Orangtua dimanapun, seringkali lupa bahwa anak-anak mereka bertumbuh. Sesuai dengan perkembangan usianya, sejatinya ikut berkembang pula pendekatan parenting yang dilakukan. Misalnya, Anda tidak bisa memarahi remaja usia 14-15 tahun dengan  peran "Saya lebih tahu, kamu lebih baik nurut". Sebab di usia seperti itu, yang mereka anggap hanya "teman". Bukan orang lebih tua, yang selalu nyerewetin dan ngomel-ngomel. Maka, jadilah teman baginya.
Ini tentu tidak mudah.
Tak semua orangtua sanggup menjalani peran seperti ini. "Being friends' role play" bisa dilakukan oleh mereka yang memang mau membuka diri dan menurunkan standar ke-orangttua-annya, supaya bisa sejajar dengan anak.
Mengapa penting untuk sejajar?
Untuk bisa menghilangkan relasi kekuasaan. Bahwa "saya dan kamu sama loh, maka yuk kita ngobrol" dan "saya ga akan nge-judge kamu loh, sebab saya juga pernah sepertimu."
Inipun tak bisa dilakukan oleh sebelah orangtua, maksudnya, Ayah saja, atau Ibu saja, mesti keduanya. Oleh karena itulah, pasangan sebaiknya memang punya komunikasi yang bagus dan kesepakatan yang kuat.Â
Adu argument boleh dilakukan di balik pintu tertutup, tidak di depan anak. Jika tidak, maka siap-siap menghadapi kenyataan bahwa anak Anda sudah tahu harus merengek minta jajan ke siapa, sebab ia tahu salah satu orangtuanya lebih permisif disbanding yang lain.
Jika komunikasi sudah bagus antar pasangan, dan mengobrol dengan anak sudah bisa sangat alamiah terbangun, sebetulnya tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi.
Dunia boleh jadi menjadi tempat yang sangat mengerikan, dengan penjajahan K-Pop dan ancaman LGBT yang di-brodkes dimana-mana. Namun jika komunikasi Anda dengan anak sudah sangat bagus, ibaratnya, serangan zombie dalam post-apocalyptic war saja, bisa Anda hadapi.
Memang ada apa dengan semua serangan budaya luar ini? Pergeseran nilai moral dan degradasi akhlak terjadi dimana-mana, memang. Apakah semata karena pengaruh budaya luar?Â
Coba pikirkan lagi. Jangan-jangan kita jenis orangtua kagetan yang terlalu rusuh dengan pelbagai perkembangan dunia modern, malah kita sendiri yang mengalami cultural shock alias gegar budaya.