadan Sungai dan mengendalikan perkembangan nya
b. Mengembalikan fungsi sempadan sungai di seluruh wilayah kota sebagai RTH secara bertahap, dan
c. Merehabilitasi kawasan sempadan sungai yang mengalami penurunan fungsi
Jika dilihat dari beberapa rencana pengembangan pada Pemerintah Kota Surakarta dalam pengembangan dan penataan bantaran sungai dalam penerapannya untuk mengatasi program pemukiman kumuh lainnya yaitu dengan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU).
Salah satu dari sejumlah upaya strategis Direktorat Jendral Cipta Karya Kementrian PUPR untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di Indonesia dan mendukung "Gerakan 100-0-100", yaitu 100 persen akses universal air minum, 0 persen pemukiman kumuh dan 100 persen akses sanitasi dengan target indonesia bebas pemukiman kumuh 2019. Tujuan program KOTAKU menngkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di pemukiman kumuh perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan. Dalam penanganan pemukiman kumuh ini diperlukan kerjasam anatara semua stakel holder dan masyarakat sekitar. Salah satu
Percontohan kota yang telah sukses dalam penanganan pemukiman kota Kumuh di Bantaran Sungai yaitu di Kelurahan Karang Waru, Jogjakarta. Lingkup kegiatan KOTAKU pada wilayah ini berupa Revitalisasi Sungai Kali Buntung, yang kemudian berdasarkan kesepakatan antara pihak stakeholder dan masyarakat telah ditetapkan prioritas pengembangan jangka panjang dan dan pendek, Restra tersebut berupa :
a. Prioritas pertama Penataan Sungai Buntung
b. Prioritas pengembangan Wisata
c. Prioritas Penataan Pemukiman
d. Prioritas penataan infrastruktur
e. Prioritas Pengembangan UKM
Dari ketika program tersebut, seharusnya dapat di Implementasikan juga untuk Pemukiman Kumuh di Bantaran Sungai, Kelurahan Pucang sawit, mengingat kondisi lingkungan, masyarakat dan sosial antara Kali Buntung dan Kali Bengawan Solo memiliki karakteristik yang sama, selain itu hal yang terpenting dalam keberhasilan program KOTAKU.
Ini adlah kerjasama antar semua elemen yaitu adanya partisipasi dan pelibatan masyarakat mulai dari perencanaa, pendanaan sampai dengan pelaksanaan program ini. Kedua hal pokok tersebut seharusnya dapat di implementasikan dalam penataan pemukiman kumuh.Â
Menurut website Direktorat Jendral PUPR. Pola penanganan yang harus diterapkan dalam program KOTAKU terbagi menjadi tiga pola penanganan mengacu pada UU no. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, yaitu :
1. Pencegahan
Tindakan pencegahan kumuh meliputi pengelolaan dan pemeliharaan kualitas perumahan dan pemukiman , serta dengan pencegahan tumbuh dan berkembangnya Perumahan dan Pemukiman kumuh baru.
2. Peningkatan Kualitas
Peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh dapat dilaksanakan
melalui pola-pola penanganan, antara lain pemugaran, peremajaan, dan permukiman
kembali
3. Pengelolaan
a. Pengelolaan dilakukan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas perumahan dan permukiman secara berkelanjutan;
b. Pengelolaan dilakukan oleh masyarakat secara swadaya;
c. Pengelolaan oleh masyarakat difasilitasi oleh pemerintah daerah baik dukungan pendanaan untuk pemeliharaan maupun penguatan kapasitas masyarakat untuk melaksanakan pengelolaan; dan Pengelolaan oleh pemerintah daerah dengan berbagai sumber pendanaan.
Dari ketika aspek diatas perlu kita ketahui program penataan pemukiman kumuh dapat di dukung dari pihak internal atau eksternal yang saling mendukung satau sama lain, penataan bisa dilihat
dri penerapan kebijakan dari pemerintah koata Surakarta berdasarkan perda yang di tentukan serta program KOTAKU yang dikeluarkan oleh Direktorat PUPR sudah menjawab ketiga konsep pola penangan pemukiman kumuh bebrapa kota, misalnya Jogjakarta.
Bukankah seharusnya pemerintah Kota Surakarta dalam menangani Pemukiman Kumuh di Bantaran Sungai Bengawan Solo mengambil tindakan implementasi program KOTAKU??
Daftar Pustaka
1. www. Bappenas.go.id
2. www. Portal.bandung.go.id
3. www. Portal.endekab.go.id
4. Undang-Undang No.1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman
5. Peraturan Daerah Walikota Surakarta No. Tahun 2012 Tentang RTRW Kota Surakarta Tahun 2011-2031
6. Sasanto,Reza. 2010, "Analisis Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Pemukiman Ilegal di Bantaran Sungai Studi Kasusu Bantaran Kali Pesanggrahan Kapung Baru, Kedoya Utara,Kebon Jeruk". Jakarta, Universitas Esa Unggul
Ditulis oleh : Irma Wandari Â
NRP Â Â Â Â Â Â Â Â : 08211540000006
Management Kota, PWK ITS, Surabaya 2018
-Salam Perencana-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H